XVIII : Pesta Halloween

Untuk Nenekku yang suka memerintah, dan untukku yang sebisa mungkin menghindari memerintah.

Membuat rencana dan benar-benar menjalankan rencana itu adalah sesuatu yang sama sekali berbeda. Ilse memegang gelas solo merah di tangannya, merasa lebih tidak berada pada tempatnya. Ilse memindai ruangan itu, dia hampir tidak bisa mengidentifikasi setiap orang karena kostum mereka, tapi menemukan Jack seharusnya tidak sulit. Seberapa sulit menemukan pria besar berkulit cokelat dengan kostum pemadam kebakaran?

"Kamu gadis Schmitz itu bukan?" tanya sebuah suara serak yang muncul di sampingnya. Ilse segera menoleh ke arahnya.

"Dan kamu Vincent, bukankah kamu dan Jack adalah ... semacam teman dekat? Kamu tidak bersamanya?" ucap Ilse berusaha untuk terdengar menyenangkan. Vincent Brown, adalah salah satu pemain football yang pasti menjadi saingan Jack tapi mereka terlihat berteman setidaknya di depan umum.

"Ahhh ... apakah kamu salah satu gadis pemandu soraknya juga? Aku tidak tahu kalau gadis gotik sepertimu juga tertarik pada pesona Jacob Prescott. Aku berharap seleramu lebih ... menarik," ucap Vincent, dia mencondongkan tubuhnya ke depan saat berbicara praktis menyerbu ruang pribadi Ilse.

"Semua orang suka Jack, aku rasa," ucap Ilse canggung, dia melangkah mundur dari Vincent. Senang karena dia masih memegang gelas solo di tangan karena Ilse benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan tangannya.

"Kecuali Sanchez, bukankah dia temanku?"

"Ya, Tam dan aku berteman cukup dekat. Apa yang terjadi padanya, itu mengerikan. Apakah kamu tahu sesuatu yang terjadi malam itu?"

Vincent menggeleng dan meminum bir sekali teguk dari gelasnya. "Tidak juga. Aku melihatnya di halaman bersama Jack beberapa saat sebelum mereka berdua menghilang. Saran untukmu Schmitz, karena bertentangan dengan keyakinan banyak orang, aku bukan bajingan. Jauhi Jack, ada sesuatu yang salah dengannya akhir-akhir ini. Aku tidak tahu apa itu, tapi dia seperti bukan dirinya sendiri."

"Apa maksudmu?" tanya Ilse tertarik dengan informasi baru itu.

"Jack yang aku tahu tidak akan meninggalkan latihan football apa pun yang terjadi. Dia ingin mendapat tempat di tim football universitas, dan sangat ingin beasiswa itu. Tapi dia terus menerus mencari alasan untuk tidak datang, dan dia sering menghilang belakangan.

"Kamu mungkin tidak percaya ketika aku mengatakan kami bukan bajingan total, mengingat bagaimana kami terkadang bertingkah, tapi apa yang terjadi pada Sanchez ... aku tidak berpikir Jack mampu melakukan hal seperti itu."

"Tapi kamu bilang, kamu memang melihat mereka bersama," ucap Ilse, dia tidak melihat koneksi lain jika Jack ternyata tidak terlibat dengan semua ini.

"Memang," jawab Vincent muram, dia menyisir rambut pirangnya ke belakang dengan jari-jarinya sebelum dia menghela napas. "Bagaimana jika kita tidak membicarakan hal muram ini lagi? Lagi pula ini pesta."

Ilse mengangguk membiarkan percakapan itu jatuh, lagi pula Vincent bukan orang yang seharusnya dia ajak bicara. "Yah, aku tidak tahu apa yang harus kita bicarakan. Aku bahkan tidak tahu kenapa kamu mendatangiku sejak awal."

Kata-kata Ilse akhirnya membuat Vincent terkekeh, dia mungkin sudah minum beberapa gelas bir. Cukup untuk melonggarkan sarafnya tapi tidak cukup untuk membuat dirinya mabuk.

"Apa yang akan kamu katakan jika aku mengatakan itu karena taruhan?"

Ilse mengedikkan bahu, dia sebenarnya tidak peduli kenapa Vincent berbicara dengannya, dia hanya penasaran.

"Berapa taruhannya?" tanya Ilse terdengar lebih ingin tahu dari pada kesal karena dijadikan taruhan.

"Seratus dolar jika aku bisa membujukmu menari, dua ratus jika aku bisa berakhir di salah satu kamar denganmu. Astaga, aku pasti terdengar mengerikan, aku tidak akan menyalahkan kamu jika menganggapku bajingan sekarang," ucap Vincent, setidaknya terdengar malu sekarang.

Ilse tertawa, jujur dia tidak tertarik untuk menggoda apa lagi menghabiskan malam dengan Vincent di salah satu kamar tapi dia tidak bisa menghentikan dirinya untuk merasa setidaknya menikmati dirinya sendiri.

"Dan kenapa kamu mau menerima taruhan seperti itu? Menggoda gadis aneh yang melihat monster pasti tidak keren untuk pemain football St. Andrew," goda Ilse, kali ini berhasil memunculkan senyuman tulus di mulut Vincent.

Pria itu tertawa terbahak dan sekali lagi mencondongkan tubuhnya lebih dekat pada Ilse, kali ini Ilse tidak mundur. "Apakah aku sudah mengatakan, kamu panas sekali malam ini?"

"Apa?" balas Ilse terkejut, ini mungkin pertama kalinya anak laki-laki di sekolahnya benar-benar menggodanya.

