GONE

"Mungkin kita harus mencari udara segar terlebih dahulu?" Tomy bertanya pada semuanya. Semua orang sepakat dengan pendapat Tomy dan mereka bergegas untuk pergi mencari makanan yang bisa mereka makan untuk sekadar mengisi perut yang kosong dan mencari udara segar.

Kelima orang yang tersisa itu kini bersiap untuk keluar dari apartemen. Mereka telah rapi dengan pakaiannya masing-masing. Setelah itu mereka menuju lift yang kosong. Tadinya di dalam lift itu terdapat sepsang remaja. Tidak ada yang aneh sampai Rega merasakan hawa berbeda dari sang wanita yang pundaknya terangkul oleh tangan si pria.

Rega melihat sang wanita itu terlihat melirik ke arahnya, lirikannnya tampak berbeda seperti ia sudah mengenal Rega sejak lama. Kemudian, Rega mengerling ke arah Lilia dan Gabriel yang tampak diam. Gabriel  terus menengadah. Rega ingin mengucapkan sesuatu. Namun, baru saja mulutnya menganga untuk mengeluarkan kata-kata, tetapi ia urungkan kembali niatnya dan berbalik badan dengan pandangan lurus ke depan: arah pintu lift.

Pintu Lift tertutup, Tomy tampak bertanya-tanya kepada Feby, tetapi amat tak beruntung seperti hari-hari biasa Tomy mencoba melakukan pendekatan kepada gadis impiannya itu. Rega terus memperhatikan angka Lift yang berkurang di beberapa detik lift itu turun.

Sedikit pusing akibat gravitasi lift, tidak membuat Rega gusar. Ia telah terbiasa, meskipun yang ini lebih dirasakan. Angka lift telah sampai di digit satu dan akan meniti pada angka empat.

***

Lift seakan berhenti, Rega menyapu pandangan ke sekitar dan mendapati teman-temannya juga kebingungan dengan situasi yang terjadi.

"Apa yang terjadi?" Feby terheran-heran.

Beberapa detik lift tidak bergerak sedikit pun, tidak ada guncangan, semuanya pun tidak dibuat pusing.

Sepersekian detik yang datang,  Rega dan empat kawannya seakan dijatuhkan secara mendadak dari atas jurang. Lift itu melaju dengan cepat, amat cepat bahkan melebihi kecepatan roaller coaster. Rega merasakan organ tubuhnya terangkat ke udara, terkoyak ke dinding teratas tulang-tulangnya.

Tidak hanya dialami Rega, semua yang berada di dalam lift juga merasakan hal yang sama, ketika leher tercekik oleh dehidrasi yang membuat kerak dan luka yang terasa panas dan membakar. Lambung-lambung mereka terkocok dan isi perut mereka seakan mendobrak ingin keluar dari dinding yang membatasi. Putaran ini mirip seperti beliung yang dibuat oleh para makhluk yang sebelumnya mengepung Rega dan kawan-kawannya.

Rega dan keempat temannya dalam bahaya. Lift itu semakin turun dengan kecepatan tak terkendalli, angka-angka yang melekat di dinding itu menyala dan mati secara acak, pun angka yang menunjukkan lantai hingga beberapa lama setelah mereka merasakan tubuh mereka sudah tidak kuat. Lift itu berhenti.

Selama beberapa menit Rega mendengar suara dentuman hebat, Rega tersengal begitu juga yang lainnya. Lilia sampai terhuyung dan merosot di salah satu dinding, Feby yang berada di dekat Tomy terbatuk-batuk, sementara Tomy terlihat sedang meneguk salivanya. Menyikap keringat yang bercucuran deras melalui pori-pori kepalanya.

Beberapa waktu yang hening sampai akhirnya terdengar suara derit pintu lift.

Ketika pintu lift itu terbuka, mereka melihat sebuah lorong panjang yang gelap, bau anyir langsung menyusup masuk dengan agresif ke indra penciuman kelima orang yang masih tercengang dengan apa yang mereka lihat.

Sebuah tempat yang tidak asing lagi bagi mereka. Tempat yang sama dengan tempat terakhir yang mereka tinggalkan.

Feby kontan berteriak histeris. "Ini tidak mungkin, INI TIDAK MUNGKIN!!!" Laungan Feby membuat Tomy spontan menutup kedua telinganya dengan telapak tangan.

Feby menjerit, merajuk sejadinya. Tomy yang berdiri paling dekat dengannya merasa kebingungan dengan tingkah Feby. Tomy ingin berusaha menenangkan.

"Kita ditunggu oleh seseorang." Kalimat tandas Gabriel membuat telinga yang mendengar memusatkan pikiran hanya kepadanya.

"Maksudmu?" Kali ini Lilia berani untuk bertanya.

"Ya, kita ditunggu entah sama siapa tapi keberadaan kita ditunggu," ujar Gabriel, pandangannya tak fokus, ia seakan melihat apa yang dia pikirkan dan mendengar apa yang dia lihat dengan hal yang orang di sekitarnya tidak mengetahui.

"Apakah kita akan melakukannya lagi?" Tomy melirik ke arah masing-masing dari empat orang berdiri, Feby masih mengatur napasnya, menetralisir kondisinya.

