Lembar 07
Hari libur. Libur Kuliah dan juga pekerjaan adalah hari di mana Choi bersaudara itu menjelma menjadi beruang kutub yang tengah berhibernasi. Meski matahari telah melambung tinggi sekalipun, panggilan alam di balik jendela tak akan mampu untuk menarik kesadaran dua pemuda itu. Terkecuali dengan satu suara.
"Seungcheol ... Hansung ... cepat bangun ... mau sampai kapan kalian tidur ..."
Suara Shin Min Ah. Wanita paling cantik menurut Choi bersaudara dan paling menakutkan jika tengah marah. Itulah yang terjadi ketika kedua pemuda itu tak kunjung keluar dari kamar ketika hampir semua orang di kota tengah menghabiskan sarapan mereka dan beraktivitas.
"Anak-anak ... bangun sekarang."
Min Ah keluar dari dapur dan menarik perhatian Jisub yang saat itu duduk di ruang keluarga, tengah membaca koran di temani oleh secangkir kopi.
Jisub lantas menegur, "biarkan saja, inikan hari libur."
Min Ah menghentikan langkahnya dan berucap, "mereka sudah berjanji akan membersihkan halaman belakang hari ini. Lagi pula ini sudah terlalu siang."
Min Ah lantas meninggalkan ruang keluarga, begitupun dengan Jisub yang melipat koran dan kemudian ia taruh di atas meja sebelum beranjak dari duduknya. Berjalan menuju ruang makan.
"Seungcheol ... Hansung ... cepat bangun. Tamu kalian sudah menunggu."
Min Ah membawa suaranya menuju lantai atas dan yang pertama ia bangunkan adalah putra sulungnya. Membuka lebar-lebar pintu kamar Seungcheol. Pandangan Min Ah langsung menemukan si putra sulung yang masih terlelap di balik selimut tebalnya.
Tanpa menutup pintu, Min Ah berjalan mendekat dan mendudukkan diri di tepi ranjang. Min Ah menguncang pelan lengan putra sulungnya.
"Seungcheol ... sudah siang. Cepat bangun."
Tak begitu sulit. Putra sulungnya itu segera mendapatkan kembali kesadarannya. Seungcheol mengeliat dan langsung bangkit dari posisi tidurnya dengan rambut yang berantakan.
"Turun ke bawah dan sarapan, ibu akan membangunkan adikmu dulu."
Seungcheol mengangguk dengan mata yang masih setengah terbuka. Min Ah beranjak berdiri dan meninggalkan kamar putra sulungnya. Tepat setelah sang ibu keluar dari kamarnya, Seungcheol menyibakkan selimutnya dan bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka sebelum turun ke bawah.
Meninggalkan kamar si sulung, Min Ah beralih ke kamar si bungsu. Berbeda dengan sebelumnya. Kali ini Min Ah tak melihat sosok si bungsu yang memang menyembunyikan diri di balik selimut. Min Ah mendekat, melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Duduk di tepi ranjang.
"Hansung ... jam berapa sekarang? Ayo cepat bangun."
Min Ah menyibakkan selimut, namun di buat terkejut karena bukanlah kepala Hansung yang terlihat, melainkan kaki. Min Ah dengan cepat menoleh ke belakang dan segera menarik selimut yang menutupi kepala Taehyung yang memang tidur dalam posisi terbalik.
"Ya ampun ... bagaimana kau bisa selalu tidur seperti ini?" gumam Min Ah tak percaya.
Wanita itu beralih menghadap putranya dan mencoba membangunkan si bungsu yang berkali-kali lipat lebih susah di bangunkan dari pada sang kakak.
"Hansung, bangun sekarang."
Mata Hansung terbuka, namun hanya sebelah itupun tak benar-benar terbuka sepenuhnya. Setelahnya ia bergumam dan mengeliat sebelum beralih membelakangi ibunya. Meraih bantal dan menggunakannya untuk menutupi wajahnya.
"Choi Hansung, kau lupa dengan apa yang selalu ibu ajarkan padamu?" terdengar sedikit ketus.
Hansung bergumam, "hari libur bukan berarti kau bisa bermalas-malasan."
"Kalau begitu sekarang cepat bangun."
"Ada Seungcheol ... Ibu minta tolong padanya saja ..."
"Kau lupa janjimu semalam sebelum pergi?"
Hansung tak menjawab. Bukannya tak ingat, namun ingin berpura-pura lupa perihal janjinya yang akan membersihkan halaman belakang jika di izinkan keluar semalam.
