8 - The Memory?
Ella berada dalam situasi yang tidak bisa dijelaskan, kendati sang gadis tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, dia dihadapkan dengan keadaan yang sangat membingungkan.
Ella menatap kedua pita hitam emas tersebut lekat-lekat, seolah jawaban dari pertanyaan sang Hatter akan muncul dari dalam pita itu. Sayang sekali pita itu tidak bisa berbicara,dan Ella tidak tahu harus mengatakan apa di tengah kebingungannya mengenai situasinya saat ini.
Di sisi lain, Hatter hanya diam menunggu jawaban dari Ella yang tak kunjung datang juga. Sang gadis tidak tahu harus memberikan jawaban apa, dan hal itu membuat kesabaran Alice semakin lama semakin menipis.
"Hei, dengar ya! Apa susahnya kau menjawab kenapa bisa kau memiliki pita ini! Jadi...!"
"Nah, nah, Alice. Mari jangan menggertaknya seperti itu. Mari kita memberikan ruang baginya untuk berpikir, oke?"
Hatter segera menyela ucapan Alice, menghentikan sang pemuda agar tidak berbicara kasar lebih jauh karena rasa tidak sabaran sang pemuda tersebut.
Tatapan Hatter, atau tepatnya kepalanya, berbalik melihat ke arah Ella, karena sesungguhnya pandangan sang pria tertutupi oleh rambut platina sang pria itu sendiri yang mengingatkan Ella dengan warna mata pedang yang mengkilap dibawa cahaya rembulan malam hari.
"Aku...sama sekali tidak tahu," ucap Ella pada akhirnya, tidak bisa mengingat apapun yang bisa menuntunnya ke arah pita tersebut. Gadis itu mulai putus asa, antara takut kembali menjadi sasaran tembakan dari Alice, dan rasa takut bahwa ingatannya mungkin saja perlahan menghilang seiring dirinya berada di Wonderland ini.
Wonderland?
Ah, Ella bahkan baru sadar sepenuhnya bahwa dia sekarang berada di Wonderland. Maksudnya, hei, dia baru sadar dari kondisi tak sadarkan dirinya dan sekarang dihadapkan dengan keadaan seperti ini.
Di samping Hatter, Alice terlihat mengawasi Ella dengan tatapan tajam mengintimidasi, tidak terima dengan jawaban yang diberikan oleh sang gadis. Berpikir bahwa mungkin cara tercepat membuat sang gadis berbicara adalah dengan kembali menodongkan pistolnya ke arah kepala Ella.
Namum Hatter tidak berpikiran sama dengan Alice. Kendati Hatter masih bisa memikirkan cara lebih manusiawi dibandingkan mengancam seorang gadis dengan sebuah pistol perak yang dimiliki sang sosok Alice di sisinya.
"Ah, begitu kah? Kalau begitu, mari kita ganti pertanyaannya. Darimana kau berasal, Nona Ella?"
Pertanyaan yang dilontarkan Hatter selanjutnya terdengar statis bagi sang gadis abu, dan sesaat pikiran gadis abu seolah berantakan karena tubrukan kata-kata yang memaksa masuk untuk dicerna oleh otak Ella.
Memikirkan sebuah jawaban, Ella terlihat merangkai kalimat demi kalimat yang akan dia ucapkan untuk menjawab pertanyaan Hatter, namun kemudian Hatter tersadar bahwa dirinya seolah kehilangan sebagian besar ingatannya.
Namaku Ella. Aku berasal dari sebuah negeri kecil damai yang terletak di antah berantah, hidup bersama ibu tiriku dan saudari tiriku, dan aku datang kesini, untuk mencari hidup bahagiaku sendiri.
Seolah tidak ada yang ganjil dalam pemikiran sang gadis abu, namun di sisi lain, Ella merasa bahwa ada sebagian memori yang hilang. Dia hanya tidak tahu apa itu.
"Aku Ella. Aku berasal dari sebuah negeri kecil damai yang terletak di antah berantah. Dan aku...,"
Ella bungkam, kemudian melihat ke arah Alice dan Hatter bergantian. Pikirannya kacau, dan tak dapat mengingat sebagian besar memorinya.
"Hm? Sebuah negeri kecil? Namanya?"
Hatter kembali bertanya, mengesampingkan Ella yang tiba-tiba berhenti berbicara.
Ella tidak tahu jawabannya. Dia tidak tahu nama kota tempatnya tinggal, bagaimana bisa? Dia sudah menghabiskan seumur hidup waktunya tinggal di kota itu sejak dia lahir. Bersama dengan ayah dan ibunya, hidup bahagia sampai sang ibu tirinya datang.
Ibunya...
"Nona Ella?"
Tangan Ella spontan bergerak naik menutupi mulutnya, baru saja menyadari delusi paling kejam yang pernah dialaminya.
Dia sama sekali tidak mengingat nama ibu kandungnya. Mengesampingkan dirinya yang juga tidak mengingat nama ayahnya.
Memori yang tersimpan hanya potongan kenangan menyedihkan yang menuntun Ella ke dalam kesempatan kedua yang diberikan oleh Hevander padanya.
