9 - Shadow and Bell

Sang Gadis Abu terlihat tertidur tenang di atas tempat tidur tersebut, jatuh ke dalam alam mimpi yang perlahan - lahan mulai pudar seiring pagi tiba.

Cahaya matahari menyela masuk melalui sela-sela gorden yang menutupi jendela dalam ruangan tersebut, dan seketika Ella tersadar dari tidurnya yang sama sekali tidak memberikan sebuah mimpi indah bagi sosok sang Gadis Abu.

Ella bersingkut bangun dari posisi baringnya. Selimut yang menyelimuti tubuhnya meluncur jatuh ke pangkuannya dengan perlahan. Di sela-sela rasa kantuknya, Ella bergerak pelan, mengusap matanya yang masih setengah terpejam karena rasa kantuk yang masih mempengaruhinya.

Gadis itu meregangkan badannya sedikit, merasa bahwa tubuhnya yang sebelumnya terasa sakit, mulai merasa baikan. Hingga tatapan gadis itu kembali diedarkan di dalam ruangan bernuansa putih tersebut, yang membuat Ella menghela nafas panjang.

Dirinya berada di dalam Wonderland, tempat yang asing baginya, dengan keadaan yang sangat membingungkan saat ini. Gadis itu bahkan tidak tahu apakah sebenarnya dirinya di tahan di dalam kediaman ini atau memang sosok asing pemuda yang mengancamnya sebelumnya memang memberikan tempat tinggal ini baginya untuk sementara.

Mengesampingkan keadaannya yang seolah ditahan disini, mengingatkannya tentang pita hitam emas miliknya yang bahkan tidak diketahui oleh Ella sendiri bahwa gadis itu memilikinya. Namun seolah semuanya berkata lain, gadis tersebut tidak dapat mengingat apapun terkait pita tersebut.

Ketukan di pintu ruangan membuat Ella sedikit terperanjat. Siapa gerangan yang mengetuk pintu ruangannya pada pagi hari, membuat Ella spontan melihat jam besar dalam ruangan tersebut dan menyadari bahwa sekarang pukul enam pagi.

"S-siapa?" tanya Ella dengan ragu, bertanya-tanya siapa yang mengetuk pintu sepagi ini, meskipun dia sendiri tidak berada di rumahnya sendiri.

"Kau sudah bangun? Ada yang perlu kubicarakan denganmu." Suara berat sang pemuda terdengar dari balik pintu yang masih tertutup itu. Lalu seketika Ella sadar bahwa dirinya berada di rumah asing yang tentu saja bukan miliknya, melainkan kemungkinan besar milik sosok sang pemuda dengan nama feminim, Alice.

"A-ah! I-iya, Tuan Alice!" sahut sang gadis seketika dan langsung meluncur turun dari tempat tidur menuju ke arah pintu ganda yang masih tertutup tersebut.

Ella mengulurkan tangannya untuk membuka kenop pintu ruangan tersebut, dan secara perlahan menariknya sehingga sedikit terbuka. Sepertinya meskipun rumah ini adalah tempat tinggal Alice, pemuda itu masih tahu yang namanya kesopanan dan privasi milik tamu yang menginap dirumahnya, sehingga Alice tidak langsung membuka pintu kamar itu begitu saja.

Ella menengokkan kepalanya keluar dan mendapati sosok pemuda berambut pirang berada di luar seraya memegang sesuatu. Gadis itu pun membuka pintu lebih lebar dan melangkah keluar dari ruangan.

Melihat Ella keluar, pemuda tersebut memusatkan perhatiannya sepenuhnya pada Ella, meskipun menatap gadis tersebut dengan sedikit tatapan sinis.

"Sudah kubilang jangan panggil aku dengan sebutan Tuan. Itu membuatku muak," desisnya sedikit kesal membuat Ella tersentak dan sedikit menunduk,mendadak kehilangan suara untuk berbicara.

Menyadari situasi yang menjadi agak canggung, Alice pun menghela nafas panjang, dan menggaruk singkat kepalanya yang tidak gatal dengan tangannya yang tidak memegang apapun.

"Ah, sudahlah. Ini untukmu," sahut Alice kemudian seraya menyodorkan sesuatu yang digenggamnya menggunakan tangan kanannya sedari tadi, yang kemudian disadari Ella sebagai sebuah gaun santai berwarna biru putih yang penuh dengan renda dan pita.

Sang gadis abu tidak secepat itu menerima pemberian sang Alice dan hanya diam menatap gaun itu dalam diam beberapa saat, membuat Alice menarik nafas panjang.

"Apa yang kau tunggu? Ambillah," seru sang pemuda dengan sedikit nada penekanan.

Menyadari dan terbuyarkan dari lamunannya, Ella mendongak dan melihat iris hijau Alice. Dia kemudian mengangguk singkat dan mengambil gaun tersebut.

"Ah, terima kasih banyak, Alice," ucap sang gadis kemudian dengan sopan, menghargai pemberian sang pemuda yang bahkan belum terlalu dikenalnya ini, mengesampingkan pribadi menjengkelkan yang dimiliki sosok Alice serta tindakan sang pemuda sebelumnya yang hampir saja membunuh Ella.