"Ya, sepertinya kita harus melakukannya."

Mereka akhirnya memutuskan untuk keluar dari lift yang memiliki sinar dari lampu apartemen, ke lorong yang remang, tanpa penerangan, Rega mengira sinar yang membantunya itu berasal dari sinar bulan yang menyelisik ke sela-sela dinding bangunan.

Beberapa langkah dan tidak ada tanda-tanda sesuatu pun, Gabriel yang tadi menduga ada yang menunggu mereka pun tidak tahu kelanjutan arah perjalanan mereka. Alhasil, mereka berjalan mengikuti jejak-jejak pada sinar bulan yang masih menaungi mereka.

***

Beberapa langkah dan perjalanan panjang. Feby menghitung perjalanannya sudah memakan waktu salama dua jam lebih, Feby memang mempunyai kebiasaan terhadap waktu. Bisa dibilang perkiraannya hampir akurat.

Tiba-tiba terdengar suara laungan yang amat kencang dari arah barat mereka, suara itu terdengar seperti petir yang menggelegar di beberapa detik kemudian. Baru saja Rega dan teman-temannya menyadari bahwa sosok makhluk yang lolos dari kejadian itu mendatangi mereka dan lekas-lekas mereka berlari, makhluk itu semkain kencang melebihi kecepan lari kelima orang yang sudah letih berjalan jauh.

Suatu kebetulan ketika Rega memejamkan matanya dan menyebut nama Vino, makhluk yang sudah berjarak kurang dari lima senti itu tiba-tiba menghilang.

Tomy yang terheran mengutarakan apa yang ada di pikirannya saat ini.

"Ke mana dia?"

Rega sejenak terdiam.

"Tidak perlu dipikirkan, ayo kita tinggalkan segera tempat ini."

Ketika mereka telah sampai di depan sebuah pintu besi besar. Pintu besi yang berselimut dengan karat, sarang laba-laba dan debu yang menjadi kerak. Pintu besi itu mempunyai ketinggian lebih dari dua kali lipat tinggi Rega dan Tomy.

Rega memperhatikan dengan jeli detail dari pintu itu lalu merabanya. Ia tercenung ketika merasakan sesuatu yang asing, tetapi ia dapat menebaknya.

"Kalian, coba rasakan permukaan pintu ini," pinta Rega kepada semua temannya.

Lekas Gabriel yang pertama memeriksa dan benar saja ia merasakan adanya sebuah ukiran dari lapisan pintu besar itu.

"Ini seperti ...."

"Lo tidak akan mencobanya, kan?" Rega menahan tangan Gabriel yang hendak membuka pintu itu dengan tanda yang paling menonjol di bagian permukaan pintu.

"Kurasa, gue akan melakukannya."

"Tunggu dari mana lo tahu itu bisa ter—"

Belum sempat Tomy menggenapkan kata-katanya, pintu itu sudah terbuka, sebuah angin mendorong mereka dan mereka pun terhempas, terpelanting cukup jauh dari posisi pintu.

Beberapa menit yang hening. Siulan angin masih datang dari arah lubang pintu.

Rega mengangkat kepala, terbatuk oleh kepulan debu dari lantai yang ia tergolek di permukannya. Yang terlihat pertama adalah Lilia, wajah Lilia yang berada sejengkal dengan wajahnya.

"Li ...," lirihnya, sebelum ia memejamkan mata.

Seketika sesuatu yang aneh terjadi ketika angin yang sengit berbalik arah. Angin ini kemudian menyeret semua yang ada di hadapan pintu. Rega pun ikut terseret. Dirinya sempat memperhatikan sosok bertubuh besar, dengan tanduk yang panjang, mirip seperti tanduk banteng, tetapi lebih besar dan meliuk tengah berdiri di sisi lain pintu.

Sosok itu menyeret semua teman-teman yang berada di sekitarnya yang sedang tergolek dan tak sadarkan diri.

Apa itu? apa-apaan semua ini?

Tiba-tiba sesuatu berwujud seperti burung raksasa perlahan mendekati Rega.

"Bangunan ini berbahaya, kalian terseret karena teman kalian yang berbahaya. Egege, teman lo aman bersama gue, gue mencegah mereka membawa lo, tapi gue lengah. Sepertinya mereka ... selain lo dan Tomy sudah tidak bisa diselamatkan."

"Vin—no? Apa, apa maksud lo?"

"Seperti yang Tomy katakan," burung raksasa itu kemudian berubah menjadi seorang pemuda yang tak asing bagi Rega, "bangunan ini memakan tumbalnya. Desa itu tidak ada dan teman-teman lo memang tidak ada, lo dan Tomy terperangkap bersama. Sekarang, kembalilah pulang."

"Selamat tinggal, Egege. Maaf, gue tidak bisa kembali. Gue harus berjaga ... di sini"

Kalimat itu membuat Rega tercenung, kemudian semuanya terisap. Di pandangan Rega, ia hanya melihat debu yang masuk ke dalam pintu yang lesat menutup, meninggalkan dirinya dan Tomy yang masih terkapar.

-------------TAMAT-------------

Bagaimana kisahnya?

Hehehe, bubuhkan kritik dan sarannya, yap. ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top