Wonder Kid VS Goliath

Quest 7 : Buatlah makhluk di atas muncul dari gudang sekolah. Tokoh utama dan temannya pun mengalahkan makhluk ini di halaman depan. Setelah makhluk ini hancur, tiba-tiba muncul sebuah kertas dengan bertuliskan huruf aneh. Tak seorang pun bisa membacanya. Khusus bab ini maksimal kata naik menjadi 1.500 kata. Pemberian nama bab terserah dan jangan lupa ketentuan yang berlaku.

***

"Oy, Rion? Kaukah itu?" sebuah suara mengalihkan perhatianku dari Bapak Puzzle. Itu suara yang kukenal, tidak salah lagi dia pasti Windy.

"Kau kenapa? Kau baik-baik saja?"

Aku gelagapan, langsung meninggalkan Bapak Puzzle tua itu sendirian di gudang. Aku membuka pintu gudang dan kontan melihat Windy yang tengah berkacak pinggang di depan pintu.

Hei, kau! Apa yang sedang kau lakukan sendirian di gudang, hah?"

"Tidak, aku tidak melakukan apa-apa," kataku dengan kalimat terbata.

"Kau tahu, aku membawa kabar buruk untukmu."

"Hah, ada apa?"

WOARRR!

Kami berdua berjengit. Suara laungan yang terdengar amat keras membuat telingaku bergetar seperti dangdutan. Tidak, ini tidak baik, aku harap aku salah karena mana mungkin aku menemukan makhluk berambut lebat itu di sini.

Dan suara itu kembali hadir. Raungan itu seperti suara yang kukenal.

Suara itu terudengar sangat jelas, dugaanku raungan itu berasal dari balik pintu, apakah benar? Bapuz yang melakukannya?

Aku meraih tangan Windy dan berlari ke halaman sekolah, masih berada di depan gudang. Gudang tempatku menjadikan markas memang terpisah dengan bangunan sekolahku yang lain, dia maunya menyendiri, tidak seperti bangunan gedung yang lainnya. Dia memang tipe bangunan nolep. Malas bersosialisasi.

"Jangan bilang itu Bapuz?"

Windy menoleh ke arahku seraya bertanya, "Bapuz apa?"

"Dia-"

***

Sekarang suara itu bercampur dengan suara gelagar atap yang bertebangan, sosok makhluk yang aku lihat saat di pulau Dinasaurus menjadi sosok yang menyembul dari bangunan sekolahku. Ia menghancurkan atap menjadi kepingan besar dan melempar ke sembarang tempat, membuat kepingan atap itu terhempas sepersekian detik di udara sebelum akhirnya jatuh ke tanah.

Raksasa itu meraung lagi sambil merubuhkan tembok gudang. Awan mendung jatuh menutupi tubuh langit yang hampir menemu senja. Aku melihat ada berkas-berkas sinar yang meneteskan cahaya terakhir sebelum akhirnya hilang tertelan awan kelabu itu.

Raungan raksasa itu kembali muncul. "Kau ingin diperhatikan, ya? Dasar Yepi jelek!" gertakku melihat makhluk bertubuh tinggi dengan bulu yang sangat lebat. Badannya yang lebar dan kepalanya yang kecil, hampir terpendam dengan tubuhnya yang mirip seperti ayam kalkun Ayah yang sudah dikuliti untuk dipanggang.

Barulah aku bisa melihat dengan jelas kepala makhluk buas itu, mirip kingkong raksasa yang kulihat sebelumnya. Akan tetapi, yang ini berwarna ungu bunga lavender, kalian tahu, kan bunga lavender? Sebab aku tidak tahu, setelah ini kalian harus memberitahuku. Entah kenapa, rambutnya itu, lho. Bersinar. Kontras dengan latar langit gelap. Tidak, tunggu, aku keliru. Itu bukan tubuhnya yang bersinar, tetapi mata yang mirip mata Superman ketika mengeluarkan laser. Kelir mata raksasa itu menjadi putih sinar, seperti mata Loreng yang tersorot flashlight gawai Ayah ketika aku hendak mengambil foto.

Aku merasakan bajuku tertarik, sampai kacing bajuku ketiga dari bawah hampir melompat dari ikatannya. Windy menarik bajuku terlalu kencang.

"Mo-"

"Momogi? Monyet? Mobil truk?"

PLAK!

"Sedihnya diriku ditampol, untung dia kesakitan juga."