"Kenapa diam saja? Cepat bangun dan penuhi janjimu pada ibu. Sebagai seorang laki-laki yang bertanggung jawab, kau harus menepati ucapanmu ... sekarang bangun, ayah dan kakakmu sudah menunggu di bawah."
Hansung bangun, namun hanya tangan yang menunjukkan kelima jarinya.
Min Ah segera menurunkan tangan putranya itu. "Apa maksudnya ini?"
"Lima menit," gumam Hansung.
"Tidak ada lima menit, kau sudah menghabiskan waktu lebih dari lima menit dengan berguling di sini."
Min Ah berdiri dan langsung menarik selimut yang menutupi tubuh Hansung. Membuat putranya itu menjelma menjadi bocah dan merengek.
"Ibu ... ayolah ... ini hari libur."
"Kau lupa janjimu pada ibu semalam?"
Hansung tak menjawab dan menutupi kepalanya menggunakan bantal. Tak tahu bahwa kelakuannya itu membuat sang ibu terlihat kesal.
Min Ah berkacak pinggang. "Choi Hansung, bangun sekarang atau —"
Tak butuh waktu berganti, detik itu juga Hansung segera turun dari ranjangnya. Mengenakan sendal rumahannya dan bergumam, "ibuku sangat cantik tapi juga sayang galak, aku butuh ibu baru."
Pernyataan yang membuat netra Min Ah membulat. "Ya! Apa yang baru saja kau katakan?"
Berpura-pura tak mendengar apapun, Hansung meninggalkan ibunya begitu saja sembari menggaruk bokongnya.
"Ya! Choi Hansung, kau kira berapa usiamu? Cuci mukamu ... setidaknya cuci tanganmu sebelum makan."
Seakan hanya menasehati angin. Tak ada yang merespon sama sekali, dan bahkan putranya itu sudah menghilang dari pandangannya. Tak ada pilihan lain. Min Ah kemudian menyusul si bungsu untuk memastikan bahwa anak nakal itu mencuci tangannya sebelum makan.
Memasuki ruang makan. Hansung berjalan tanpa minat menghampiri saudaranya yang sudah bergurau dengan sang ayah.
"Kau baru bangun?" tegur Jisub yang hanya di abaikan oleh si bungsu.
Hansung kemudian duduk. Bukan di kursinya sendiri melainkan di pangkuan Seungcheol, dan saat itu Min Ah memasuki ruang makan.
"Apa yang kau lakukan?" tegur Seungcheol. "Turun atau kulempar."
Hansung memicingkan matanya dengan telunjuk kiri yang terangkat dan mengarah pada wajah Seungcheol. Bermaksud mengancam saudara tertua.
Seungcheol menatap jengah dan berucap tanpa minat, "turun!"
"Hansung, duduklah di kursimu sendiri."
Berkat teguran dari sang ayah, Hansung pun berpindah ke kursinya sendiri. Masih dengan rambut yang berantakan dan juga mata yang enggan untuk terbuka.
"Hansung, cuci tanganmu sebelum makan," ucap Min Ah begitu sampai di meja makan.
Bukannya segera beranjak dari duduknya. Hansung justru menggaruk sudut bibirnya menggunakan tangan kiri karena ia tidak bisa menggerakkan tangan kanannya terlalu berlebihan.
"Kau bukan anak kecil, cepat pergi cuci tanganmu."
Dengan malas Hansung berdiri dan berjalan menuju dapur untuk mencuci tangan. Setelah selesai ia kembali duduk di samping Seungcheol dan menunggu piring kosongnya terisi.
Jisub memperhatikan kedua putranya dan tertawa tanpa suara ketika melihat kedua putranya selalu memakai piyama dengan warna dan motif yang sama. Meski sudah melihat hal itu setiap hari, tetap saja itu terlihat sangat lucu, mengingat bahwa kedua putranya bukan lagi anak kecil.
"Kenapa Ayah tertawa?" tegur Seungcheol.
"Ayah tertawa karena kalian berdua. Kalian sudah umur berapa? Kenapa masih memakai piyama yang sama setiap hari?"
Keduanya serempak memandang piyama yang mereka kenakan masing-masing sebelum saling bertukar pandang dan kemudian berpaling dalam waktu bersamaan.
Si bungsu berucap, "aku sudah berkali-kali menyuruh Hyeong membuangnya, tapi dia tetap mamakainya."
