II : Hollow Hall

Untuk Ayahku yang mudah tertawa dan untukku yang sering menertawakan diriku.

Ilse bermimpi dia telah bertemu Raja Goblin, diculik, dan dipaksa untuk mengambil rasa dari buah terkutuk mereka. Ilse bermimpi dia telah menari sepanjang malam di pelukan Raja Goblin. Ilse bermimpi dia telah berjanji untuk menjadi pengantinnya. Setidaknya Ilse pikir semua itu hanya mimpi hingga dia membuka matanya. Dia tidak terbangun di kamarnya, atau di tengah lingkaran pohon di hutan. Hal pertama yang dia perhatikan adalah tirai tempat tidurnya, mereka berwarna abu-abu yang seharusnya membuat tempat itu suram, tapi ternyata tidak. Namun kemudian itu tidak benar-benar abu-abu, mungkin silver lebih tepat, terbuat dari sesuatu seperti ... satin? Ilse tidak tahu. Dia bergeser, merasa nyaman dengan bantal dan kasur yang terasa terlalu lembut di kulitnya. Ibunya pernah berbicara tentang bantal dari bulu angsa yang sangat lembut, Ilse pikir itu akan terasa seperti ini. Ilse mulai bernapas dengan perlahan, mencoba membuat pikirannya memikirkan hal yang benar bukannya bantal bulu angsa.

Dia tidak berada di kamarnya, dia sama sekali tidak berada di rumah. Dia bahkan tidak berada di tempat yang dia kenali. Jadi di mana dia tidur? Ilse mengamati apa yang ada di sekelilingnya dan perutnya jatuh. Faktanya dia sama sekali tidak berada di sebuah ruangan, dia ada di bawah tanah dilihat dari apa yang menjadi dinding kamarnya. Sebuah gua, yang luas jika dia bisa menambahkan.

"Ohh ...." Ilse menutup mulutnya saat mengambil lebih banyak pemandangan. Gua yang indah bahkan jika itu gua. Ada tapestri yang tergantung menutupi sebagian besar dinding batu, mereka berwarna emas dan merah, sebuah motif yang menceritakan tarian di tengah hutan. Gadis-gadis goblin terlihat tertawa menari dengan para pria goblin, dan ada seorang gadis manusia. Gadis dalam tapestri itu juga tertawa dan menari bersama mereka, saat melihat itu Ilse meremas perutnya. Hanya ada satu yang tidak tertawa di dalam tapestri, itu goblin yang menari dengan gadis manusia. Raja Goblin. Dia bahkan tidak tersenyum. Ilse menjauhkan matanya dari tapestri, tidak ingin melihat lebih banyak. Namun kemudian hal yang dia temukan jauh lebih mengganggu. Duduk di sofa yang sepertinya terbuat dari percampuran antara jaring laba-laba dan semak belukar, Raja Goblin mengamatinya dalam diam. Ilse ingin menjerit, hilang sudah pria indah yang menunggunya di tepi lingkaran pohon, digantikan oleh goblin dengan kulit abu-abu, cakar, dan taring. Tidak ada mata biru yang dia lihat di hutan, mereka hitam seperti setiap cerita yang Ilse tahu. Hanya rambut hitam dengan manik-manik emas miliknya yang memberi Ilse petunjuk siapa dia.

"Ohh ... hai?" ucap Ilse, kemudian dia merasa bodoh. Kenapa dia bahkan menyapa penculiknya?

"Aku mengharapkan setidaknya satu jeritan saat pertama kali kamu melihatku," ucap Raja Goblin. Mendengar itu, Ilse senang dia tidak menjerit.

"Yah, aku tidak. Jadi bisakah kamu membawaku pulang?"

Raja Goblin berdiri dari sofanya, mendekat ke ranjang tempat Ilse berbaring. Saat itu Ilse memeriksa pakaiannya di bawah selimut dan senang saat menemukan mereka berada di tempat yang tepat. "Kamu sudah di rumah, Ilse manis."

Ilse menggigil pada namanya yang keluar dari bibir Raja Goblin. Mereka terdengar menakjubkan ... yang tidak seharusnya. Bagaimana dengan semua taring itu dia bisa mengucapkan namanya begitu lembut dan dalam? Ilse tidak mengerti. "Tidak. Aku tidak. Ini rumahmu."

