Chapter 3

Pria itu selalu melemparkan senyum misterius pada Valeri, seperti ada rahasia besar yang disembunyikannya. Penampilannya tidak hanya rapi, tetapi juga berwibawa, mengundang rasa penasaran Valeri untuk menggali lebih dalam. Saat Valeri melihat lencana yang berkilau di dada kanan sang guru, ia merasakan getaran aneh, seolah ada aura tak terlihat yang menyelimuti.

"Saya... izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Kalent Gloory, panggil saja saya Profesor Gloory. Di sekolah ini, saya memegang tanggung jawab sebagai guru Matematika," kata Profesor Gloory, suaranya penuh kehangatan, meskipun matanya tetap menyimpan semacam teka-teki.

"Di sana, kamu dapat menemukan beberapa guru. Lihat ke sana. Dari paling ujung kiri, ada Profesor Cestree sebagai guru Fisika, mengenakan topi biru. Profesor Madlyn, ah, dia adalah guru Kimia yang memiliki keahlian istimewa. Profesor Betzer sebagai guru Sejarah, membawa jejak masa lalu ke dalam pelajaran. Profesor Kromosom, dia adalah ahli Biologi yang selalu membawa kehidupan di setiap kata. Dan yang terakhir, Profesor Dory, sang guru Kebahasaan, menjalani kehidupan dengan kata-kata."

Setiap kata yang diucapkan Profesor Gloory seolah memperkuat atmosfer magis yang menyelimuti sekolah ini. Valeri mencoba menyerap segala informasi yang disampaikan sambil menuliskan setiap kata, merasa semakin terperangkap dalam pesona sekolah yang penuh misteri ini.

Menarik! batinnya.

"Untuk kepala sekolahnya?" tanya Valeri, ingin mengetahui lebih banyak tentang sosok yang memimpin sekolah ini.

"Profesor Kearrymouelart Diaz. Sayangnya, beliau sedang terlibat dalam rapat penting di luar negeri," jawab Profesor Gloory dengan suara yang tetap ramah. Namun, matanya terlihat cerdas, seakan mencoba membaca setiap pikiran di balik ekspresi wajah Valeri.

"Eh, maaf? bisakah Anda ulangi nama kepala sekolahnya?" pinta Valeri, masih berusaha mencerna nama yang terdengar begitu unik.

"Profesor Ke-ar-ry-mou-e-lart Di-az. Tapi lebih baik panggil saja dia Profesor Ke-ar-ry-mou-e-lart," jawab Profesor Gloory dengan senyum khasnya, memberikan sentuhan humor yang mencairkan suasana. Bibirnya terlihat melucu, dan Valeri tidak dapat menahan senyuman yang tersembunyi di wajahnya.

Kenapa aku tidak disuruh memanggilnya Profesor Diaz saja, kan itu lebih mudah, gerutu Valeri dalam hati, tetapi tersenyum lembut sebagai respons atas kehangatan Profesor Gloory.

Dalam keadaan penuh keajaiban dan keunikan, Profesor Gloory terus memandu Valeri melalui detail-detail sekolah yang begitu menarik dalam rangkaian kata-kata menarik dari guru matematika tersebut. Mungkin sekolah ini bukan hanya tempat untuk belajar, tapi juga petualangan yang menanti untuk diungkapkan.

"Baiklah, Harris, kau datangi guru-guru yang ada di sana dan mulai memintanya untuk menyeleksi dirimu," perintah Profesor Gloory dengan suara yang penuh keyakinan. Valeri meraih kertas-kertas tersebut dan hendak memberikannya kembali kepada Profesor Gloory.

Tiba-tiba, Profesor Gloory mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Valeri menahan langkahnya. "Lembaran ini kau bawa sampai tes terakhir, dan diserahkan kembali pada saya," tambahnya dengan tegas tersirat dalam tatapannya.

"Eh, baiklah, Profesor. Terima kasih," kata Valeri, mencoba menyembunyikan rasa penasaran dan ketegangan di dalam dirinya.

Harris, nama yang jarang terdengar di telinga Valeri, membuat situasi ini semakin penuh kebingungan. Meski itu adalah nama keluarga yang secara resmi terpasang di belakang namanya, Valeri masih belum terbiasa mendengar seseorang memanggilnya dengan sebutan itu.

