You're Not The One [2]

Karin terdiam selama beberapa detik. Sementara Kenzo kembali melirik laptopnya. Hari ini ada beberapa interupsi yang tak terduga, di sela-sela pekerjaannya yang bertumpuk. Yang paling menyita waktunya adalah yang berkaitan dengan Jilly. Namun hal itu masih bisa ditoleransi karena perempuan itu bersedia menjadi asisten yang akan meringankan beban Kenzo. Sayang, dia tak bisa mengatakan hal yang sama untuk Karin.

"Rin, tanpa bermaksud kasar, semua yang terjadi malah bikin aku yakin satu hal. Bahwa kamu bukan orangnya," aku Kenzo. "Kamu bukan perempuan yang tepat buatku." Dia berpura-pura tak melihat ekspresi di wajah Karin yang membuat hatinya ikut tercubit. Namun, bukankah ini memang kenyataan yang tak bisa ditutupi?

"Baiklah, kali ini aku ngalah, Ken," putus Karin. Dia tersenyum ke arah lelaki itu. "Tapi, bukan berarti aku bakalan menyerah soal kita. Untuk sementara, aku nggak akan mengganggumu dulu. Aku akan ngasih kamu waktu untuk mikirin segalanya dengan kepala dingin. Setelah itu, baru kita ngobrol lagi." Karin berdiri dari kursinya.

"Karin, kalau—"

"Aku mau balik dulu ke kantorku, ya, Ken. Nanti, setelah kamu siap, baru kita kita akan ngebahas lagi soal ini. Yang pasti, kita belum selesai. Kamu harus ingat itu," tegas Karin.

Lalu, sang mantan kekasih pun meninggalkan ruang kerja Kenzo tanpa memberi lelaki itu kesempatan untuk merespons. Alhasil, Kenzo bersandar dengan kepala terasa nyeri setelah perempuan itu pergi. Entah apa yang diharapkan Karin dengan datang ke sini. Jika dia memang mengenal Kenzo, Karin pasti tahu bahwa yang dilakukannya sia-sia belaka.

Seharusnya, di antara semua orang di dunia ini, Karin yang paling tahu tentang sifat Kenzo, kan? Seperti yang ditegaskannya tadi, Kenzo tak pernah gegabah saat mengambil keputusan. Ketika lelaki itu sudah memilih, tak ada yang bisa mengubahnya. Kenzo adalah orang yang konsisten. Mungkin karena itulah dia sering dianggap kaku.

Tiba-tiba saja Kenzo seolah ditarik kembali ke masa lalu. Dia pun mulai bertanya-tanya. Apakah penolakan Karin untuk menikah dengannya adalah balasan untuk apa yang pernah dilakukan Kenzo lima tahun silam? Inikah cara Tuhan bekerja untuk memberinya sedikit peringatan? Agar Kenzo tahu bahwa di masa lalu dia pernah menyakiti hati seseorang dengan begitu parah?

"Ken, jadi orang itu jangan terlalu saklek. Kamu tuh, ya, kalau udah bilang A, sampai matahari terbit dari selatan pun tetap A. Padahal, kadang kita harus mempertimbangkan kondisi tertentu. Walau udah bikin keputusan, nggak ada salahnya diubah di tengah jalan. Berkompromilah! Toh, untuk perempuan yang kamu cinta."

Komentar bernada kritik itu dilontarkan oleh adik kesayangan Kenzo, Ava. Kakak perempuannya, Juliet, memiliki opini senada.

"Kamu itu saklek, kaku kayak kanebo kering, nyebelin," ucap Juliet. "Feeling-ku, kamu bakalan jadi bujang lapuk yang hidup merana karena kesepian. Semua pencapaianmu dalam hidup akan sia-sia saja karena cuma dinikmati sendiri, nggak ada teman berbagi. Pada akhirnya, kamu tua dan kesepian. Nggak punya siapa-siapa."

Ketika itu, Kenzo baru saja putus dari pacarnya, Reene. Berkebalikan dengan kenyataan yang terjadi sekarang, kala itu Reene mengajak Kenzo menikah. Namun lelaki itu merasa belum siap mental sama sekali. Lima tahun silam, usianya baru dua puluh tujuh tahun. Dia baru saja memantapkan karier di PT Adiraja Ekanusa cabang Surabaya.