"Bocah! Berkacalah terlebih dulu sebelum kau bicara," balas Seungcheol.
Min Ah menengahi, "sudah, sudah ... jangan bertengkar dan cepat habiskan makanan kalian lalu bersihkan halaman belakang."
Choi bersaudara serempak memalingkan wajah tanpa minat dan sang ibu menegur kemudian, "kalian ingin mengingkari janji kalian semalam?"
"Pria sejati tidak akan pernah lupa dengan perkataannya," ucap Seungcheol.
Hansung menyahut, "aku ingin ibu baru ..."
Semua orang memandang dengan netra yang membulat. Sedangkan yang di pandang justru dengan santai memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya.
"Hansung, apa maksudmu dengan bicara seperti itu? Kau sudah merasa bosan dengan ibu?"
"Ibu tanyakan saja pada ayah, jangan bertanya padaku."
Min Ah memandang Jisub dengan tatapan kesal. Namun Jisub justru tertawa pelan dan berucap, "pagi-pagi kenapa bicaramu tidak jelas seperti itu?"
Min Ah kemudian memberikan peringatan, "jangan mengada-ada. Jika kalian sampai membawa wanita ke rumah ini, bersiaplah untuk ibu tendang keluar."
Seungcheol menyahut, "Ibu tenang saja, aku berada di pihak Ibu."
Min Ah tersenyum lebar dan memuji Seungcheol, "kau memang anak ibu yang paling baik."
Pandangan Min Ah kemudian jatuh pada Hansung, merasa ada yang berbeda dengan si bungsu pagi itu.
"Hansung."
Hansung mengangkat wajahnya tepat ketika sendok itu masuk ke dalam mulutnya dan tertahan hingga ibunya kembali bersuara.
"Kau makan dengan tangan kiri?"
Si kembar terdiam dan perlahan saling bertukar pandang.
"Ada apa dengan tangan kananmu?"
Hansung dengan cepat memutus kontak mata dengan Seungcheol. "Tidak ... tanganku baik-baik saja."
"Lalu kenapa kau makan menggunakan tangan kiri?" selidik Min Ah.
"Hanya ingin mencoba sesuatu yang baru."
"Jangan macam-macam. Gunakan tangan kananmu."
Choi bersaudara terlihat gusar, dan hal itu tertangkap oleh penglihatan sang ayah yang kemudian menegur. "Kalian menyembunyikan sesuatu."
"Tidak!" jawab keduanya serempak.
Jisub menaruh sendok di tangannya dan memperhatikan kedua putranya. "Hansung, ada apa dengan tangan kananmu?"
"Tidak apa-apa?"
"Kalau begitu, sekarang angkat tangan kananmu ke udara."
Hansung memandang Seungcheol. Mengirimkan tanda bahwa dia dalam bahaya sekarang. Namun Seungcheol tak ingin membantu dan malah memberikan isyarat agar ia menuruti perintah ayah mereka.
"Kenapa diam? Apa susahnya mengangkat tanganmu?"
Hansung perlahan mengangkat tangan kanannya dengan hati-hati dan justru memekik pelan kemudian. "Sakit ..."
"Kenapa dengan tanganmu?" tanya Min Ah sedikit khawatir.
"Tanganku terkilir," jawab Hansung.
"Kenapa bisa sampai terkilir?"
"Seungcheol Hyeong ..." Hansung menggantungkan perkataannya dengan pandangan yang mengarah pada Seungcheol.
Seungcheol segera mengamankan situasi sebelum ia kembali di tuduh melakukan tindak penganiayaan oleh adiknya yang terkadang memang tidak tahu diri.
"Semalam, saat ingin menyeberang Hansung tidak berhati-hati hingga terserempet mobil."
Panik, itulah yang terlihat di wajah Min Ah saat ini. "Bagaimana bisa? Kenapa kau ceroboh sekali? Sudah di periksakan ke Dokter?"
"Aku langsung membawanya ke Dokter semalam, Ibu tidak perlu khawatir. Dokter mengatakan bahwa cederanya tidak terlalu serius," ucap Seungcheol.
"Tetap saja ... kenapa kalian ceroboh sekali?"
Jisub menengahi, "omong-omong, jam berapa kalian pulang semalam?"
Choi bersaudara saling bertukar pandang. Kembali merasa di persulit oleh pertanyaan ayah keduanya. Haruskah mereka jujur?
Selesai di tulis : 11.05.2020
Di publikasikan : 12.05.2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top