Part 11
2020.10.11 [18.00]
Tiba-tiba nge-blank😭
GOODBYE
by Inas Sya
"Permainanmu hanya sampai di sini. Game over."
Now playing | Let Me Love You — DJ Snake ft. Justin Bieber
***
Di dunia ini banyak hal yang tidak mungkin terjadi. Meski ada kalimat yang menyatakan bahwa impossible is nothing, nyatanya hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Tidak hanya satu, bahkan dunia ini bisa saja berisi ketidakmungkinan yang banyak orang tak mengetahuinya.
Tidak semua hal bisa berubah begitu cepat hanya dalam sekali coba. Meski sudah memantapkan niat untuk berubah sekalipun, proses tetap berjalan mengiringi waktu. Entah itu cepat atau lambat, entah satu hari atau bahkan seminggu, tidak pernah ada yang tahu kapan tepatnya.
Karen memutuskan untuk merubah sedikit pola hidupnya. Bukan menjadi wonder woman atau hal semacamnya, dia ingin menjadi sosok gadis yang lebih bergaul dengan dunia. Karen tak mau terus terjebak dalam jeruji kegelapan yang mengurungnya selama ini. Ia berharap bisa lekas keluar menatap bagaimana dunia terlukis sempurna, merasakan kebebasan tanpa ada aturan yang mengeratnya seolah tak memperbolehkan dia untuk hidup layaknya manusia lain.
Namun, kembali lagi ke permasalahannya. Meski telah memantapkan niat, proses tetap berjalan mengiringi waktu. Meski Karen telah lama ingin kembali menjadi gadis pada umumnya, proses yang ia lalui masih sulit untuk dijalankan tanpa halang. Ada saja hal yang membuat Karen urung untuk melanjutkan prosesnya hingga akhirnya memilih untuk berhenti dan kembali ke keadaan semula. Semua itu terus berlangsung seperti roda yang berputar tanpa tahu rasanya mencapai tujuan.
Lalu kini Karen menemukan sepasang roda yang akan menemaninya, menuntunnya ke tempat di mana keinginan Karen berada. Genta dan Devan, dua pria yang tiba-tiba datang ke dalam hidup Karen seolah merubah rutinitas Karen menjadi hal yang tak biasa. Meski berawal dari kejadian tak mengenakkan, yaitu kasus pembunuhan dan teror, Karen merasa mereka berdua adalah teman yang baik. Bahkan selama ini Karen tak pernah memiliki teman sebaya yang tahan dengan sikapnya.
Genta dan Devan memiliki keunikan tersendiri yang membuat Karen tidak canggung dengan keduanya. Apalagi sisi humoris yang mereka tunjukkan pernah membuat sudut bibir Karen tertarik tipis meski ia tahu tak ada yang menyadarinya. Hari demi hari pun berlalu, ketiganya sering bertemu di rumah Karen atau Devan.
Lalu tiba pada hari ketujuh tepat setelah kematian Nizar, Karen baru menyadari bahwa dirinya mulai terbiasa untuk keluar rumah. Tak heran ia sekarang lebih sering melihat Mang Ujang berkeliaran di kawasan rumah Karen untuk menjalankan tugasnya.
Pada waktu yang sama, Karen juga sadar bahwa Aldian selalu datang ke rumahnya meski dia sudah mengusir pria itu tanpa belas kasih. Bukan hanya sekali dua kali, Aldian datang ke rumah Karen setiap hari tanpa absen. Seolah-olah dia tak menyerah dengan sikap Karen yang terang-terangan menolaknya.
Seperti saat ini.
Karen menatap datar Aldian. Ia bersidekap dada, menghela napas lelah. Aldian kini datang lagi, bahkan membawa boneka beruang besar seakan bisa menaklukkan Karen dengan hal seperti itu. Tampangnya dibuat berbeda dari hari biasa, Aldian mengenakan pakaian rapi dengan rambut ditata sedemikian rupa. Di tangannya ada sebuket bunga, kali ini bukan mawar. Tatapan Karen justru tertarik pada bunga tersebut. Aromanya seakan mengikat rongga-rongga di hidung Karen, meski bagi orang kebanyakan sedikit sekali yang bisa merasakan bagaimana harum itu terasa.
Daisy putih.