"Yang akan segera menjadi milikmu juga."

Ilse bergidik. Pikiran bahwa dia tidak akan pernah melihat matahari lagi, itu terlalu suram untuk dipikirkan. "Tidak. Kamu harus membawaku pulang, tolong?"

"Ohh, Ilse yang manis. Tidakkah kamu ingat? Kamu berjanji." Raja Goblin mengambil dagunya di antara kuku cakarnya, membuatnya menatap ke mata manik hitam yang melihatnya dengan kejam. "Kamu bersedia menjadi mempelai wanitaku."

Ilse ingin mengatakan dia tidak ingat, dia tidak mau, dan dia hanya ingin pulang, tapi itu tidak benar. Dia ingat telah menari sepanjang malam, dia ingat tangan dengan cakar yang memegangnya, bahkan sekarang dia bisa merasakan kakinya yang lelah. Kemudian dia juga ingat bagaimana rasa bibir yang penuh taring itu menciumnya. Ingat para Goblin yang mengelilingi mereka dalam tarian. Ilse ingat merengek untuk lebih banyak rasa dari buah goblin yang membuatnya gila. Ilse ingat malam itu saat dia hanya ingin lebih banyak dari rasa manis buah terkutuk, dia menawarkan segalanya yang dia miliki dan Raja Goblin memberinya tawaran yang saat itu terdengar tidak berarti.

"Jadilah pengantinku dan aku akan memenuhi setiap harapan yang kamu buat. Hanya harapan yang kamu buat," ucap Raja Goblin malam itu, saat dia membawa Ilse ke dalam tarian lain. Ilse tidak berpikir saat itu, dia hanya sekarat ingin merasakan jus yang lengket dan manis di bibirnya lagi, jadi dia setuju. Dia berjanji akan menjadi pengantinnya. Sekarang dia terkutuk.

Ilse merasa mual setelah ingat semua itu, tapi apa yang bisa dia lakukan? Dia sudah berjanji dan sekarang Raja Goblin menuntut janji itu.

"Aku tidak bisa. Aku tidak bisa," gumam Ilse, menggelengkan kepalanya seolah itu akan membawanya pergi dari kenyataan yang begitu sulit. Dia tentunya tidak harus menikah dengan Raja Goblin, tetunya akan ada cara lain untuk membayarnya.

"Aku berjanji itu tidak akan buruk, Ilse manis." Jari abu-abu Raja Goblin menyentuh pipinya, dia mengharapkan cakar yang akan melukainya tapi sentuhannya lembut, hampir seolah-olah penuh pengertian. Ilse berjuang untuk memahami tentang apa semua ini. Kenapa Raja Goblin membutuhkan seorang pengantin? Kenapa dia? Harus ada alasan kenapa Raja Goblin melakukan semua ini. Ilse memaksakan diri untuk menatap Raja Goblin dan terkejut saat melihatnya. Dia masih goblin, tentu, tapi saat itu Ilse melihat sesuatu yang lain. Matanya yang hitam tidak sepenuhnya dingin dan kejam, kulitnya yang kelabu lebih seperti kulit manusia yang terlalu lama tidak memiliki cukup sinar matahari, dan mulutnya yang penuh taring memiliki lekukan lembut saat dia tersenyum. Ilse hampir dapat melihat pria di balik setiap fitur goblin yang sekarang menatapnya.

"Di mana kita?" Ilse akhirnya menyerah, tidak ada yang bisa dia lakukan untuk memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi, setidaknya tidak untuk saat ini. Dia akan mencari tahu lebih banyak nanti dan dia akan menemukan jalan keluar, dia tidak bisa menghabiskan sisa hidupnya tinggal di Underground.

"Hollow Hall, rumah bagi setiap goblin dan bagiku." Raja Goblin menarik jari-jarinya kembali dan menatap Ilse, ada kesedihan yang tidak pada tempatnya saat itu. Ilse tidak bisa memahami kesedihan itu, dari setiap cerita yang dia tahu, goblin adalah monster. Mereka serakah, kejam, dan tidak memiliki kemampuan untuk menampilkan perasaan belas kasih, tapi melihat Raja Goblin saat ini Ilse ragu dengan setiap pengetahuan yang dia miliki tentang goblin. "Gaunmu akan tiba sebentar lagi."