"Lalu, ini juga. Kulihat kau, mengikat kepanganmu itu dengan pita, jadi...,. Alice terlihat mengambil sesuatu dari saku celana hitam panjangnya dan menyodorkannya ke arah Ella.

"...Aku bukan orang yang suka mengoleksi pita, jadi hanya ini yang aku punya." Alice meletakkan benda itu di atas gaun sederhana yang sebelumnya dia berikan pada Ella.

Pita tersebut memiliki warna putih dengan garis berwarna perak. Modelnya persis dengan pita hitam emas yang kemarin ditunjukkan Hatter padanya, hanya saja beda warna. Tentunya pita ini juga memiliki sebuah hiasan lempengan kecil berbentuk lingkaran yang menutup kedua sisi ujung pita, yang dimana pada hiasan seperti lempengan itu, terukir inisial W dengan warna perak.

"Wonderland...," gumam Ella seperti bisikan ketika melihat inisial tersebut. Hanya nama itu yang mengambang dalam pikiran Ella ketika melihat inisial itu, mungkin karena tempatnya berada sekarang adalah Wonderland.

"Pita ini...," Ella mendongakkan kepalanya, menatap Alice dengan tatapan setengah bingung. Pita kemarin merupakan milik Sang Black King yang dibicarakan oleh Hatter dan Alice. Maka pita ini memberikan makna misterius tersendiri bagi Ella.

"Pokoknya, gunakan saja pakaian dan pita itu. Jika tidak mau pun, tidak masalah, meskipun aku ragu kau masih sanggup memakai pakaian kotormu itu. Lagipula, kau juga bau, jadi mandilah," ucap Alice blak-blakan membuat wajah Ella sedikit memerah karena malu mendengar ucapan Alice yang terdengar seperti hinaan itu.

Sungguh sosok yang menjengkelkan. Berani berbicara seperti itu pada seorang Lady, namun Ella sendiri tidak bisa menyangkal perkataan itu.Sedari kemarin dia sadar bahwa dirinya tak mandi.

"Kamar mandi ada dalam ruanganmu ini sendiri. Pintunya ada di dinding sebelah kanan yang dekat dengan lemari," sahut Alice yang menunjuk ke arah dalam kamar bagian sebelah kanan.

Pemuda itu pun memutar badannya bersiap untuk pergi, dan tidak berniat mendengar balasan dari sang gadis abu. Namun kemudian dia kembali berbalik melihat ke arah Ella.

"Aku akan kembali satu jam lagi. Kau tidak tahu apa-apa tentang mansion ini, jadi jangan pergi sendirian dan tunggu aku jika urusan membersihkan dirimu itu sudah selesai," sahutnya kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan Ella, berjalan di lorong sebelah kiri tanpa kembali berbalik melihat Ella lagi.

Diam beberapa saat menunggu kepergian Alice, setelah sosok pemuda itu menghilang di belokan koridor kanan rumah, Ella pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangannya kembali.

Gaun dan pita pemberian Alice berada di tangannya, namun gadis itu masih belum bergerak menuju pintu kamar mandi yang ditunjuk oleh Alice tadi. Ella masih berusaha menata pikirannya untuk mengawali hari barunya di tempat asing ini.

Permasalahan masih belum selesai, Ella tahu akan hal itu. Hatter masih harus menanyakan beberapa pertanyaan padanya terkait pita hitam yang tanpa sengaja berada pada Ella. Dan Ella tidak tahu harus berkata apa untuk menjelaskan hal itu pada sosok pria berambut platina tersebut.

Menghela nafas sekali lagi, Ella pun berdiri tegak dan melihat ke arah pintu kamar mandi dalam ruangan tersebut. Dia perlu menenangkan dirinya untuk saat ini, sebelum akhirnya akan kembali diinterogasi oleh sosok Alice itu.

Ella melangkahkan kakinya ke arah pintu tersebut seraya berharap hari ini tidak akan menjadi hari yang berat baginya.

Setelah menyelesaikan kegiatan membersihkan dirinya, Ella kemudian mengambil gaun yang diberikan Alice padanya tadi kemudian mengenakannya.

Sekarang Ella terlihat berdiri di depan cermin besar dalam ruangannya tersebut, memperhatikan penampilannya di cermin tersebut, menilai dirinya apakah dia cocok memakai gaun penuh renda seperti ini atau tidak.

Ralat, sebenarnya gaunnya ini tidak terlalu dipenuhi dengan renda dan terlihat sederhana. Hanya saja kombinasi renda dan pita dalam gaun santai berwarna putih dan biru muda tersebut membuat gadis itu merasa bahwa pakaian yang dia kenakan terlihat sedikit ramai dengan pita, meskipun tidak terlihat mewah.

Sang gadis abu menatap pantulan wajahnya di cermin besar. Raut wajah netralnya terlihat cerah, namun bukan artinya dia tidak memikirkan masalah yang sedang dia hadapi saat ini.