"Ngapain lagi lo ke sini?" Dari nadanya saja sudah kentara bahwa ia sangat terganggu dengan kedatangan Aldian.
Bukan apa, Karen tidak masalah bila Aldian datang hanya sekali atau dua kali untuk mendekatinya. Namun, bila setiap hari pria itu tetap datang sambil membawa banyak hadiah untuk Karen, tentu membuatnya risih. Terlebih lagi kabar Aldian dengannya sudah menyebar sampai ke anak-anak lain. Tidak heran, sebab Aldian merupakan salah satu murid famous di SMA Andromeda.
Terkenal akan tampangnya yang mirip bule, jabatannya sebagai kapten tim basket sekolah, dan latar belakang keluarganya yang berada. Bahkan Aldian masuk dalam jajaran murid dengan pengagum terbanyak. Kini banyak murid SMA Andromeda yang menggosipkan Aldian dan Karen di grup angkatan. Bahkan mereka terang-terangan melebihkan semua gosip itu hingga akhirnya tak sedikit yang men-judge Karen seenak jidat.
Tapi, bukan Karen namanya jika gadis itu menghiraukan obrolan teman sekolahnya. Karen tetap diam, tak membela diri sebab ia tahu semua itu tak ada gunanya.
Aldian mengulurkan buket bunga daisy di tangannya. Ia bahkan berjongkok, menatap Karen dengan senyum mengembang.
Ia berdehem sebelum mengatakan, "Lo mau jadi pacar gue?"
Demi apapun, Karen tidak mengerti pola pikir Aldian. Sepertinya pria ini memang sudah gila. Berapa kali Karen mengusirnya dari rumah? Setiap hari, kedatangan Aldian tak pernah diterima. Ini Aldian yang pantang menyerah atau memang dia sudah tidak waras?
"Lo gila?" Karen menatapnya tak percaya. Dia tak menemukan perasaan suka di mata Aldian untuknya. Dibandingkan rasa merah jambu, justru Karen seakan melihat keterpaksaan di sana. Aldian tidak melakukan semua ini atas keinginannya sendiri.
"Please, terima gue, Ren." Ia menunduk, Karen sempat melihat tangannya gemetar memegang buket.
"Siapa yang nyuruh lo?" Ia mengambil buket tersebut, menatap Aldian curiga. "Lo gak mungkin beneran suka sama gue."
Aldian mendongak, beranjak berdiri. "Gue suka sama lo."
Karen tertawa tak percaya dengan kalimat yang diucapkannya. Dia lantas membuang buket bunga daisy ke lantai. "Gue tolak."
Aldian menggeleng, ia menarik tangan Karen. "Gue mohon, terima gue. Please, gue gak mau mati, Ren." Suaranya terdengar lirih, tercekat, seolah pasokan udara di sekitarnya menipis. Karen merasakan genggaman tangan itu mengerat, seakan menyuruhnya untuk tidak pergi.
"Apa maksud lo?" tanyanya. Ia menatap bagaimana raut wajah Aldian berubah dalam sepersekian detik. Kini terlihat pucat, matanya bahkan tak bisa fokus. "Lo tadi bilang 'mati'?"
"Gue suka sama lo, Ren. Lo mau jadi pacar gue, kan?" Karen menarik tangannya yang mulai memerah. Ia menatap Aldian tak mengerti, kakinya melangkah mundur.
"Gue gak ngerti sama lo." Gadis itu masuk ke dalam rumah, mengunci pintunya. Sementara Aldian terduduk meneriaki nama Karen, terus berucap hal yang sama.
"Tolong terima gue, Ren!"
Sementara di seberang sana, seseorang menarik kedua sudut bibirnya. Matanya menatap lurus ke depan, melihat seorang pemuda dengan wajah pucatnya mengusap rambut frustasi. Jari telunjuk berkutek merah menyala itu terus mengetuk setir mobil, membuat irama tersendiri dalam keheningan yang tercipta.
Tangan satunya bergerak mengambil setangkai bunga daisy yang ada di sampingnya. Bibirnya kian melengkung lebar, jemarinya bergerak mencabut satu per satu mahkota bunga.
"Game." Satu mahkota terjatuh di pangkuannya, disusul warna putih lain. "Over," lanjutnya bersamaan dengan lengkung bibir yang kini lenyap.
***
To be continued ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top