Lembar 03
Kesibukan pagi hari kembali terlihat di kediaman keluarga besar Kim Dong Il, meski si Kepala Keluarga pada nyatanya tak lagi tinggal di sana. Terlihat beberapa pelayan tengah sibuk menyiapkan sarapan di meja makan. Sedangkan di kamar masing-masing, anak-anak dari Kim Dong Il itu sibuk dengan persiapan mereka masing-masing.
Lebih tepatnya setelah putra sulung Kim Dong Il yang bernama Kim Soohyun menginjak usia 25 tahun. Sejak saat itu Dong Il sering terlibat selisih paham dengan putra sulungnya itu hingga membuatnya mengambil keputusan untuk meninggalkan rumah besar itu dengan membawa kedua istrinya dan hanya menyisakan Boyoung yang tetap tinggal di sana bersama anak-anak.
Pagi itu seperti biasa, semua orang berkumpul di meja makan dengan pakaian yang sudah rapi. Boyoung yang sudah sejak pagi sibuk mengarahkan para pelayan itu, kini tengah melakukan persiapan kecil di meja makan hingga sebuah pelukan dari belakang berhasil mengejutkannya.
"Selamat pagi ..." sapa Sejeong, putri bungsunya sekaligus satu-satunya anak perempuan Dong Il.
"Kau ini, kenapa selalu mengangetkan ibu?" tegur Boyoung.
"Karena itu menyenangkan," jawab Sejeong. Tersenyum lebar dan mengecup singkat pipi sang ibu sebelum menempati tempat duduknya.
"Jangan bersikap kekanak-kanakan, usiamu sudah 20 tahun sekarang."
Sejeong menyelipkan anak rambutnya di belakang telinga dan menjawab, "sungguh? Salahkan sendiri, kenapa hanya aku satu-satunya wanita di sini."
"Kau pikir ibumu ini bukan wanita?"
Sejeong tersenyum lebar sembari menutupi mulutnya. "Aku tidak bilang begitu."
"Kau ini ..."
"Selamat pagi ..." satu sapaan datang dari arah belakang dan menginterupsi keduanya.
Dari sana Kim Namjoon, putra dari istri ke tiga Dong Il datang dengan pakaian yang sudah rapi dan juga tas kerja yang setiap pagi selalu berada di tangan kirinya.
"Selamat pagi," balas Boyoung.
Namjoon menaruh tas kerjanya di kursi kosong dan menempati kursi yang bersebelahan dengan Sejeong. Laki-laki 28 tahun itu berprofesi sebagai seorang Pengacara dan dengan begitu ia sama sekali tidak terlibat dalam bisnis keluarga. Dan dialah satu-satunya anak laki-laki dari Kim Dong Il yang tidak suka bermain kotor meski ia sendiri tidak berusaha melawan jalan yang sudah di pilih oleh ayah mereka. Selain itu, Namjoon adalah satu-satunya saudara yang peduli pada Sejeong.
Namjoon menjatuhkan perhatiannya pada Sejeong. "Kau ada kelas pagi?"
Sejeong mengangguk.
"Kalau begitu berangkat saja bersamaku."
"Ah ... tidak perlu, aku di antar paman Insung saja."
"Tidak apa-apa, biar aku saja yang mengantarmu."
Sejeong tersenyum canggung, sedangkan Boyoung menempati kursi yang berseberangan dengan keduanya. Di bandingkan dengan anak tirinya yang lain, memang Namjoon lah yang memiliki kepribadian paling ramah.
"Bagaimana persidanganmu kemarin?"
Namjoon mengalihkan perhatiannya pada Boyoung. "Masih belum selesai, sepertinya butuh lebih banyak uang lagi untuk menyelesaikam kasus itu."
"Memangnya kasus apa yang sedang Oppa tangani?"
"Penyuapan di DPR."
Sejeong memicingkan matanya dan mencibir, "orang-orang kotor."
Namjoom terkekeh mendengar hal itu. Dia lantas mengusak kepala Sejeong. "Setidaknya aku yang paling bersih di sini."
"Bukan Oppa, tapi aku yang paling bersih di sini. Lihat saja nanti ... lima tahun lagi, aku pasti akan menjadi Dokter yang hebat."
"Lima tahun terlalu singkat kecuali kau memiliki IQ yang sama denganku," timpal Namjoon dengan senyum lebarnya.