"Itu doa jelek yang nggak pantas banget diucapin, Jules," protes Kenzo kala itu. "Nanti akan ada masanya aku ketemu perempuan hebat yang bisa menerimaku apa adanya. Jadi, kalau sekarang aku jomlo, ya nggak masalah. Nggak ada target yang harus kucapai, kan?"

Mereka bertiga saling memanggil nama karena jarak usia yang berdekatan. Juliet hanya lebih tua satu setengah tahun dibanding Kenzo. Sementara si bungsu lebih muda hampir dua tahun dari lelaki itu.

"Nggak usah berandai-andai! Yang ada di depan mata aja kamu buang. Kamu dan Reene itu pacaran sejak kuliah. Kalian udah sama-sama hampir lima tahun, kan? Kasarnya, cinta Reene udah teruji. Tapi, kamu malah nggak mau nikah sama dia. Yang kamu cari apa, sih? Jangan-jangan kamu memang nggak pernah beneran jatuh cinta sama dia."

Ava menimpali, "Mungkin dia malah nggak tau kayak apa namanya cinta. Saudara laki-laki kita ini cuma cinta sama dirinya sendiri."

Kenzo merengut. Lalu, dia membela diri, "Aku belum siap mental untuk menikah. Mungkin nanti, tiga atau empat tahun lagi. Lagian, Renee ngajak nikah karena dia dikasih ultimatum sama keluarganya. Jadi, belum tentu Reene udah siap mental juga untuk nikah. Masa kami harus buru-buru berumah tangga karena desakan keluarga? Memangnya siapa yang mau tanggung jawab kalau di tengah jalan ada masalah serius dan kami gagal beresin karena memang belum siap untuk itu?" cetusnya panjang lebar.

"Diultimatum gimana?" selidik Ava, tampak penasaran.

Hati Kenzo mendadak muram. Dia tak langsung menjawab pertanyaan itu. Pria itu menarik napas dengan berat. "Reene dikasih dua opsi. Kalau mau nikah sama pilihan sendiri, harus tahun ini juga. Kalau nggak, dia harus bersedia dijodohin. Udah ada calonnya."

Ava pun meledak. "Memangnya ini zaman apa? Masih ada acara dijodohin? Kenapa Reene nggak nolak aja?"

Kenzo mengedikkan bahu. "Aku nggak tau alasan pastinya. Mungkin pada dasarnya dia memang nggak beneran cinta sama aku," katanya, membalikkan ucapan Juliet. "Kamu kira aku paham apa yang terjadi? Renee belum pernah ngomongin soal pernikahan. Makanya, aku yakin dia belum siap untuk jadi istri orang. Tapi karena ada ultimatum itu, dia malah ngajak nikah. Menurutku, itu bukan jalan keluar terbaik. Harusnya, Renee bisa ngasih pengertian sama keluarganya. Menikah itu harusnya jadi pilihan yang paling pribadi. Nggak perlu dicampuri."

Obrolan lima tahun silam membuat Kenzo memejamkan mata selama beberapa saat. Mau tak mau, karena mengingat Ava, dia pun mulai memikirkan rentetan kejadian yang dialami Kenzo dan kedua saudaranya dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Ada banyak yang terjadi dalam keluarga mereka. Dimulai dengan wafatnya ibunda Kenzo tercinta karena diabetes dan darah tinggi yang diderita. Pernikahan si sulung saat Kenzo masih berada di Surabaya. Lalu, tragedi besar yang menimpa Ava dan menyisakan banyak kesedihan dan kemarahan pada Kenzo hingga detik ini.

Setelah menggunakan waktu secukupnya untuk menenangkan diri, Kenzo pun kembali fokus pada pekerjaannya. Hari sudah beranjak sore dan pekerjaannya belum mendekati target yang ingin dicapai hari ini. Mungkin, kali ini dia terpaksa melanggar pantangannya sendiri. Membawa pulang pekerjaan ke rumah.

Namun, saat membayangkan apa yang akan ditemuinya saat pulang, semangat Kenzo pun bangkit kembali. Dia akan memanfaatkan waktu yang tersisa semaksimal mungkin untuk bekerja. Jika memang belum selesai dan harus pulang, Kenzo takkan keberatan mengerjakan sebagian di rumah.


Lagu : Lonely (Justin Bieber & benny blanco)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top