"Kamu sepertinya tidak terlalu menyukai ide di mana aku menjadi pengantinmu," ucap Ilse.

"Apakah aku terlihat seperti itu?" Raja Goblin memberinya senyum dengan taring, dan Ilse merasa tulang punggungnya menggigil. Tentu saja Raja Goblin menginginkan ini, dia selalu melakukan ini.

"Aku ... tidak tahu," ucap Ilse. Dia bergeser dengan tidak nyaman di bawah selimutnya. "Kamu terlihat tidak bahagia bagiku."

"Mungkin itu karena aku lelah." Ilse benar-benar lengah dengan jawaban jujur itu, dia mengharapkan jawaban sarkas yang lain, tapi Raja Goblin sepertinya tidak berbohong. Dia memang terlihat lelah, kerutan di sudut matanya memberi tahunya itu.

"Yah ... aku bisa membayangkan betapa membosankan ini jika kamu sudah melakukannya—berapa kali? Ratusan? Ribuan? Bahkan goblin akan bosan dengan itu," ucap Ilse.

Raja Goblin tertawa, mengejutkan Ilse dengan nadanya yang tinggi dan berat. Ilse menatapnya, terpesona dengan makhluk di depannya. Raja Goblin mungkin monster, yang mengerikan juga, tapi Ilse bisa melihat sesuatu yang akan membuat gadis jatuh cinta di dalamnya. Cara ringan dirinya tertawa dan bagaimana matanya berbinar dengan kenakalan. Mungkin Raja Goblin tidak begitu buruk. Dia bercakar dan punya gigi taring, serta kulit abu-abu, benar, tapi itu tidak sepenuhnya buruk, atau setidaknya tidak seburuk yang Ilse pikirkan sebelumnya.

"Kemarilah!" Raja Goblin membantunya keluar dari selimut dan turun. Kakinya yang telanjang menyentuh karpet bulu yang menutupi lantai gua, mereka lembut dan Ilse meremas jari-jari kakinya. "Ohh, Ilse yang manis, kamu tidak tahu apa yang kamu lakukan padaku bukan?"

Ilse menatap wajah Raja Goblin yang jelek, tapi dia memerah saat sadar betapa dekat dirinya dengan bibir penuh taring itu. Ingatan malam sebelumnya melayang di benaknya dan Ilse menundukkan kepala. Malu dengan pikiran-pikiran tentang bagaimana bibir itu terasa. "Aku tidak melakukan apa pun."

"Yah kamu." Raja Goblin menangkup pipinya, memaksanya sekali lagi untuk menatap ke sepasang manik hitam. "Jiwamu Ilse ... itu indah, aku seharusnya tidak pernah mengambilmu, tidak pernah. Namun kamu berteriak padaku untuk membawamu, aku tidak bisa menolak itu."

"Aku tidak pernah melakukan hal semacam itu, aku jelas tidak pernah ingin dibawa oleh Raja Goblin."

"Nah di sana kamu salah. Kamu mungkin tidak ingin Raja Goblin mengambilmu seperti memetik buah yang segar dan manis di musim panas. Namun jiwamu berteriak padaku tentang rasa iri, jiwamu haus untuk menjadi sesuatu yang lain, untuk membuktikan dan aku bisa memberikan itu. Aku bisa menjadikanmu Ratuku."

Ratunya, seolah itu hal yang menakjubkan, tapi tidak ada yang luar biasa dari menjadi Ratu Goblin. "Apa yang akan terjadi padaku?"

Ekspresi di wajah Raja Goblin surut dengan pertanyaan itu. "Aku pikir kamu tahu ceritanya."

"Jadi aku akan mati?" Ketukan keras terdengar di pintu mereka, Raja Goblin berbalik untuk membukanya, tapi sebelum itu dia menjawab pertanyaan Ilse tampa kedipan penyesalan sama sekali.

"Iya Ilse manis, kamu akan mati." Ilse berharap dia tidak pernah bertanya, karena sekarang dia gemetar.

Hollow Hall tidak terlihat seperti apa pun yang bisa dibayangkan Ilse. Dia tidak akan mengatakan itu indah karena itu tidak, tapi itu jelas menarik dan hampir dapat dipastikan akan menjadi labirin terbesar dan rumit di dunia. Ilse berjalan dengan gelisah, tidak bisa menjaga matanya untuk tidak menatap setiap goblin yang memperhatikan dia berjalan di sisi Raja Goblin. Kereta gaunnya yang panjang terseret di belakangnya, membuat Ilse sulit untuk bergerak.