"Apa, lihat-lihat? Kau ingin menertawaiku karena aku kesakitan, kan?"

"Tidak, tidak!" Aku menggerakkan kedua tanganku ke arahnya.

Raksasa itu meraung kembali dan melangkah dengan kaki besarnya, ketika kaki itu menyentuh tanah suara gemuruh merayap di permukaan tanah, aku dan Windy merasakan getarannya, seakan tanah yang kami pijaki bergoyang.

"Kau ingin diperhatikan, ya? Cemburu? Merasa dicuekin, hah? Dasar raksasa jelek, sekarang aku tanya di mana Reli?" tanyaku sambil berteriak, aku sedikit membusungkan dada, mengepalkan kedua tanganku di samping.

"Kau tahu dia itu makhluk apa?"

"Tidak, mungkin ... dia sejenis Big foot atau Yeti pecinta purple."

PLAK!

"Aku, juga suka!" Windy menampakkan bersungut-sungut sambil mendekat padaku.

***

Tanpa disadari makhluk itu telah berada di depan kami, menyimak percakapan kami. Ketika tersadar kami langsung berlari, sekencang mungkin di halaman sekolah. Langit menangis, hujan menubruk ke tanah dan mencuat aroma segar tanah, lembabnya udara, dan aroma klorofil rerumputan yang kini kami injak.

"Hei Yepi ungu, emangnya kami takut sama kau, jelek Yepi jelek," ledekku pada makhluk berambut lebat yang malah membuat raksasa itu makin geram. Ia meraung dan memukul dadanya beberapa kali.

Raksasa itu mengejar, helaian tambutnya berayun ketika ia mengejar kami. Bukan seperti kingkong yang aku lihat Sebelumnya. Makhluk ini berjalan layaknya kami para manusia.

Aku dan Windy berlarian ke sana-kemari, tergopoh-gopoh.

"Huh, hah, huh, hah. Windy kau baik-baik saja?" Aku menoleh ke belakang melihat Windy ternyata telah membungkukkan kepalanya, aku berhenti sejenak. Anak perempuan itu tengah kelelahan, napasnya tersengal, ia telah bermandikan keringat. Ia terduduk, wajahnya pucat pasi.

Aku meraih tangan Windy dan berlari ke bak pasir (tempat untuk melakukan olahraga lompat tinggi). Aku menginstruksikan Windy untuk membenamkan diri persis seperti yang aku lakukan. Sayangnya aku ketahuan. Tubuhku terlalu mencolok.

"Ri-on." Lirih Windy. Ia sudah sampai pada batasnya, aku berteriak kepada Bapak Puzzle.

"Bapuzzz, bisa bantu kami melawan raksasa ini?!"

"Bapuzzz!!!"

Setelah teriakan ketiga, Bapuz barulah merespons dan gudang itu mengeluarkan semburat seperti debu-debu emas. Semburat itu menghampiri kami.

"Ayo, kau bisa menjadi ksatria Windy. Kita adalah Wonder Kid yang melawan monster jahat."

Sekelat sekeliling kami berubah menjadi lingkaran permen lolipop. Warna pelangi. Sebuah ketapel meloncat dari dalam tubuh Bapuz. Aku menangkap ketapel itu. kemudian, Windy dengan lembut dan sedikit ragu menerima seruling yang mengampirinya dari helaian semburat.

"Ini apa? Apa yang harus aku lakukan dengan benda ini?"

Dan suasana di sekitar kembali seperti semula, awan mendung dan langit gelap kembali hadir.

***

Raksasa berambut lebat itu menghampiri kami dengan seringai menakutkan, kulihat Windy kontan memejamkan mata. Namun, aku tidak, aku malah berkaca-kaca karena mataku terkena pasir. Perih sekali.

"Kau tiup saja seruling itu!"

"Aku tidak bisa meniup seruling."

"Aku yang akan mencobanya, ya." Aku menarik napas dalam-dalam, terlalu dalam dan terlalu lama sampai-sampai udara yang keluar dari bokongku yang lebih dulu keluar.

Windy terbatuk dengan aroma kentutku, sementara itu di sepersekian detik kemudian bunyi gedebum membuat kami berjengit.

Jangan bilang raksasa itu tidak tahan dengan aroma semerbak kentutku?

"Bagus, Onion!" tukas Windy sambil menepuk punggungku, terlalu keras sampai-sampai badanku condong ke depan.

"Berarti monster itu sudah kalah?"

