III : Pengantin Goblin

Untuk Ibuku yang terlalu peduli dan untukku yang masih mencoba peduli.

Semua yang dilihat Ilse seperti berada di balik kabut, dia ingin menari dan dia tidak pernah ingin berhenti. Semuanya terasa menyenangkan dan lucu. Ilse sadar dia mabuk, tapi ketika goblin dengan anting-anting emas terus mengisi gelasnya dengan anggur, dia menghirupnya seakan cairan itu menambatkannya pada hidup. Ilse berputar di lantai batu seolah terjebak dalam mantra, dia tidak bisa berhenti bahkan saat dia merasakan kakinya melepuh. Dia ingin menari, dia senang dan tertawa, sama seperti setiap goblin yang mengelilinginya, kecuali satu.

"Kenapa dia tidak bergabung dengan kita?" tanya Ilse pada pria goblin yang sekarang memutarnya dalam tarian. Matanya tertuju pada Raja Goblin yang masih belum meninggalkan meja perjamuan.

Pria goblin itu mengikuti pandangan Ilse dan kemudian tertawa. "Raja tidak pernah ikut menari."

"Kenapa?"

"Karena dia bersikeras untuk menjaga sisa dari jiwanya yang menyedihkan." Ilse berhenti mati di langkahnya, membuat pria goblin yang menari bersamanya hampir tersandung dan membawa mereka berdua ke tanah.

"Jiwa? Raja Goblin punya jiwa?" Ilse mencoba menyingkirkan kabut yang memenuhi kepalanya. Dia merasa perlu melakukan sesuatu, dia perlu keluar, dia perlu—Ilse menyentak tangannya dari cengkeraman goblin yang telah menjadi pasangan menarinya selama beberapa putaran terakhir. "Harus mendapatkan keluar dari semua kekacauan ini."

Ilse berenang di antara lautan goblin yang mabuk oleh anggur ajaib, dia perlu mencapai mempelai prianya yang duduk menunggunya di meja panjang, tapi ketika Ilse mencapainya dia lupa apa yang perlu dia tanyakan.

"Manisku? Apa yang membawamu ke mejaku?" tanya Raja Goblin dan Ilse mengerjap seolah suaranya membuainya.

"Tidak yakin. Ingin menari denganku?" Ilse samar-samar mengingat tapestri yang tergantung di dinding kamar Raja Goblin. "Kita menari semalam, kenapa sekarang tidak?"

Raja Goblin tersenyum dengan lembut, jarinya meluncur di pinggang Ilse dan menariknya untuk duduk di pangkuannya. Ilse merasa sedikit sesak napas dengan kedekatan baru mereka, tapi ini bukan dunianya. Dan bahkan jika pria yang menginginkannya adalah goblin, Ilse tidak benar-benar berpikir itu buruk. "Kamu memintaku menari semalam."

"Dan aku memintamu lagi sekarang," balas Ilse, jarinya terjalin di antara gelombang lembut rambut hitam Raja Goblin yang panjang. Dia tidak berpikir Raja Goblin cantik, tapi dia jelas menarik dengan mengerikan. Itu mungkin anggur yang berbicara di kepalanya.

"Kita punya upacara pernikahan yang menunggu," jawab Raja Goblin. Ilse berkedip, masih berusaha melepaskan diri dari kabut yang mengaburkan kepalanya. "Kamu terlalu baik untuk mati."

"Lalu jangan, aku tidak ingin mati. Apakah aku harus mati?" gumam Ilse, dia menatap ke manik hitam yang sekarang fokus padanya. Mencoba menguraikan apa yang ada di sana. Sesuatu tentang Raja Goblin mengusiknya, ada cerita di sana, keajaiban yang perlu dia selesaikan. Dia merasa semua yang dia tahu tentang Raja Goblin hanya setengah dari kebenaran. "Aku berharap aku tidak mati."

Raja Goblin tersentak saat itu, dan setiap goblin yang menari berhenti. Mereka menatap Raja dan mempelai wanitanya, tidak yakin apa yang akan terjadi dengan kata-kata itu. Perlahan sudut bibir Raja Goblin terangkat, senyum paling samar yang hanya dilihat oleh Ilse, lalu dia membungkuk. Bibirnya menyikat telinga Ilse saat dia berbisik dengan suara paling halus. "Lalu kamu tidak akan mati."