"Aku tidak suka ini," gumam Ilse. Dia mengamati lebih banyak goblin, ekspresi lapar mereka saat menatapnya, Ilse merasa seolah-olah dia adalah daging segar di tengah kawanan singa, yang sebenarnya cukup benar karena dia manusia yang berada di sarang goblin, meski Ilse tidak ingat neneknya pernah mengatakan apa pun tentang goblin yang memakan daging manusia.

"Abaikan mereka." Ilse terkejut dengan kata-kata itu dan menoleh ke arah Raja Goblin yang meremas jarinya dalam genggamannya. "Percayalah pada harapan."

"Bagaimana aku bisa percaya pada harapan saat beberapa saat yang lalu kamu telah mengonfirmasi kematianku? Tolong, bawa aku pulang. Jika kamu punya sepotong kemanusiaan tersisa di dalam jiwamu yang gelap itu, maka bawa aku keluar dari sini. Aku tidak bisa melakukan ini, tolong, Mein herr, kamu tidak bisa membiarkan aku mati."

Raja Goblin menatap Ilse dengan terbelalak, Ilse sendiri terkejut dengan kata-katanya, dan di sekeliling mereka gumaman tidak ramah mendesis di antara para goblin. Mungkin para mempelai wanita sebelum Ilse belum pernah memohon sepertinya, mungkin mereka kurang membujuk, tapi jawaban Raja Goblin memutus harapan Ilse. "Tidakkah kamu sudah tahu bagaimana cerita ini, Ilse yang manis? Goblin tidak memiliki jiwa."

"Tapi—"

"Sttss ... di sana, kamu akan menjatuhkan pembicaraan ini. Ada jamuan yang harus kita hadiri." Raja Goblin menyentuh surai rambut hitam Ilse yang terlepas dari sanggul longgar dan menyematkannya di belakang telinga. Dia membungkuk, menekan bibirnya ke dahi Ilse, membuat gadis itu menahan napas pada bibir yang lembut meski di baliknya menyimpan taring yang tajam. Para goblin bergumam lagi tentang pertunjukan kasih sayang kecil Raja mereka. Sudah bertahun-tahun sejak terakhir kali Raja mereka benar-benar tertarik pada mempelainya. "Gadisku yang manis dengan jiwa yang cantik. Percaya pada harapan dan kamu akan menemukan jalan untuk pulang, aku tidak bisa memberi tahumu, tapi aku percaya kamu akan mengerti."

Sayangnya Ilse tidak mengerti. Ketika mereka kembali berjalan, Ilse tidak lagi peduli dengan kerumunan goblin yang sekarang mengikuti mereka dengan penuh minat. Dia hanya peduli pada goblin yang memegang tangannya, dengan kata-katanya yang hampir menenangkan. "Aku pikir aku baru saja melihat apa yang mungkin adalah jiwamu, Mein herr."

"Mungkin," jawab Raja Goblin, dia hampir percaya bahwa dia akhirnya menemukan gadis yang tepat, gadis yang dia butuhkan.

Ilse hanya tertawa suram, suaranya berdering di batu-batu gua. Raja Goblin tidak bisa mengingat kapan terakhir kali suara tawa seorang gadis terdengar di Hollow Hall, bahkan jika tawa itu menyedihkan. Dia melihat pengantinnya dan ketakutan, takut jika dia harus melihat Ilse mati seperti yang lain. Mereka mencapai aula tempat perjamuan diadakan. Meja batu panjang penuh dengan buah dan daging yang dimasak diletakkan di tengah aula. Kendi anggur berputar dari tangan ke tangan, para goblin menari di tengah musik dari genderang dan hentakkan kaki, tapi ketika Raja Goblin dan Ilse masuk, semua itu berhenti. Setiap goblin di ruangan itu menatap mereka.

