Lembar 08

    Suara ketukan pintu sejenak mengalihkan perhatian dari Soohyun yang kala itu tengah menyibukkan diri di balik meja kerjanya.

    "Masuk," ucapnya tanpa mengalihkan perhatian dari beberapa lembar kertas yang ia balik di tangannya.

    Pintu terbuka, menampakkan senyum milik putra ke tiga Kim Dong Il sekaligus adik kandung dari Soohyun sendiri. Myungsoo masuk dan menutup pintu sebelum menghampiri sang kakak yang bahkan tak peduli dengan kedatangannya.

    "Begini saja? Tidak ada sambutan?"

    Mendengar suara yang sangat familiar, Soohyun mengangkat padangannya. Sempat terkejut, seulas senyum itu kemudian menghiasi wajah kakunya. Menelantarkan berkas di tangannya ke atas meja, ia bangkit dan menyambut adik kesayangannya.

    "Kenapa tidak menghubungi lebih dulu jika ingin datang?"

    Keduanya berjabat tangan dan berpelukan. Memberikan tepukan pada punggung masing-masing sebelum kembali menjauhkan diri dengan senyum lebar yang terpatri di wajah keduanya.

    Ya, inilah faktanya. Meski Soohyun merupakan sosok yang kejam di mata orang serta seluruh anggota keluarganya. Pada kenyataannya ia bisa di luluhkan hanya dengan kehadiran adik kesayangannya. Sebenarnya bukan rahasia lagi jika kakak tertua itu hanya bisa tersenyum jika ada sosok Myungsoo di sampingnya. Mungkin karena mereka di lahirkan oleh wanita yang sama itulah yang membuat Soohyun benar-benar bisa menjadi sosok kakak yang hangat untuk Myungsoo.

    "Jika aku menghubungi Hyeong, Hyeong pasti akan melarikan diri dari tanggung jawab."

    Soohyun tertawa pelan. Bukan tawa sinis untuk memojokkan lawan bicaranya, melainkan tawa yang benar-benar tulus.

    "Jam berapa kau datang?"

    "Aku berangkat kemari dari Bandara."

    "Ibu ikut bersamamu?"

    "Dia mungkin sedang menemui ayah."

    Raut wajah Soohyun menunjukkan perasaan tak suka ketika Myungsoo menyebut ayah mereka dalam perbincangan mereka.

    "Hyeong sedang sibuk?" Myungsoo mengambil satu lembar paling atas dari berkas yang sebelumnya berada di tangan Soohyun.

    Sebelah alis Myungsoo terangkat ketika ia melihat sebuah profil seseorang. "Apa dia orang bermasalah?"

    Soohyun kembali duduk sembari menjawab tanpa minat, "orang Kejaksaan."

    "Apa masalah mereka?" Myungsoo kembali memandang sang kakak.

    "Pak tua itu kembali berulah."

    Myungsoo tertawa pelan. Tentu saja dia tahu bahwa 'Pak tua' yang di maksud oleh Soohyun tidak lain adalah ayah mereka. Myungsoo lantas mengembalikan berkas itu ke tempat semula.

    Soohyun menggerutu, melampiaskan rasa kesalnya, "lagi pula untuk apa orang kotor itu melibatkan diri dalam Pemerintah? Dia bisa hidup dengan lebih tenang tanpa harus menjadi Politikus."

    "Mungkin ayah mulai serakah dan berniat mengontrol Negara melalui Politik. Itu bisa jadi alasan yang masuk akal."

    "Tua bangka itu bahkan tidak mengerti apa-apa tentang strategi Politik. Jika dia bermasalah, Kejaksaan tidak akan melepaskan keluarga kita."

    "Hyeong tidak bisa sepenuhnya menyalahkan ayah. Lihat saja Namjoon, dia bahkan mengejar karir di bidang Hukum."

    "Bagaimana keadaan di sana?" Soohyun memilih acuh dan mengalihkan pembicaraan.