Valeri bermaksud menghampiri para guru dan meminta kesempatan untuk membuktikan kemampuannya, meskipun hatinya berdebar-debar. Bagaimana ujian ini akan mengubah takdirnya? Valeri memikirkan hal ini saat ia melangkah ke arah guru-guru yang duduk di sana, sambil merasakan getaran kertas di tangannya yang membawa potensi dan harapan baru.

Valeri melangkah dengan penuh keyakinan menuju Profesor Cestree, menyerahkan lembaran kertas yang sudah disiapkan. Ruangan itu seakan menyimpan aura ketegangan dan antisipasi, menandai awal dari perjalanan uji coba yang kompleks. Profesor Cestree tersenyum, tetapi matanya tetap tajam, seolah menembus pikiran Valeri.

Tes dimulai dengan beberapa soal pilihan ganda tentang Ilmu Pengetahuan Umum. Setiap jawaban yang diambil oleh Valeri terasa seperti menentukan langkah selanjutnya dalam permainan yang penuh intrik ini. Profesor Cestree memberikan kesan serius, seakan menuntut kemampuan analisis Valeri untuk bersinar.

Setelah melalui ujian pertama, Valeri melanjutkan langkahnya ke Profesor Madlyn. Ruangannya penuh dengan aura keakraban, tetapi tidak mengurangi intensitas ujiannya. Profesor Madlyn memulai tes dengan cara yang unik: speaking. Ia menyebutkan beberapa kata sulit, dan Valeri diharapkan untuk mengulang dan mengejanya. Percakapan seolah menjadi tarian kata yang menguji kefasihan lidah Valeri.

"Bagus, Valeri! Anda sepertinya memiliki telinga yang tajam untuk kata-kata sulit," ujar Profesor Madlyn dengan senyuman ramah, menciptakan sentuhan keakraban di tengah ketegangan.

Berlanjut ke Profesor Betzer, Valeri dihadapkan pada ujian R&W—Reading & Writing. Sebuah artikel menanti di hadapannya, dan Valeri membaca setiap kata dengan cermat. Kemudian, ia menuliskannya kembali dalam bentuk resume tanpa melihat teks yang baru saja dibacanya. Proses ini menantang Valeri untuk menyatukan pemahaman dan ekspresinya dalam karya tulis ilmiah yang ringkas dan informatif.

Ujian berlanjut ke Profesor Cromosom, yang memberikan lembaran tes psikotes. Dengan lima puluh soal dan waktu hanya lima belas menit, Valeri merasa tertantang. Jawaban yang rumit membuatnya harus bekerja cepat dan cerdas. Setiap soal seakan menjadi petunjuk untuk mengungkap lapisan kejiwaannya.

"Ingat, Valeri, jawabanmu mencerminkan jalan pikir unik dirimu. Jangan ragu untuk menunjukkan kreativitas dalam setiap soal," kata Profesor Cromosom sambil memberikan semangat, menambahkan sedikit keceriaan dalam keseriusan ujian.

Terakhir, Profesor Dory mewawancarai Valeri dengan pertanyaan-pertanyaan yang mendalam. Mulai dari tujuan hidup hingga kebiasaan sehari-hari, setiap jawaban memberikan gambaran tentang siapa sebenarnya Valeri. Wawancara ini memperlihatkan sisi kejiwaan dan motivasi yang menjadi fondasi keberhasilan Valeri.

Setelah menjalani segala proses seleksi yang kompleks dan mendalam, Valeri kembali dengan langkah berdebar-debar ke meja Profesor Gloory. Ruangan itu seakan menyimpan kekuatan dan harapan, dan Valeri tak sabar untuk mengetahui bagaimana hasil perjuangannya dalam seleksi yang penuh warna itu.

"Bagaimana? Mudah bukan?" tanya Profesor Gloory dengan antusias, matanya bersinar menantikan reaksi Valeri. Namun, Valeri memilih untuk tidak menjawab, hanya tersenyum masam sambil menyerahkan hasil tesnya pada Profesor.

"Oke, Harris, sekarang kau bisa tidur dengan tenang sebelum kau mengetahui pengumumannya besok jam delapan pagi. Silakan ke bagian pembayaran, Nak," kata Profesor Gloory seraya memberikan surat undangan untuk sesi pengumuman besok, hingga dimulainya tahun ajaran baru.