Saat itu Soohyun selaku Kepala Keluarga di rumah itu datang bergabung tanpa mengucapkan apapun dan langsung duduk di kursinya. Terlihat tak begitu bersahabat, tatapan dinginnya memandang kursi yang masih kosong di sana.
"Selamat makan," ucap pria berusia 30 tahun itu dan mereka berempat melakukan rutinitas pagi mereka.
Saat ini Soohyun tercatat sebagai Presedir di Jusang Corp. Perusahaan milik keluarga yang ia rebut dari sang ayah di usianya yang menginjak 27 tahun. Namun meski begitu, dia hanya memegang kendali di balik layar, sedangkan peran di depan layar di ambil alih oleh adik kandungnya, Kim Myungsoo. Dalam artian lain, perusahaan milik Dong Il di ambil alih oleh putra dari istri pertamanya karena Kim Jongdae, putra dari istri keduanya sendiri telah mengambil alih cabang di China.
Untuk saat ini yang tercatat tinggal sebagai penghuni rumah itu hanyalah Soohyun, Jongdae, Namjoon dan Sejeong. Karena Myungsoo sejak kecil ikut tinggal bersama ibunya setelah ibunya itu bercerai dari ayahnya, sedangkan Jongin, laki-laki 27 tahun itu mendapatkan masalah dan terpaksa harus di tendang dari rumah.
Selesai dengan sarapan mereka. Soohyun pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun karena memang begitulah setiap hari. Hanya Namjoon lah satu-satunya anak tiri Boyoung yang bersedia menghargainya.
Meninggalkan kediamannya. Namjoon pergi bersama Sejeong. Mengantarkan adik bungsunya yang telah menjadi seorang Mahasiswi Fakultas Kedokteran di Hankuk University itu sebelum bergegas ke kantornya sendiri.
"Bagaimana dengan kuliahmu?" Namjoon memulai pembicaraan setelah mereka cukup jauh dari rumah.
"Masih awal, jadi aku belum menemukan kesulitan."
"Kau bisa mengambil jurusan lain, kenapa harus Kedokteran?"
"Hanya ingin saja, memangnya ada masalah jika aku mengambil jurusan Kedokteran?"
Namjoon tersenyum lebar. "Tidak ... hanya saja itu terlihat sedikit aneh di lihat dari latar belakang keluarga kita."
Sejeong kembali mencibir dengan tatapan yang memicing, "Oppa benar-benar tidak sadar diri."
Namjoon tertawa ringan dan sekilas memandang saudara tirinya itu. "Kenapa? Ada yang salah denganku?"
"Tentu saja ada ... kalian bertindak seperti pria terhormat, terlebih lagi Soohyun Oppa. Heol! Dia bahkan lebih cocok untuk menjadi pamanku."
"Coba katakan itu di depannya."
Sejeong memukul lengan Namjoon dengan kesal. "Melihatnya saja sudah membuatku bergidik. Lihat saja nanti ... jika aku sudah memiliki uangku sendiri, aku akan membawa ibu pergi dari sana."
"Bagaimana denganku?"
"Bagaimana apanya?"
"Kau tidak ingin membawaku?"
Sejeong mendengus. Gadis muda itu menyibakkan rambutnya ke belakang dan memasang wajah arogan. "Aku tidak menyukai pria mata keranjang."
Kali ini tawa Namjoon terdengar lebih keras setelah mendengar pernyataan Sejeong yang cukup menggelitik telinganya. Dia kemudian melayangkan sebuah protes, "Ya! Memangnya kapan aku melakukan hal seperti itu? Aku bahkan belum pernah masuk ke Rising Moon."
"Siapa yang tahu? Tidak ada pria yang benar-benar bersih di dunia ini," acuh Sejeong dan memalingkan wajahnya ke samping. Sedikit kaget ketika ia melihat sosok yang tak asing menghentikan motornya tepat di samping mobil Namjoon ketika mereka berhenti karena lampu merah.
Sejeong sedikit merendahkan kepalanya untuk bisa mengintip siapakah laki-laki yang terlihat familiar itu, namun dia sedikit terkejut ketika laki-laki itu memergokinya.
