VII: Pengadilan
Untuk temanku yang patah hati dan untukku yang tidak tahu cara untuk menghiburnya.
Keheningan yang terjadi saat Ilse melangkah ke aula sangat menganggu. Seolah semua orang menahan napas menunggu sesuatu untuk terjadi. Apakah mereka berharap dia akan terbakar tanpa alasan? Atau mereka menatap karena mungkin ini pertama kalinya mereka benar-benar melihat manusia berjalan di sekitar sini? Mengingat apa yang dikatakan Twilight dan Tuskroot sebelumnya, bahwa sebelum Ilse, setiap pengantin Raja Goblin telah dikurung seperti tahanan.
Ilse melepaskan napas yang sebelumnya dia tahan saat dia akhirnya mencapai Raja Goblin. Dia berdiri di dekat singgasananya, tidak yakin dengan apa yang harus dilakukan.
"Apa sekarang? Apakah aku hanya harus berdiri di sini untuk tontonan dan hiburan?" ucap Ilse, berusaha keras untuk terdengar kesal karena itu pasti lebih baik dari pada terdengar ketakutan dan tidak berdaya.
Ilse pikir dia melihat sudut bibir Raja Goblin terangkat membentuk senyum hantu, tapi dia tidak yakin karena itu berlangsung begitu cepat sebelum topeng datarnya terpasang sekali lagi. Dia akan memainkan poker dengan sangat baik, pikir Ilse.
"Aku percaya Twilight dan Tuskroot telah memberitahumu beberapa hal?" ucap Raja Goblin membuat pinggang Ilse menegang. "Kamu bisa menanyakannya langsung padaku, aku berjanji akan menjawabnya. Atau setidaknya aku akan menjawab pertanyaan yang bisa aku jawab."
"Tidak terlalu banyak informasi sebenarnya, kecuali fakta bahwa kamu telah membunuh setiap wanita yang kamu ambil sebagai pengantin. Aku hanya tidak mengerti kenapa? Apakah kamu hanya kejam atau apa?" ucap Ilse tidak bisa menahan aliran pertanyaan begitu dia memiliki kesempatan. Dia hampir tidak peduli lagi dengan ratusan goblin yang mengelilinginya saat ini. "Apa yang kamu dapatkan dari melakukan semua ini? Itu tidak seperti kamu akan mati atau sekarat jika kamu tidak melakukannya, bukan?"
Ketika Ilse melontarkan pertanyaan itu, semua goblin di ruangan itu menarik napas terkesiap dan Raja Goblin menghela napas, tapi gagal mengatakan apa pun. Seolah dia tidak bisa menjawab itu, atau mungkin karena jawabannya sangat buruk?
"Apakah itu dia alasannya? Kamu benar-benar sekarat?" tanya Ilse, anehnya tidak bahagia dengan fakta itu.
"Kami semua sekarat," jawab Raja Goblin, nadanya tetap datar tapi ada sedikit gejolak emosi yang mendasarinya. Kesedihan dan kemarahan yang sepertinya ditahan hingga hanya menjadi bara. Itu masih menyala, itu ada di sama, Ilse bisa merasakannya. Dan sekarang Ilse bertanya-tanya bagaimana jadinya jika kemarahan itu kembali terbakar. Seperti apa jika itu dilepaskan. Apakah itu akan menghancurkan segalanya?
Pemikiran itu menakutkan tapi Ilse tidak bisa menghentikan dirinya untuk memikirkan itu. Seolah dia ingin mendorong dan mengipasi bara itu untuk terbakar. Untuk melihat seberapa banyak kerusakan yang bisa disebabkan.
"Apa maksudnya itu?" Ilse menatapnya, menahan pandangannya untuk sekali ini dengan pikiran yang benar-benar jernih tanpa kabut anggur yang mengaburkan pikirannya. Untuk sekali ini dia bisa fokus pada setiap perubahan ekspresi di wajahnya. Bagaimana manik hitamnya menjadi lebih gelap, bagaimana rahangnya mengetat dan lubang hidungnya melebar seolah dia bersiap untuk berteriak.
"Apakah kamu tidak melihat ke sekelilingmu? Apakah ini gambaran dari kemakmuran?" ucap Raja Goblin, dia menunjuk dinding batu kasar yang mengelilingi mereka seolah itu menyinggung perasaannya secara pribadi. "Ayo Ilse, aku tidak bisa menggunakan kamu untuk membantu rakyatku dengan cara yang sama seperti aku menggunakan setiap pengantinku sebelumnya. Jadi aku berharap lebih darimu."
Ilse menatapnya terkejut dengan keterbukaan yang begitu jelas. Pada harapan yang jelas Raja Goblin letakkan padanya. Untuk apa? Ilse masih tidak tahu dan itu benar-benar mengganggu. Tidak pernah ada yang bergantung padanya sebelumnya. Dia masih tidak yakin apakah dia menyukai perasaan itu tapi dia yakin lebih suka menjadi berarti untuk seseorang dari pada tidak sama sekali. Bahkan jika orang-orang itu adalah goblin, selama itu tidak melibatkan dirinya yang terbunuh dan kematiannya.
"Aku tidak mengerti," ucap Ilse dengan suara rendah dan tidak yakin. Sekali lagi Raja Goblin mengejutkannya saat jarinya menyentuh dagu Ilse dengan lembut, jempolnya mengusap pipi Ilse.