Ilse merasa begitu sadar dengan perhatian mereka, matanya menatap liar ke setiap goblin yang tampak menakutkan. Dia diharapkan untuk menjadi Ratu mereka, itu terdengar persis seperti lelucon kejam dan itu membuat Ilse ingat tentang Tammy. Dia berharap mereka tidak bertarung pagi ini, sekarang mungkin dia tidak akan pernah melihatnya lagi, tidak akan pernah menghiburnya jika Jack benar-benar menyakitinya. Ilse akan merindukan keluarganya yang aneh dan sepupunya. Tidak akan pernah menari di tengah-tengah hantu leluhurnya dan neneknya saat malam Samhain. Dia akan terjebak di bawah tanah hingga dia mati.

"Ayo!" Raja Goblin menuntunnya, membantunya duduk di kursi sebelum mengambil kursinya sendiri di kepala meja panjang. Begitu mereka duduk, musik kembali bermain, goblin memulai tarian baru, dan kendi anggur kembali diedarkan. Ilse mengintip ke arah Raja Goblin yang merenung, tidak yakin apa yang diharapkan untuk dia lakukan.

"Apakah ini seharusnya menjadi makan malam?" kata Ilse, dia bermain dengan kain di lengan gaunnya yang berjumbai. Itu adalah gaun terburuk yang bisa dia harapkan, warnanya kuning telur dan itu busuk untuk warna kulitnya. Dia tidak ingin memakainya, tapi Raja Goblin bersi keras. Ilse juga membenci fakta bahwa gaun itu membuatnya lebih menonjol dari apa yang sudah ada. Warna yang terlalu cerah di tengah lautan abu-abu suram. "Apakah ini bahkan malam? Bagaimana kamu tahu waktu di bawah tanah?"

"Aku akan membawamu untuk melihat suatu tempat setelah ini selesai, kamu akan menyukainya." Itu benar-benar tidak menjawab pertanyaan Ilse, tapi gadis itu tidak menuntut, hanya mengangguk karena sekali lagi dia diingatkan bahwa beberapa jam lagi dia akan terjebak ke dalam pernikahan bersama Raja Goblin. "Anggur?" Raja Goblin menawarkan.

"Tidak, terima kasih," jawab Ilse. Raja Goblin sama sekali tidak menghargai jawaban itu.

"Kamu mungkin membutuhkannya untuk menenangkan sarafmu yang gelisah, dan jangan pernah berterima kasih pada goblin, mereka membenci itu. Mereka tidak menghargai kata-kata, mereka selalu menuntut pembayaran," ucapnya dan Ilse memaksakan diri untuk mengangguk. "Minum!" Raja Goblin menawarkan piala miliknya, Ilse mengambilnya dari jari-jari yang bercakar dan minum cairan merah muda di dalamnya. Itu terasa seperti setiap anggur yang pernah dia minum, manis dan sedikit asam di lidahnya. Namun begitu cairan itu membasuh tenggorokannya dia merasa dibebaskan. Pikirannya menjadi lebih longgar, Ilse tidak berpikir dia bisa mabuk hanya dengan satu teguk, tapi dia lakukan. Ilse menyesap lebih banyak dan tersenyum.

"Aku berharap punya lebih banyak," gumam Ilse.

"Harapanmu adalah perintah untukku," balas Raja Goblin, tapi Ilse tidak memperhatikan. Dia terlalu terpesona pada piala yang terisi kembali di tangannya secara ajaib. Dia minum dan mabuk, dan dia menari sekali lagi bersama para goblin. Menerima setiap buah dan anggur yang ditawarkan padanya. Dia tidak memperhatikan calon mempelai prianya menatap dari meja perjamuan saat dia berpindah dari lengan ke lengan. Dia menari dan menari, dan tertawa seperti gadis di dalam tapestri. Ilse tidak pernah tahu apa yang bisa dia lakukan dengan harapan. Dia tidak tahu betapa Raja Goblin berharap dia orangnya.

Mein herr : Tuanku, dalam bahasa Jerman

Oh dan tolong beri tahu aku apakah kamu pernah membaca kisah Raja Goblin sebelum ini? Ceritakan padaku apa yang kamu pikirkan tentang Raja Goblin! Aku ingin mendengarmu, dan jika kamu punya saran cerita untuk aku baca maka jangan ragu untuk merekomendasikannya padaku. Saat ini aku sedang berburu cerita tentang Raja Goblin dan Retelling Beauty and the Beast, jadi jika kamu tahu atau memiliki cerita semacam itu, yakin, kamu harus memberi tahuku. Terima kasih, dan kuharap kamu menyukai chapter ini, Luv You :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top