"Tapi aku masih harus menikah denganmu?"

"Kamu berjanji padaku."

"Aku gadis bodoh itu," gumam Ilse, kepalanya masih berputar, tidak sepenuhnya mengikuti percakapan mereka. Dia meletakkan kepalanya di bahu Raja Goblin, anehnya dia merasa aman saat kedua lengan bercakar melingkari pinggangnya, membungkusnya lebih erat. "Kamu berbau seperti tanah yang baru diguyur hujan segar, dan kamu terasa seperti manusia. Jika aku menutup mataku, aku bisa berpura-pura kamu pria yang benar-benar tampan. Bahkan aku tidak harus berpura-pura, aku pikir kamu cantik dengan cara yang mengerikan. Apa kamu tahu itu?"

Raja Goblin baru saja kehilangan pikirannya. Dia sudah membawa begitu banyak gadis di lengannya, memeluk mereka seolah itu hartanya yang paling berharga, tapi tidak ada satu pun dari mereka yang pernah mengatakan dia cantik, dengan cara mengerikan atau cara yang baik. Setiap dari mereka menjerit padanya dan berteriak monster. "Tidak, aku tidak tahu itu. Tidak ada yang memberi tahuku kalau aku cantik."

Ilse tersenyum mengantuk, benar-benar tergoda untuk tertidur di pangkuan Raja Goblin. "Yah, sekarang kamu tahu. Aku memberi tahumu. Kamu cantik."

"Terima kasih," bisik Raja Goblin, dia masih membelai punggung Ilse, menarik gadis itu lebih dekat dan mencium rambutnya yang hitam dan liar. Dia tidak ingin memikirkan apa yang akan terjadi pada dirinya jika Ilse mulai sekarat di lengannya seperti gadis-gadis lain. Seperti setiap pengantinnya yang perlahan kosong dan menghilang. Dia ingin terus memegang Ilse di lengannya dan mendengarkan suara napasnya yang halus. "Kamu juga sangat cantik, Ilse," ucapnya pelan, tidak cukup untuk didengar Ilse.

"Jadi, apakah kamu akan menari bersamaku?" bisik Ilse, suaranya lirih, dilembutkan oleh anggur yang sekarang mengalir di pembuluh darahnya. Dia memiringkan kepalanya, mengintip wajah Raja Goblin yang sekarang terlalu dekat dengannya.

"Aku akan," jawab Raja Goblin. Mereka berdiri, dan saat mereka membuat putaran pelan mengikuti musik, setiap Goblin menatap mereka. Bertanya-tanya siapa gadis itu? Apa yang bisa dia lakukan? Sihir apa yang dia miliki? Karena ketika dia menari di tengah aula Hollow Hall, bayangan tidak menyentuh jiwanya. Bayangan tidak mengeringkannya, dan mereka bertanya-tanya apakah Raja Mereka akhirnya menemukan pengantin yang tepat? Seorang gadis yang tidak akan pernah kehabisan kecerahan dari jiwanya?

"Kita telah menari, kita telah berbagi ciuman, dan aku akan menjadi mempelai wanitamu, tapi aku bahkan tidak tahu namamu," ucap Ilse, tubuhnya melebur di pelukan Raja Goblin saat musik berlalu di sekitar mereka, saat jari-jarinya meremas lengan abu-abu yang melingkari pinggangnya. Mereka cukup dekat, cukup menyentuh, dan jika mereka mengizinkan diri mereka sendiri, itu cukup untuk membuat bibir mereka saling bertemu, tapi Raja Goblin tidak melakukannya. Tidak seperti malam sebelumnya saat dia berharap Ilse tidak cukup istimewa, tidak cukup baik, tidak cukup untuk menjadi satu penyesalan lagi untuk ditambahkan ke daftarnya.