"Ayolah, kamu tidak mungkin tidak menyadarinya. Lihat dirimu!"

Ilse menunduk, dia tidak melihat ada yang berbeda tentangnya. Tubuh kurus yang sama, kulit pucat yang sama. Dia tidak merasa ada yang berubah. Kecuali dia mengenakan sesuatu yang lebih ketat padahal biasanya dia selalu lebih nyaman dengan kemeja longgar.

"Aku terlihat seperti ranting, aku bahkan tidak punya cukup payudara," ucap Ilse membuat Vincent hampir tersedak gelas bir keduanya.

"Tidak, tapi pinggang ramping dan pantat itu pasti sesuatu."

Ilse tertawa. "Apakah kamu baru saja mengomentari pantatku? Kotor."

Vincent terkekeh, dan Ilse hampir menarik tangannya secara refleks saat anak laki-laki itu meraihnya. "Lupakan tentang taruhan bodohku. Aku pikir kamu benar-benar menarik, ingin menari?"

"Tentu, lagi pula Jack sepertinya masih belum muncul," jawab Ilse, dia membiarkan Vincent menuntunnya ke lantai dansa tempat lampu berkedip dan musik dari stereo menggedor telinga mereka.

"Jadi kamu masih menargetkan Jack malam ini? Apakah pemain center tidak cukup menarik untukmu atau kamu hanya terobsesi dengan QB?" tanya Vincent main-main saat dia menari di depan Ilse, memberi jarak yang sopan saat mereka saling menggerakkan tubuh mereka bersama.

"Aku hanya punya beberapa pertanyaan untuknya, ini tentang apa yang terjadi pada Tam. Bisakah kamu membantuku?" tanya Ilse, tangannya mengayun di atas kepalanya saat musik dengan ketukan yang lebih cepat diputar oleh DJ mereka.

"Bantuan seperti apa?" ucap Vincent setengah berteriak untuk dapat didengar melalui musik yang keras.

"Hanya ... mengawasiku saat aku bicara dengan Jack, kalau-kalau terjadi sesuatu yang buruk. Kamu sepertinya pria yang baik, aku mungkin menilai orang terlalu cepat selama ini," ucap Ilse tulus, dia tidak menyangka akan menemukan Vincent Brown sebenarnya cukup menawan di luar wajahnya yang memesona.

"Aku sepertinya juga begitu, aku pikir kamu akan menjadi gadis aneh yang mengoceh tentang hantu atau semacamnya. Aku tidak berharap menemukan sebenarnya kamu cukup menarik."

"Jadi? Apakah itu artinya oke?"

"Aku bisa melakukan itu, meskipun aku tidak percaya Jack terlibat dengan apa yang terjadi pada Sanchez. Tapi dia memang bersikap aneh akhir-akhir ini."

"Jadi kalian benar-benar berteman? Kamu dan Jack?" tanya Ilse merasa lebih nyaman saat mereka berbicara, dia bahkan tidak menjauh saa Vincent meletakkan tangan di pinggangnya.

"Ya, kenapa?"

Ilse mengedikkan bahunya. "Aku tidak tahu, aku pikir kalian bersaing atau semacamnya."

Vincent mengangguk mengakui pernyataan itu. "Aku memang ingin posisi QB, tapi itu bukan alasan aku tidak bisa berteman dengannya. Lagi pula Jack kebanyakan teman yang menyenangkan ketika dia tidak menjadi bajingan."

Ilse hanya mengangguk saat dia membiarkan dirinya larut ke dalam musik, dia pernah beberapa kali menyelinap ke bar dengan kartu identitas palsu bersama Tam untuk menari, tapi dia jarang menikmati dirinya sendiri. Dia suka menari dan sejujurnya saat dia menggerakkan tubuh mengikuti musik, dia kembali ke aula Hollow Hall, saat tangan cakar dan kulit abu-abu memutar tubuhnya di antara musik. Saat bibir dengan taring menciumnya. Ilse memejamkan mata pada gambar itu. Napasnya berubah terengah-engah, dan bibirnya tersenyum tanpa sadar. Hanya saja saat dia membuka mata, dia melihat wajah Vincent begitu dekat dengannya, mereka praktis berbagai napas bersama. Tubuh mereka hampir ditekan dengan erat sekarang. Perasaan mengambang itu lenyap digantikan dengan beban berat di dasar perutnya saat Ilse mendorong dirinya menjauh dengan tiba-tiba.

"Sesuatu salah?" tanya Vincent khawatir saat melihat sikap Ilse yang santai berubah begitu cepat.

Ilse menggeleng dan memaksa senyum lain ke bibirnya. Dia tidak ingin membuat Vincent merasa tidak enak. "Tidak apa-apa, aku pikir aku akan mengambil minuman  lagi."

"Oke, kamu yakin?" tanya Vincent dengan perhatian yang tulus.

Ilse mengangguk kali ini berhasil tersenyum dengan meyakinkan. "Tentu saja, teruskan, aku baik-baik saja."

Ilse menyelinap di antara tubuh berkeringat dan meliuk bersama musik untuk keluar dari lantai dansa dan mencapai meja minum. Dia menuangkan bir ke salah satu gelas solo merah dan menyesapnya. Sejujurnya dia tidak terlalu suka bir, saat dia mengambil tegukan lagi, dia melihat dari sudut matanya. Jack baru saja muncul dari pintu depan.

Ilse meletakkan gelasnya di meja, dan menghela napas.



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top