Hansung yang saat itu pergi ke kampus sendirian menggunakan motor Seungcheol pun membuka kaca yang menutupi area matanya dan membuat Sejeong segera mengalihkan pandangannya ketika gadis itu mengenali siapa pemilik tatapan tajam itu. Dari balik helmnya, Hansung tersenyum.
"Siapa yang sedang kau lihat?" tegur Namjoon yang seketika membuat Sejeong gugup.
"Tidak, bukan siapa-siapa."
"Sungguh?" Sebelah alis Namjon terangkat. "Bagaimana jika aku menegurnya?"
Suara Sejeong tiba-tiba meninggi. "Untuk apa Oppa menegurnya? Jangan membuatku malu!"
"Jadi kau mengenalnya? Siapa? Pacarmu?"
"Eih ... jangan sembarangan bicara, mana mungkin aku menyukai orang seperti itu ... tipe idealku adalah pria baik-baik."
Namjoon merendahkan kepalanya, berusaha melihat sosok yang di maksud oleh Sejeong. Namun saat itu Hansung segera melajukan motornya karena lampu merah telah berganti, dan saat itu satu dengusan keluar dari mulut Namjoon sebelum ia melajukan kembali motornya.
"Siapa pria tadi?"
"Seniorku di kampus."
"Apa dia tampan?"
"Lumayan." Tampak acuh ketika gadis itu sudah menyibukkan diri dengan ponselnya.
"Kau menyukainya?"
Sejeong memandang Namjoon dengan seulas senyum tak percaya. "Jangan konyol. Sudah ku katakan tipe idealku adalah pria baik-baik."
"Jadi dia bukan pria baik?"
"Tidak ada pria baik yang setiap akhir pekan mengunjungi ruang bawah tanah Rising Moon."
Pergerakan Sejeong seketika terhenti ketika ia menyadari apa yang baru saja ia katakan. Perlahan ia menolehkan kepalanya dan tersenyum lebar ketika mendapati tatapan menyelidik dari Namjoon.
"Kau pergi ke Rising Moon?"
Sejeong melebarkan senyumnya. "Hanya sesekali ... itupun aku tidak berani naik ke atas."
"Lalu?"
"Aku hanya mengunjungi ruang bawah tanah saja ... aku tidak pernah macam-macam di sana."
"Gadis nakal, untuk apa kau pergi ke tempat para anjing itu?"
"Kasar sekali ... aku hanya ingin melihatnya saja. Aku dengar dia sangat terkenal di sana."
"Siapa?"
"Choi Hansung."
"Choi Hansung? Siapa?"
"Pria yang tadi ... dia pegulat terbaik di ruang bawah tanah Rising Moon. Oppa tidak pernah mendengarnya?"
"Sudah ku katakan jika aku tidak pernah pergi ke sana, bagaimana aku bisa tahu?"
Sejeong tersenyum lebar. "Tapi ... jangan katakan pada ibu jika aku pernah ke sana."
"Kenapa? Jangan-jangan kau benar-benar menyukai anak itu?"
"Tidak ... sungguh! Aku datang ke sana hanya karena penasaran."
"Kau tidak pernah bertemu dengan ayah?"
Sejeong menggeleng.
"Kalau begitu berhenti mengunjungi tempat itu. Jika sampai tempat itu runtuh, kau tidak akan bisa selamat."
Mendengar hal itu, Sejeong pun tertawa. "Hanya seminggu sekali. Jika Oppa ada waktu, bagaimana jika minggu depan kita pergi bersama? Aku dengar Choi Hansung akan beraksi lagi minggu ini."
"Apa untungnya aku pergi ke sana?"
"Jika Oppa mau, Oppa juga bisa ikut bertanding. Jika Oppa mau melakukannya, aku akan menjadi orang yang berteriak paling keras. Bagaimana?"
Namjoon tersenyum tak percaya. "Kau ingin menjadikan pria baik-baik menjadi pria berengsek?"
Sejeong menatap jengah. "Pencitraan!"
Gelak tawa Namjoon kembali terdengar pagi itu, dan memang hanya Sejeong lah satu-satunya anggota keluarga yang bisa membuatnya tertawa. Di bandingkan dengan saudara yang lain, keduanya memang memiliki hubungan normal layaknya saudara kandung, bukannya saudara tiri.
Selesai di tulis : 11.04.2020
Di publikasikan : 13.04.2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top