Ilse bersandar pada sentuhan itu, dia bahkan tidak menyadari langkah yang dia ambil untuk berdiri lebih dekat. Seolah ketertarikan yang dia rasakan begitu alami, apakah orang selalu merasa seperti ini ketika Raja Goblin menyentuh mereka? Bagian lain dari pesona Raja Goblin? Atau itu karena jiwa Ilse seperti yang dikatakan Raja Goblin, bahwa jiwanya memanggilnya. Karena entah bagaimana dia benar-benar berteriak untuk diambil? Neneknya telah memperingatkan Ilse untuk belajar merasa puas dengan hidupnya, tapi Ilse tidak bisa. Ilse tidak bisa menjelaskan perasaan kosong yang dia rasakan saat tinggal bersama manusia lain. Bahwa ada sesuatu yang hilang seolah dia adalah potongan puzzle yang salah.
"Aku masih tidak mengerti," ucap Ilse lagi, dia berkedip saat jantungnya terus berdetak. Dia tidak peduli jika setiap pasang mata mungkin sedang menatap dan mengamatinya. Bahkan mungkin dia menikmati perhatian itu, untuk sekali ini menjadi pusatnya karena alasan selain dirinya menjadi gadis aneh di tengah-tengah semua orang.
"Cari tahu kalau begitu, bukankah aku sudah bilang?" ucap Raja Goblin sama sekali tidak membantu.
Itu membuat Ilse mendengus, bukannya dia tidak berusaha. Dia sudah bertanya tapi semua orang sepertinya tidak bisa atau tidak mau memberitahunya.
"Bagaimana?" ucap Ilse, putus asa untuk petunjuk apa pun. "Apakah jika aku membantumu kamu tidak akan membunuhku?"
"Aku tidak tahu, tapi jika kamu berhasil membantuku, rakyatku, kami. Aku tidak punya alasan untuk membunuhmu."
Ilse menghela napas, setidaknya itu adalah sesuatu. Ada cara untuk menghindari kematian itu sendiri, bahkan jika dia tidak bisa pergi dari Hollow Hall. Tentu Ilse akan merindukan keluarganya, bahkan dia akan merindukan Tammy tapi dia perlu fokus dengan hal-hal yang bisa dia perbaiki.
"Beri aku lebih banyak petunjuk, apa yang harus aku lakukan? Bukan hanya karena aku ingin hidup, tapi juga karena aku ingin membantu. Aku ingin menjadi berarti seperti yang kamu katakan. Apa yang perlu aku lakukan?" ucap Ilse, bersungguh-sungguh dengan setiap kata. Dia tidak berbohong, dia memang ingin membantu.
"Bantu aku mendapatkan apa yang kamu inginkan. Apa yang kamu minta sebagai syarat tanganmu di pernikahan. Bantu aku mengambilnya kembali dan aku bersumpah tidak ada lagi yang tidak dapat kamu miliki," ucap Raja Goblin masih berbicara dalam teka-teki tapi kali ini Ilse mengerti.
Masalahnya Ilse tidak tahu bagaimana dia bisa mendapatkan apa yang Raja Goblin minta. Itu tidak masuk akal, tapi siapa bilang fair folk masuk akal? Dia mungkin gila dan semua hidup Ilse selama ini hanya delirium. Dia mungkin sedang berbaring menggigil karena demam di ranjangnya. Tidak ada yang masuk akal dan terdengar nyata, tapi sentuhan Raja Goblin di wajahnya begitu nyata. Ilse tidak bisa menyangkal pengingat fisik itu.
"Dan kemudian kita akan menikah?" ucap Ilse, tidak bisa tidak bertanya-tanya apakah ini jebakan dan dia masuk dengan patuh tanpa perlawanan ke dalamnya.
"Jika kamu menginginkan itu."
Ilse ingin tertawa pada jawaban yang diberikan Raja Goblin tapi dia berhasil menahan diri di detik terakhir. Mungkin sama sekali tidak bijaksana menertawakan tawaran pernikahan seorang Raja, bahkan jika itu Raja Goblin yang mengaku bahwa dirinya dan seluruh rakyatnya sekarat. Dia masih Raja, dan mungkin itu akan menjadi tawaran pernikahan terbaik Ilse, jika saja calon suaminya tidak mengancamnya dengan kematian.
"Dan jika aku ingin pergi?" ucap Ilse, tidak bisa tidak bertanya.
Raja Goblin mengangkat bahunya dengan ceroboh, itu adalah gerakan yang begitu manusiawi sehingga Ilse tersenyum saat melihatnya. Aneh melihat Raja Goblin dengan cara lain selain takut dan kekaguman. Ilse tidak ingin jatuh tapi mungkin dia pada akhirnya tidak bisa menghindari hal itu terjadi.
"Harapanmu adalah perintah untukku," ucap Raja Goblin, kali ini Ilse yakin melihat dia tersenyum dan dia bersumpah itu mengubah wajah dengan gigi tajam itu terlihat hampir lembut, manis bahkan. Meski Ilse tidak cukup mabuk kali ini untuk mengatakannya dengan keras.
"Jadi, bagaimana aku bisa mendapatkan namamu?" ucap Ilse akhirnya memiliki semacam tujuan untuk difokuskan sekarang.
"Aku tidak tahu, tapi mungkin tamu kehormatanku bisa memberi kita petunjuk."
Saat itu dua goblin bertubuh raksasa menyeret selkies ke dalam ruangan.
Doakan aku sanggup menulis satu bab lagi sebelum tengah malam atau aku akan mendapat hukuman! Doakan aku!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top