ORANG TUA?


Pukul tiga pagi, semua masih berada pada tempat duduknya. Namun, ada satu orang yang terbangun, ia tak tenang dengan keadaan. Seperti meresahkan sesuatu, Lilia memandang di kejauhan kaca jendela mobil.

Rega pun tersadar, melirik tanpa diketahui Lilia.

Ada apa dengan Lilia.

Sejurus hening

"Li." Lilia terperanjat dengan suara yang datang dari arah belakang, suaranya lembut dan berat.

"Reg—" Rega melekatkan jari telunjuknya di depan mulut yang mengerucut.

"Kau kenapa Li?"

"Aku ingin buang air kecil," jujurnya. Gadis ini tampaknya sudah merasakan resah yang teramat hingga keringat dingin menyembul dari pori-pori.

"Kau ingin kencing jam segini, kita masih di depan itu." Rega memperlihatkan kecemasan pada gadis di depannya.

"Iya, biasanya jam segini aku suka kebelet," aku Lilia dengan bibir yang sedikit digigit.

Rega berpaling dari Lilia, melihat ke kaca belakang mobil. Sangat hening bahkan angin yang meniupkan ilalang di sekitarnya pun tak ada, hanya bulan yang tampak terang di tubuh malam hitam saja yang seperti meramaikan suasana yang muram.

"Baiklah, ayo aku antarkan!" ajak Rega dengan berusha menyakinkan dan menguatkan dirinya adri kesunyian malam.

"Ke mana?"

"Ke mana yang kita rasa aman, kau bisa membuat pintu terbuka?"

Lilia mengangguk secepatnya ia menjulurkan badannya ke arah Henda, mencoba untuk membuka kunci pintu mobil tanpa membangunkannya. Perlahan tapi pasti, Lilia melakukannya dengan sangat elegan dan mulus—seperti seorang ahli.

Lilia menegakkan tubuhnya lalu mengerling beberapa kali ke arah Tomy dan Gabriel, Rega menepuk pundak Lilia halus dan menginstruksikan dengan isyarat menunjuk ke arah pintu di dekat Tomy dan Lilia menurutinya.

***

Setelah Lilia berhasil keluar, Rega menyusul. Ia melompat ke tengah antara ruang tempat Tomy tidur dengan ruang milik Gabriel. Tak ada tanda keresahan di antara mereka. Rega lantas melanjutkan aksinya. Sedikit pergerakan oleh Gabriel membuat Rega menghentikan aksinya sejenak. Lilia pun yang menyaksikan kontan membelalakan mata.

Lilia melambaikan tangan dan Rega pun kembali melangkah melewati Tomy hingga ia berhasil melalui masa resahnya.

Tomy membuka sedikit matanya, kemudian kembali menutup kelopak mata diiringi gerakan mulut yang sekaan mengunyah sesuatu.

Mereka telah berada di luar kini. Udara dingin menusuk, menembus sweter yang dikenakan oleh Lilia, tubuhnya tak kuat, kontan ia mengusap kedua lengannya beberapa kali. Hal itu menaruh simpatik Rega.

"Lo ... eh, kamu kedinginan? Mau pake jaket aku nggak?" tawarnya pada Lilia.

"Nggak, nggak apa-ap—" Belum sempat Lilia menggenapkan kalimatnya, Rega langsung menyampirkan jaket Hoodie yang ia kenakan kepada gadis di sampingnya. Sedikit menata dan Lilia hanya terdiam.

"Kita akan ke mana?" tanya Lilia dnegan suara yang pelan.

"Yah, di sekitar sini saja, tidak perlu jauh-jauh. Nanti mereka mnecari kita."

Ketika Rega dan Lilia kaan melangkah menjauhi mobil, tiba-tiba ada yang menepuk sebelah bahu keduanya dari belakang. Membuat keduanya saling lirik.

Beberapa detik berselang hingga terdengar suara bariton dari arah belakang Regja dan Lilia.

"Kalian mau pergi ke mana?"

Rega yang pertama mebalikkan badan langsung membalas, "lo ngagetin tahu!" bentak Rega.

"Kalian mengendap tak jelas, takut kalian melakukan hal nekat."

"Emangnya gue ngapain? Nih, Lilia mau kebelet kencing," ujar Rega. Sementara itu, Lilia yang bergeming masih mencoba untuk menenangkan diri, ia melebarkan pandangan untuk mencari tempat yang dirasa aman untuknya.

"Kita ke sana, yuk!" ajak Lilia kepada dua pemuda yang masih berseteru.

"Oke, kita ke sana," balas Rega mengikuti langkah Lilia.

"Eh, tungguin gue Re."