    "Aku menjual 60% Saham di sana."

    "Apa?" terdengar seperti gumaman. Begitulah cara Kim Soohyun menyampaikan keterkejutannya. "Kenapa tiba-tiba?"

    "Aku pikir mempertahankannya pun akan percuma. CEO baru telah di tunjuk. Aku pikir akan lebih baik jika kita melepaskannya secara perlahan."

    "Jika kau tidak mampu, kenapa tidak meminta bantuan?"

    "Yakuza, aku terlalu malas untuk berurusan dengan mereka. Mereka selalu berusaha melibatkan diri dengan kita ... jadi selama kita bisa menghindar, kita tidak perlu berurusan dengan orang-orang seperti itu."

    Sudut bibir Soohyun terangkat. "Kau membiarkan mereka menginjak-injak harga diri kakakmu ini? Benar begitu?"

    "Jika aku sudah mengecewakan, Hyeong bisa menghukumku. Aku hanya melakukan apa yang harus di lakukan dalam taktik bisnis."

    "Kau selalu mencari celah untuk menghindar." Soohyun menatap sinis namun justru di balas oleh senyuman dari Myungsoo.

    "Aku tidak suka bermain kasar seperti caramu, Hyeong."

    Suara ketukan pintu kembali terdengar dan menarik perhatian keduanya. Tanpa ada kata yang terucap dari kedua pria yang berada di dalam ruangan itu, pintu terbuka dan menampakkan Boyoung.

    "Kau di sini, Myungsoo?" Sempat kaget, Boyoung segera masuk dengan nampan di tangannya yang berisi segelas air.

    "Apa kabar, Bibi? Senang bisa bertemu denganmu," sapa Myungsoo dengan sedikit tundukan ketika Boyoung sampai di hadapannya.

    "Bibi baik-baik saja, kapan kau datang?"

    "Belum lama."

    Boyoung kemudian menaruh nampan di tangannya ke bagian meja yang kosong. "Waktunya minum obat."

    "Taruh saja di situ."

    Boyoung tersenyum lembut dan mengalihkan pandangannya pada Myungsoo, tak merasa sakit hati dengan sikap dingin Soohyun yang memang seperti itu sejak kecil.

    "Kau akan menginap di sini?"

    "Sepertinya lain kali saja, aku harus mengantarkan ibuku ke suatu tempat."

    "Baiklah. Sebelum pergi, makanlah terlebih dulu ... bibi tinggal dulu." Boyoung berjalan melewati Myungsoo, namun langkahnya sempat terhenti oleh suara Myungsoo.

    "Terima kasih ..."

    Boyoung memandang anak tirinya itu dengan tatapan milik seorang ibu.

    Myungsoo melanjutkan, "sudah menjaga kakakku selama ini."

    Boyoung hanya tersenyum lembut sebelum kembali melanjutkan langkahnya dan meninggalkan ruangan itu. Myungsoo kemudian menjatuhkan pandangannya pada Soohyun yang meminum obat yang sebelumnya di bawakan oleh Boyoung.

    Myungsoo menatap prihatin. Sudah terhitung tiga tahun sejak kakaknya itu mengkonsumsi obat setiap hari tanpa melewatkan satu hari pun. Tepatnya tiga tahun yang lalu, kakaknya menjalani Operasi Transplantasi hati setelah beberapa tahun bertahan dengan Hepatitis Toksik yang di idapnya.

    Myungsoo bersyukur karena kondisi kakaknya jauh lebih baik setelah melakukan Transplantasi. Namun terkadang ia juga ingin agar kakaknya bisa berhenti mengkonsumsi obat setiap hari meski itu sesuatu yang tidak mungkin. Dan dari saat di diagnosis hingga detik ini. Boyoung lah yang merawat kakaknya itu, meski sikap kakaknya begitu dingin kepada Selir ayah mereka itu.