Rambut pirang pucatnya tergerai melewati pinggangnya, hampir sampai ke pangkal pahanya. Seketika sang gadis teringat akan pita yang diberikan Alice padanya.

Jika pita hitam emas kemarin melambangkan warna kejayaan Black King, maka pita putih perak ini melambangkan apa?

Ella menatap pita tersebut dalam diam beberapa saat sebelum akhirnya mulai mengepang rambut bagian depannya di kedua sisi baik kanan dan kiri kepalanya. Setelah selesai, dia pun mengikat kepangan tersebut dengan pita pemberian Alice tersebut.
Sekali lagi Ella memperhatikan penampilannya di cermin, memeriksa tidak ada yang salah dari penampilannya kali ini, meskipun dia merasa tidak terlalu cocok mengenakan gaun indah sederhana pemberian Alice ini.

Terlebih lagi, gaun ini terlihat sedikit besar di tubuhnya meskipun tidak terlalu kelihatan. Ella bertanya - tanya milik siapa gaun ini. Tidak mungkin kan seolah lelaki seperti Alice memiliki gaun untuk diri pemuda itu sendiri.

Sesaat berpikir siapa gerangan pemilik gaun ini, Ella seketika meringis ketika merasakan sakit seperti menyengat pada tubuhnya. Dia sadar, saat membersihkan dirinya tadi, ada beberapa bagian dari tubuhnya yang mengalami memar-memar. Mungkin ini disebabkan karena saat dirinya jatuh dari langit kemarin, dia menghantam beberapa dahan pohon ketika jatuh ke atas pohon tersebut.

Bagian tangan, kaki, perut, bahu, setidaknya memiliki beberapa memar samar yang muncul di sana saat Ella memperhatikan dengan lebih baik.Gadis tersebut memilih untuk mengabaikannya.

Setelah mengecek kembali apa penampilannya sudah pas atau tidak barulah Ella kembali duduk di pinggir tempat tidur.

Alice bilang pemuda itu akan kembali satu jam lagi, jadi dia harus menunggu disini sampai pemuda itu kembali.

Memangnya dia mau kabur kemana lagi? Tempat ini saja terasa sangat asing baginya. Apalagi dia belum pernah keluar dari kamar ini selain hanya bertemu Alice di depan pintu kamar tadi.

Namun setelah menunggu kurang lebih satu jam, pemuda itu tak kunjung balik juga. Ella mulai bosan menunggu dan bertanya-tanya dalam hatinya apa yang dilakukan sang pria sampai selama ini.

Cring!

Suara kerincingan tiba-tiba memasuki indera pendengaran sang gadis sehingga dia sedikit tersentak. Pandangannya memutar, mencari ke segala arah untuk menemukan sebuah bayang -bayang nampak dari bawah pintu besar kamar yang mengarah ke koridor di luar kamar.

Ada orang di luar sana. Entah itu Alice atau bukan. Namun Ella tetap melangkahkan kakinya menuju pintu. Perlahan dia membuka pintu kayu itu dan menolehkan kepalanya keluar. Memeriksa siapa sosok yang berjalan di depan kamarnya tadi.

Namun tak ada orang disana. Bahkan koridor mansion itu terlihat sangat sepi seperti memang seperti itu seharusnya. Tentu itu adalah hal yang aneh karena tak lama tadi Ella yakin dia melihat sesosok bayangan melewati pintu kamarnya dari balik sela-sela bawah pintu kamarnya.

Cring!

Kepala Ella menoleh ke arah kiri. Kali ini dia mendengar suara kerincingan itu dari arah kiri lorong yang bercabang 4. Mungkinkah sosok itu sudah berjalan sejauh itu?

Dengan cepat Ella melangkahkan kakinya ke arah perempatan koridor tersebut. Suara kerincingan itu semakin jelas seraya semakin dekatnya jarang Ella dari sana. Dan kemudian ketika dirinya sampai, dia dikejutkan dengan sosok seorang wanita berambut merah muda yang nampak berdiri di lorong koridor sebelah kiri.

Senyuman menghiasi wajah sang wanita ketika melihat sosok Ella. Namun wanita abu itu sendiri tak bisa mengartikan senyuman yang ditujukan padanya itu.Ada perasaan aneh yang seolah menyelimutinya ketika melihat sosok wanita berambut merah muda itu.

"Ah, apakah ini tamu Alice kita tercinta?"

Suara itu nampak tak asing di telinga Ella. Seketika wanita abu itu bergerak mundur beberapa langkah ketika sang wanita berambut merah muda berjalan mendekatinya. Namun bukannya mundur, wanita berambut merah muda itu masih menampilkan senyumnya yang biasa.

Ella tak mengenali sosok ini. Namun entah mengapa wajahnya sangat familiar bagi sang gadis abu.

"Oh, mana sopan santunku. Maaf sudah mengejutkanmu, Nona Ella. Perkenalkan, namaku Irra. Suatu kehormatan bagiku dapat bertemu dengan anda."


***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top