TENGAH MALAM
Putaran waktu yang berjalan menyapu kehidupan makhluk, terkadang membuat makhluk itu sendiri melupa akan waktu. Hingga ia menyadari ada hal bernama penyesalan yang datang dengan sengit.
~~~
Bagaimana dia bisa tahu? Apakah yang yang gue lihat ... dia juga lihat?
"Lo melihatnya, kan?" tanya Gabriel memaksa hingga mengeluarkan suara desis.
"Lo melihat itu?"
"Ya!" tegasnya.
Gabriel menatap Rega intens, bagi Rega ia ingin membiasakan diri dengan gadis yang sekarang rambutnya diikat dengan syal tipis dan pendek, ia mengunakan pacar kuku dengan kelir hitam, serasi dengan cela yang terukir di sekitar lingkar mata.
"Lo sudah tahu, berarti gue nggak harus menjelaskannya ke lo," tandas Rega, menyilangkan kedua tangan di depan dada dan berpura untuk tak acuh, menyandarkan tubuh, dan memandang pada keadaan di balik kaca mobil. Alih-alih memutus pembicaraan pada gadis yang tampak gusar.
Gabriel berpaling, melirik ke arah perempuan dengan sweter merah muda. Wajahnya cerah, perempuan bersurai agak kecokelatan itu mulai mengerjapkan mata. "El," lirihnya. Ia mencoba beranjak dari pangkuan Gabriel yang lekas membantu untuknya duduk. Pun Tomy dengan sigap memberi bantuan yang sama.
Feby melihat kejadian itu dari kaca depan segera membalikkan badannya seraya berkata, "Kau tidak apa-apa? Istirahatlah dulu, perjalanan kita masih cukup panjang, Li!" tegur Feby dengan intonasi sehalus mungkin.
"Enggak, aku tidak apa-apa." Suara Lilia terdengan sangat bergetar, wajahnya masih pucat, ia lekas memberinya air minum yang sabelumnya telah ia berikan kepada gadis yang usianya masih lebih muda ketimbang dirinya.
Setelah perjalanann yang cukup panjang, semua orang merasakan kaku pada sebagian area anggota tubuh, sedangkan matahari telah lama tergelincir dari tubuh langit yang cerah-petang mulai memainkan peran.
Mobil SUV hitam itu kini tengah membelah hutan. Dimulai dari jalanan aspal laun berubah menjadi jalan yang sedikit lembab dan becek. Rerumputan yang tumbuh lebat dan tanah yang terjal sedikit membuat pijakan roda mobil tak mulus: tersandung dan tergelincir beberapa kali. Henda mengurangi kecepatan laju mobil itu. Ia memandang di kejauhan, beberapa puck-pucuk atap nauangan lampu di luar pekarangan yang tampak seperti rampai bunga krisantemum mulai menyembul, membuat wajah Henda semekar bunga musim semi.
"Oy, kita sudah sampai!" serunya membuat semua orang tertuju pada apa yang Henda lihat dan benar saja, semua orang mencuatkan ekspresi yang sama dengan yang Henda perlihatkan sebelumnya.
"Yeah, Bro, gue udah pegel banget pengin tiduran," celetuk seseorang yang membuat pemuda di sampingnya menarik sudut bibirnya dan menggeleng.
"Lo, ke mana aja dari tadi?" tanya Tomy untuk sekadar menyadarkan Aka bahwa dirinya melewatkan banyak kejadian sepanjang perjalanan.
"Gue udah bilang, gue nggak suka duduk di belakang, gue mual, daripada gue buang sampah mending gue tidur," ungkap Aka mencoba beralasan.
Mendengar hal itu, Tomy memutar bola matanya. Tidakkah pemuda yang tengah sibuk dengan penderitaan yang dibuat-buat itu amat menjengkelkan-atas ketidaktahuannya dengan kejadian selama ia larut dan hanyut dalam mimpi. Tomy mencebik Aka, membuat pemuda yang sekarang menatap Tomy dengan air muka yang terheran-heran, jadi semakin kebingungan. Ia mengrutkan dahinya-mengira temannya ini sedang kerasukan.
"Emang apa yang terjadi?" tanya Aka dengan polosnya.