Sekarang saat dia menyentuh Ilse dia berharap tidak pernah mengambilnya, tidak pernah membuatnya memakan buah terkutuk, dan tidak pernah menjadikan Ilse pengantinnya. Karena saat Ilse bertanya siapa namanya, Raja Goblin melihat pria itu. Pria yang seharusnya menjadi dirinya ribuan tahun lalu. Namun siapa pria itu? Siapa dia? Dia tidak ingat, yang dia tahu, dia selalu Raja Goblin, dan dia telah menikahi begitu banyak gadis, hanya untuk dibiarkan sekarat saat rakyatnya mulai memakan jiwa mereka. Tapi dia tidak ingin Ilse seperti gadis-gadis sebelumnya, dia tidak ingan Ilse sekarat, dia ingin menyimpan Ilse untuk dirinya sendiri.

"Aku Raja Goblin." ucapnya, menghentikan putaran mereka di tengah-tengah aula.

"Itu bukan namamu." Ilse menatapnya, dan meskipun dia setengah mabuk, matanya jernih saat beradu dengannya.

"Benarkah?"

Ilse mengedikkan bahu, berjinjit untuk mencapai telinga Raja Goblin, dia berbisik, "Kamu tidak bisa menikah jika kamu tidak memiliki nama. Nenekku telah menceritakan banyak sekali cerita. Sihir dan apa yang bisa dilakukannya. Dia tahu apa yang telah dilupakan oleh kami semua yang fana. Dan tahukah kamu apa yang telah dia bagi denganku, Mein Herr?"

"Apa Ilseku?"

Ilse menghela napas, membiarkan kelopak matanya berkibar menutup saat kata-kata neneknya mengalir dan menggulung lidahnya. "Dalam pernikahan, seorang pria memberikan namanya pada mempelai wanitanya, dan sebagai gantinya dia berhak mengambil satu hal apa pun dari mempelai wanita. Itu sihir kuno yang tidak bisa disangkal."

"Kamu bermaksud aku tidak bisa mengambil apa pun darimu?"

"Mein Herr, aku seorang Schmitz, aku telah mendengarkan begitu banyak tentang Erlking. Aku tahu tentang kamu dan rakyatmu. Aku tahu apa yang akan terjadi pada jiwaku."

Semua Goblin bergerak dengan gelisah saat Ilse diam, bahkan Raja Goblin tidak yakin dengan apa yang harus dilakukan. Dia tidak membalas kata-kata Ilse, tidak meragukannya juga, dia tahu kebenaran saat itu diucapkan. Mereka tidak bisa menyentuh jiwa Ilse, tidak ketika gadis itu sadar dengan sihir yang menjaganya utuh. Selama dia tetap tanpa nama dan hanya menjadi Raja Goblin, dia tidak bisa meminta apa pun dari Ilse.

"Lalu kamu seharusnya juga tahu," ucap Raja Goblin.

"Tahu apa?" tanya Ilse mengantuk, anggur telah melonggarkan sarafnya. Membuatnya lebih santai, dan yang Ilse inginkan hanyalah lebih banyak anggur dan menari. Mungkin juga lebih banyak ciuman. Pikiran itu membuat pipinya memanas.

"Cara untuk keluar dari semua ini," bisik Raja Goblin tepat di atas bibirnya.

Ilse menjilat bibirnya sebelum akhirnya bibir Raja Goblin mengambil alih dalam ciuman yang sengit. Mereka berputar di lantai dansa dalam hiruk pikuk musik yang memekakkan telinga saat bibir mereka saling menghancurkan dan lidah mereka saling mencicipi. Itu adalah tarian yang Ilse harap tidak pernah berakhir. Itu adalah hal paling luar biasa yang pernah terjadi dalam hidupnya. Dia selalu ingin berada dalam sebuah cerita dan sekarang di sinilah dia, di dalam ceritanya sendiri. Pertanyaannya adalah apa cerita yang ingin dia buat dengan hidupnya, apakah dia hanya ingin lari dan berhasil keluar hidup-hidup? Atau dia ingin berlari dalam kobaran api saat menyeret jatuh Raja Goblin? Yah, Ilse tidak benar-benar tahu apa yang dia inginkan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top