Valeri merasa dirinya seperti diambang tidur, terombang-ambing antara kelelahan dan antisipasi yang tak tertahankan.

Mungkin ini akan menjadi malam yang panjang, pikirnya dalam hati, sambil mencoba menyingkirkan bayang-bayang pertanyaan yang terus menghantuinya.

Kini, Valeri tinggal menunggu hasilnya besok. Setiap detik berlalu seperti sebuah tortur tak terduga. Ia merasakan beban pikiran yang semakin menghimpit, membuatnya benar-benar merenung tentang segala sesuatu yang baru saja dialaminya.

Rasanya aku mau muntah, ucapnya dalam hati, mencerminkan kombinasi antara kelelahan fisik dan ketegangan batin.

Saat menuju ke bagian registrasi pembayaran, Valeri menyadari betapa waktunya yang terbatas. Jam delapan pagi? Oh, tidak! Bagaimana aku bisa datang tepat waktu? Valeri nampak kebingungan saat membayar registrasi di tempat keuangan.

Dengan wajah yang seperti terhipnotis, ia berjalan keluar dan sesekali menggaruk kepalanya yang sudah pasti tidak gatal. Pandangannya terlempar ke arah Profesor Gloory yang sedang berjalan menuju tempat parkir mobilnya. Meski meliriknya sedikit, Valeri tetap fokus pada langkah-langkahnya, mengabaikan ketertarikan pada dunia luar.

Dari kejauhan, lonceng di menara sekolah berdentang menandakan sebentar lagi malam akan merangkak menuju pagi. Valeri melangkah dengan hati yang berdebar-debar, melintasi halaman sekolah yang senyap dan menuju gerbang.

Malam itu, seolah-olah membungkusnya dalam misteri dan harapan yang tak terduga, menyisakan pertanyaan besar yang hanya akan terjawab di pagi hari yang akan datang.

Valeri merogoh saku celananya dan menemukan bahwa uang yang tersisa hanya sepuluh trans. Dengan tenggorokan yang kering dan suaranya yang berubah menjadi serak, Valeri merasa seperti terdampar di padang pasir tanpa air. Tapi keinginan untuk membeli minuman segar mendorongnya untuk melangkah lebih dekat ke toko yang menggoda di hadapannya—'Drink! Drank! Drunk!'.

Namun, saat setengah jalan menuju toko, sebuah kilatan cahaya dan bayangan yang tiba-tiba muncul merubah segalanya. Seorang anak, usianya mungkin sebaya dengan Valeri, meluncur kencang menuju Valeri dan menyambar uang yang sedang dipegangnya.

Dalam sekejap, kekayaannya tercabut dan larinya begitu cepat. Sempat tertegun sebelum akhirnya Valeri berteriak, "Pencuri! Dia mengambil uangku!" tetapi tak seorang pun tampaknya memedulikannya.

Valeri memutuskan untuk mengejar pencuri tersebut, ransel besar yang tergendong di punggungnya bergoyang-goyang seiring langkahnya yang cepat. Mereka berlari melewati kerumunan, hingga akhirnya pencuri itu seperti menghilang dalam lorong-lorong gelap di daerah yang begitu asing baginya. Pedesaan yang sunyi dan minim penduduk membuat Valeri semakin kebingungan.

Sial! Ke mana jalan pulangku? Bagaimana aku bisa pulang? Aku pasti akan dimarahi oleh kakak nanti. Pencuri sialan! Uangku tidak tersisa sepeserpun. Jika begini caranya, aku bisa mati! batinnya, sambil merasakan dahaga yang semakin menghantui. Pusing dan lelah, Valeri merenung, mencari tanda-tanda yang bisa membantunya menemukan arah pulang.

Namun, semakin ia berjalan, semakin terasa bahwa Valeri telah terjerat dalam sesuatu yang lebih besar dan rumit. Keadaan yang semula tampak sederhana kini menjadi sebuah teka-teki yang tak terpecahkan. Dalam ketidakpastian yang mendalam, Valeri terus berjalan, berusaha mencari jawaban di pedesaan yang tak dikenal ini, dengan jejak pencuri yang menguap di tengah kegelapan malam.

Astaga, di mana ini?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top