***

Ketiga orang itu menuju tempat agak ke sisi timur mobil. Tempatnya tidak ditumbuhi ilalang yang lebat, hanya rereumputan liar. Sedangkan di arah jam sembilan yang tak jauh dengan rumah yang bersembunyi di balik ilalang. Tomy memandang dengan penuh rasa heran. Dua pohon dengan ukuran yang hampir mirip. Kedua berdiri kokoh bak dua orang kesatria penjaga gerbang istana.

"Jangan terlalu lama melihat mereka!" tegas Lilia pada Tomy hingga pemuda itu menoleh ke arah gadis yang kini rupannya telah mengalihkan pandangan ke arah depan. Melihat ke arah jalan.

"Kau? Maksudnya mereka itu siapa?" tanya Tomy memastikan.

"Ya, mereka menatap kita seperti seseorang yang menunggu mangsanya."

"Kau melihatnya? Kau bisa melihat semuanya?" Tidak bisa dipercaya bahwa seorang gadis yang terlihat sederhana dan tidak terlihat seperti pemburu hantu bahkan lebih jauh lagi, dirinya tampak seperti seleb Instagram ketimbang pemburu hantu yang biasanya menampakkan sifat tegas, misterius, dan menguarkan hawa gelap dari tingkahnya. Lilia berbeda, dia begitu manis di luar, Tomy hampir mengira bahwa gadis ini salah pergaulan. Dia lebih cocok bermain bersama kawan kutu buku atau gadis yang senang dandan dan belanja ke Mal.

"Tidak apa-apa, mereka hanya mengawasi kita dari jauh, mereka takkan mengusik kita jika kita tak melakukan hal yang megganggu mereka, kecuali ada dari mereka yang haus untuk menerkam."

Bergidik jaket Tomy dengan ucappan Lilia yang menusuk menembus akar ketakutan Tomy.

Rega membelah ketegangan dari Tomy dan Lilia."Kita akan baik-baik saja, Li aku menemukan tempat yang tepat .... emmm, kurasa."

"Kau menemukannya?"

"Kau bisa bersembunyi dibalik tumbuhan perdu di sebelah sana, sepertinya aman."

Lilia terdiam saat melihat tempat yang banyak ditumbuhi tumbuhan perdu yang tingginya tidak lebih dari pinggangnya.

Lilia berbalik ke arah kedua pemuda yang berada di belakangnya.

"Tenang-tenang, kita tak akan mengintip paling sedikit." Mendengar ucapan Tomy membuat Lilia menampakkan muka kecutnya.

"Si bodoh ini, biaru aku yang urus. Tom—" Rega memberi isyarat setelah menyerong tubuhnya, meminta kawannya untuk mengikutinya.

Tomy berpikir, ia sudah menyaksikan keanehan demi keanehan sedari awal Vino dinyatakan hilang.

"Lo mesti ngerasa risi."

Rega menghentikan langkah.

"Lo mersa risi dnegan mereka?" tanya Tomy untuk menegaskan.

"Gue hanya bingung dengan apa yang mereka lakukan, tapi sepertinya mereka serius akan membantu kita."

"Ya, lo benar kawan."

Baru beberapa langkah ketika mereka merentangkan jarak dengan posisi Lilia, seharusnya mereka mengambil jarak untuk mendekati mobil. Namun, jarak yang ditempuh oleh keduanya justru mendekati dua pohon besar yang masih berdiri dengan angkuh.

"Tom gue merasa ada yang aneh, kok lo bilang tadi lo diberi tahu tentang rumah kakek lo dari orang tua lo, emang orang tua tiri lo sekarang tahu rumah kakek lo?"

"Bukan orang tua angkat gue yang ngasih tahu Re," kata Tomy terus terang.

"Terus?" Sekian detik dan Rega merasakan kekhawatiran membius dirinya kini.

"Orang tua kandung gue."

Rega semakin diterkam kegelisahan. Ketakutan kini mulai menyerang dan berupaya menjatuhkan tubunya.

"Kali ini lo benar bikin gue merinding Tom," ungkap Rega menahan rasa yang makin menyerang pertahanannya.

"Maksud lo?"

"Tom, orang tua lo udah meninggal sejak kita masih kecil, masih main-main, bukannya lo selalu nangis tiap malam kalau ingat orang tua lo?"

"Tom, orang tua siapa yang lo maksud?" Suara Rega makin terdengar samar di telinga Tomy, guncangan hebat di pikirannya membuat perkataan Rega tak terdengar, dirinya seakan terbawa hanyut dalam kolam yang dalam, hanya suara seperti air yang bersiul di telinganya sekarang. Pikirannya melayang lepas ke dalam suara-suara kedua orang tua yang selama ini berada di sampingnya.

"Tom, lo nggak apa?" Rega bertanya dan sedikit khawatir dengan ekspresi Tomy. Pandangannya kosong, sedangkan Tomy tak bergerak sedikitpun.


^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

Terima kasih yang selalu stay membaca ceritanya

Terima kasih yang telah memberi masukkan, kritik, dan sarannya 

see ya ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top