"Se-pertinya," kataku sambil menaikkan alisku. Sebenarnya aku ragu.

Kami mendekati monster itu. awalnya kami berjalan dengan sangat hati-hati, setelahnya kami berbisik, kemudian berteriak, menggelitik pipi dan terakhir aku mencolok matanya dengan ujung seruling. Tidak ada pergerakan dari raksasa itu.

"Yeay, kita berhasil mengalahkan monster," girang Windy.

"YEAY!" seruku ikut senang sambil mengangkat tanganku ke udara.

"Oke, setelah ini apa?" tanya Windy.

"Hem, kita tinggalkan saja monster itu. Yuk, kita pulang!"

***

Baru saja aku dan Windy berbalik dan melangkah beberapa kali, raksasa itu kembali mengeluarkan suaranya yang kini makin membuat telinga kami berdenyut, mau pecah. Kami menutup kedua telinga kami.

"Sepertinya dia makin marah, oh tidak dia mulai kembali mengejar kita!" teriak Windy hingga membuat telingaku berdengung dua kali lipat.

"Ah, ini mengganggu!"

"Apa yang harus kita lakukan?"

Hem, kenapa Bapuz memberi kami ketapel dan seruling ini? Aku melihat ketapel di tangan kananku dan seruling di tangan kiriku.

Seruling itu panjang, sedangkan kita tak punya batu dan sekitar halaman sekolah tidak terdapat batu yang hadir.

Baiklah, kalau begitu aku akan melakukan hal lain.

Aku mematahkan seruling itu menjadi dua bagian, kemudian membaginya kepada Windy.

"Windy kau bisa melakukannya!"

"Baiklah, akan kucoba tapi pastikan ini tidak akan membuatku menyesal!"

Windy mulai menarik napas. Dia mendekatkan bibirnya perlahan ke mulut seruling itu, aku memperhatikannya, gerakannya sangat lemah lembut. Ketika bibir seruling itu telah melekat ke bibir Windy. Suara sumbang terdengar, kepalaku menjadi pening. Namun, itu malah membuat sang rakasasa semakin marah.

"Tidak ada waktu!"

Lesat aku menautkan patahan seruling di tanganku, menarik karet ketapelku ke arah wajah raksasa itu.

TEPAT. Bidikanku tepat sasaran. Patahan seruling itu langsung terkena ke mata kiri raksasa ungu itu. Windy yang penasaran langsung merebut ketapel yang kupegang dan melakukan hal yang sama seperti yang kulakukan.

Tak diragukan lagi, Windy memang pembidik jitu, lebih jitu dari yang kubayangkan.

Selama sepersekian menit rintihan raksasa itu terdengar. Sampai akhirnya dia tumbang.

Tubuh raksasa itu bergetar selama beberapa saat sebelum akhirnya hancur seperti kepingan kaca yang jatuh dari lantai dua gedung sekolahku.

Kepingan itu kemudian menjadi sobekan kertas.

"Raksasa ini ... apakah terbuat dari kumpulan kertas?" tanya Windy melirik ke arahku. Namun, aku hanya mengedikkan bahuku.

"Sebaiknya kita pulang, badanku sakit semua," ungkapku.

Aku dan Windy berbalik untuk kembali pulang.

Tiba-tiba, sebuah sobekan kertas yang masih tertinggal bertengger di wajahku, menghalangi pandanganku.

"Aaaa, Windy, tolong lepaskan! Tolong lepaskan!"

"Aneh, tadi menghadapi raksasa, kau bisa tenang," Windy lesat mengambil kertas di atas wajahku," "kenapa sekarang panik dengan selembar kertas?"

Aku hanya tersenyum meringis. Tersipu malu dengan tingkahku.

"Windy, tampaknya ada sesuatu yang terukir di situ?"

"Iya ...." Windy melihat dengan ragu.

"Ini tulisan apa?"

Aku mengusap dagu. "Ini seperti tulisanmu." Sejurus tinju mengarah ke kepalaku, aku mengaduh kesakitan dalam beberapa detik.

"Ini tulisan, tapi aneh, apa isi tulisan ini?"

"Aku pun tak tahu!"

To be continued ...
1402 kata

wga_academy
seirin11_04

catatan: nolep adalah bahasa pergaulan anak muda zaman sekarang yang merupakan bahasa slang dari no life.

Terima kasih yang sudah mampir dan memberi masukan.

see ya ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top