"Gue lagi bosen kilas balik!" gusar Tomy, mengalihkan tatapannya dari Aka, sementara itu yang lain hanya terdiam tak acuh.
***
Hari makin larut, bulan purnama makin menampakkan sosok rupawannya: cerah di antara layar hitam yang terkembang. Anehnya, kabut kembali menyeliputi sekitar lajur rombongan ketujuh kawan itu.
Sudah hampir tengah malam dan mereka belum menemukan di mana letak keberadaan rumah kakek Tomy. Sebuah hal yang mustahil menerima panggilan telepon di atas jam sepuluh malam. Namun, Tomy yang percaya akan adanya peluang tetap berusaha untuk mencoba mengubungi kakek dan neneknya, meski nihil. Panggilan itu sudah yang ke sekian kali dan tak ada yang menjawab hingga Tomy menjatuhkan tangannya kalah atas keputusasaan.
Henda melirik dari kaca depan mobil. Melihat temannya yang tengah dirundung gamang.
"Santai aja, Bro. Kita bisa mengunjungi rumah yang lain untuk menumpang. Mungkin-" Ia menekuk bibirnya memperlihatkan raut antara yakin dengan tak yakin.
Beberapa jalan dengan rumput cukup lebat, tak jarang ban mobil yang mencoba menyisir tersangkut dan tersendat. Beberapa rumah-rumah yang dilewati telah senyap, si empunya rumah sudah tertidur lelap. Uniknya, perumahan di sekitar area itu adalah rumah sederhana yang sebagian besar masih memakai bahan alam. Tak kenal dengan keramik, tak ada yang kenal dengan genteng metalik atau bahan pabrikan lainnya yang terlintas di pikiran para penduduk yang masih memupuk prinsip hidup sederhana, menyatu dan mengabadikan kearifan alam dengan kearifan masyarakatnya.
Ada yang lebih unik dari perumahan penduduk itu. Meskipun tubuh bangunan hingga ke penutup atap tak menggunakan bahan pabrikan seperti yang sudah lazim dilihat oleh Rega dan teman-temannya, ada satu benda yang bahkan mereka pun tak menggunakannya: panel surya yang bertengger di setiap lampu-lampu jalan, di setiap atap rumah yang walaupun kecil tapi menaungi kebutuhan listrik penduduk area itu.
***
Beberpa jarak lagi dan ia menemukan padang ilalang, di kejauhan tampak pucuk dari atap rumah yang tampak gulita. Rumah itu bersembunyi di balik ilalang yang berjajar membentuk benteng tempat persembunyian. Sekilas rumah itu terlihat dari sela-sela rumpun ilalang yang kerdil.
Apakah itu rumah yang ada dalam mimpiku?
"Tidak salah lagi," gumam Rega masih memandang rumah yang sekarang meringkuk lagi dan berlalu.
"Kau menyadarinya?" tanya Gabriel yang mengalihkan atensi Rega dan Tomy, keduanya saling memandang ke arah gadis yang berucap lirih. Tomy mengernyit sedangkan Rega meraba apa yang sedang dipikirkan gadis itu sekarang.
"Kita sudah mendekat ke sarang tempat mereka berasal, sepertinya mereka pun menyadarinya." Sekarang bukan Gabriel yang melemparkan perkataan yang tampak seperti peringatan. Gadis yang selama ini diresahkan keadaannya-Lilia-sudah kembali seperti sedia kala, itulah yang dirasa oleh keenam kawannya.
Henda menyungging senyum, pandnagannya sedikit serong ke arah gadis imut itu. Sementara Feby yang masih diselimuti rasa khawatirnya lesat berbalik dan menanyakan keadaannya.
Mereka melupa tentang hal-hal mistis dan misterius, mereka melupa akan bahaya yang bisa datang hingga Henda menoleh ke arah depan kemudi lalu menghentakkan rem mobil dengan paksa hingga semuanya pun ikut tersentak.
"Gila lo, nggak ada yang lebih kasar apa? Lo kira-kira dong." Feby tampak murka dengan kelakuan temannya hingga ia menyadari ada yang salah dengan Henda.
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
Terima kasih yang telah mampir dan berkenan untuk memberi masukan, kritik, dan saran
Judul 'Tengah Malam' up-nya juga tengah malam, syahdu.
See ya ^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top