    "Jangan terlalu baik hati pada wanita itu, dia bisa besar kepala."

    Myungsoo tertawa pelan meski tak ada hal yang lucu. "Dia sudah merawat Hyeong dengan baik selama ini, apa sulitnya mengatakan terima kasih?"

    Soohyun hanya mengacuhkan, tak bermaksud untuk peduli.

    Myungsoo kembali bersuara, "kapan Hyeong bisa berhenti mengkonsumsi obat itu?"

    "Kau berniat melakukan konspirasi padaku?"

    "Aku tidak mengatakan apapun."

    "Kau tahu bahwa hidupku tidak akan lama lagi jika aku berhenti mengkonsumsi obat itu. Menyuruhku berhenti mengkonsumsinya, sama saja menyuruhku untuk segera mati."

    Wajah Myungsoo sedikit mengernyit. "Aish ... ambillah poin positifnya. Aku sedang mengkhawatirkanmu."

    "Lupakan," acuh Soohyun.

    "Boleh aku memelukmu sekarang?"

    Soohyun tersenyum tak percaya. "Kau benar-benar berpikir bahwa aku akan mati hanya karena hal ini?"

    Myungsoo memalingkan wajahnya dengan helaan napas singkat. Dia lantas bergumam, "percuma saja mengkhawatirkan orang sepertimu."

    Soohyun hanya tersenyum tipis, terlihat begitu licik seperti biasa. Myungsoo kembali menjatuhkan pandangannya pada sang kakak.

    "Ada kabar terbaru dari Jongdae?"

    "Seperti biasa, dia menjadi orang yang tidak tahu diri."

    "Hyeong tidak mencoba menghubunginya?"

    "Aku kakak tertua di sini, haruskah aku mengemis pada anak itu?"

    "Besok aku akan kembali ke kantor, Hyeong istirahat saja mulai besok."

    Senyum Soohyun tersungging. "Lagi-lagi kau memperlakukanku seperti orang sakit. Haruskah aku menghukummu terlebih dulu, baru kau tahu seperti apa kakakmu ini?"

    Myungsoo menggaruk pelipisnya dan bersedekap. Dia hanya ingin menunjukkan perhatiannya sebagai seorang adik, namun kakaknya itu memang sangat tidak tahu diri.

    "Hyeong memiliki sesuatu untuk di kerjakan?"

    Salah satu sudut bibir Soohyun terangkat dan membuat Myungsoo memicingkan matanya. Menatap curiga pada senyuman itu.

    "Hyeong, ingin mengeksekusi mereka semua?" tanya Myungsoo dengan hati-hati sembari menjatuhkan telunjuk kirinya pada berkas di atas meja.

    "Aku tidak akan melibatkan diri dengan mereka. Ada sesuatu yang lebih menarik untuk di lakukan."

    "Apa?"

    Soohyun menggerakkan telunjuknya sebagai isyarat agar Myungsoo mendekat. Myungsoo pun mendekat dan membungkukkan tubuhnya. Memposisikan wajahnya di samping wajah sang kakak.

    "Kim Taehwa, aku pikir kau masih ingat dengan nama itu."

    Netra Myungsoo melebar. Dengan cepat ia memandang sang kakak tanpa menegakkan tubuhnya, dan saat itu seulas senyum licik terlihat di wajah Soohyun.

    "Jangan bercanda." Myungsoo menegakkan tubuhnya dengan raut wajah yang masih terkejut, namun saat itu Soohyun justru tertawa pelan namun terdengar mengerikan.

    "Kim Taehwa, anak itu ... masih hidup?"

Selesai di tulis : 18.05.2020
Di publikasikan : 24.05.2020
   

   

  

  
Hepatitis Toksik : Peradangan pada hati yang di sebabkan oleh paparan zat yang beracun seperti obat-obatan, alkohol atau bahan kimia.

Tuh, kapan lagi tokoh antagonis sakit🤭🤭🤭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top