Hevander?
Nama itu kembali menyeruak keluar dari pikiran Ella yang berserakan bagaikan sampah tak berguna, memberikan petunjuk yang mungkin bisa membantunya dalam situasi yang tidak menguntungkan ini.
"Hoi! Kau baik-baik saja?"
Suara Alice terdengar menggema, dan ketika Ella sadar, dia melihat jarak wajah Alice tinggal beberapa centi dari wajahnya yang membuat Ella spontan mendorong wajah sang pria menjauh karena keterkejutannya.
"Ugh!!"
Alice mundur menjauhi Ella ketika mendapatkan perlakuan seperti itu dari sang gadis. Raut wajah datar sang pemuda sungguh menunjukkan rasa kekesalan yang dirasakannya. Niatnya untuk bersikap baik hati pada gadis itu, runtuh seketika setelah mendapatkan perlakuan seperti itu dari sosok sang gadis abu.
Sedangkan Hatter di sisi Alice, tertawa cekikikan melihat kejadian itu, yang membuat Alice kembali merasa kesal dan memilih untuk kembali duduk di kursinya dan bersandar pada punggung kursi.
"Kau baik-baik saja, Nona Ella?"
Pertanyaan yang sama kembali dilontarkan, kali ini dari sang Hatter yang masih menampilkan senyuman ramahnya pada sang gadis abu.
Di tengah kebingungan yang melanda sang gadis, dan dalam keadaan yang krisis memori, Ella melihat ke arah Hatter, pada bagian topi anehnya yang memiliki beberapa hiasan yang tergolong aneh juga. Bunga Mawar warna warni dan sebuah kartu.
"Aku...baik-baik saja."
Ella menjawab dengan sangat pelan, antara ragu untuk berkata dan kembali hanyut untuk mengatur kembali pikirannya yang berserakan. Sang gadis bahkan tidak tahu lagi mana yang benar pikirannya dan mana yang merupakan pemahaman baru yang dibuatnya untuk membantunya mengingat memorinya.
Seketika Ella merasa takut akan hal itu. Dan gadis itu memilih untuk tidak banyak berbicara dan kembali menunduk, membuat baik Alice maupun Hatter menjadi kebingungan melihat perubahan yang terjadi pada Ella.
Tangan Hatter yang memegang pita itu pun kembali tertarik, dan menyimpan pita itu kembali masuk ke dalam saku celana panjangnya. Sesaat Hatter melihat ke arah Alice, memberikan isyarat tertentu melalui pandangan mata yang hanya bisa diketahui oleh Alice maupun Hatter seolah mereka sedang bertelepati.
"Kurasa kau sepertinya masih lelah, Nona Ella. Terlebih lagi kau pasti mengalami beberapa hal sebelum bertemu dengan Alice yang membawamu ke dalam kondisi seperti ini," ujar Hatter, menghela nafas pelan. Senyumannya masih tak luntur dari wajahnya yang tertutup bayangan topinya maupun rambut platina panjangnya tersebut.
Di sisinya Alice kembali berdiri, kali ini memilih untuk diam dan tidak mengatakan apapun. Sang pemuda memilih untuk berjalan duluan ke arah pintu, sekilas melihat Ella yang menunduk sebelum akhirnya melewati Hatter menuju pintu ganda ruangan itu.
"Karena sudah malam, kau sepertinya membutuhkan istirahat lebih. Pembicaraan ini bisa kita tunda hingga besok, Nona Ella. Istirahatlah, anggap saja rumah sendiri."
Ucapan ramah Hatter membuat Ella mengangguk singkat, kemudian mendongak melihat sang sosok pria bertopi yang masih tersenyum ramah padanya, lalu setelahnya mengedarkan pandangannya untuk mencari sosok Alice yang ternyata sudah berdiri di ambang pintu, menatap Ella balik dengan tatapan datar yang masih sama, membuat Ella kembali melihat ke arah Hatter.
"Terima kasih," ucap sang gadis abu dengan lirih, namun dalam keheningan ruangan ini, Ella yakin kedua orang tersebut dapat mendengarkan suaranya.
Hatter mengangguk singkat sebagai respon, kemudian berbalik untuk mengambil langkah lebar menuju pintu ganda yang sudah terbuka. Setelah Alice keluar, barulah Hatter melangkahkan kakinya ke arah pintu, menekan sakelar lampu yang membuat lampu chandelier di ruangan tersebut padam, lalu sang sosok Hatter pun keluar, meninggalkan Ella dalam keheningan ruangan tersebut.
Sang gadis abu menghela nafas panjang, menjatuhkan dirinya ke belakang dan kembali berbaring di atas tempat tidur tersebut.
Tatapannya tertuju pada langit-langit ruangan tersebut. Kristal lampu Chandelier di atas sana terlihat bercahaya dalam kegelapan ruangan itu, membuat Ella menyadari bahwa cahaya rembulan dari luar jendela masih dapat memberikan sedikit penerangan dalam ruangan meskipun tertutupi tirai putih.
Sang gadis abu kembali larut dalam pikirannya yang teracak-acak, seolah berhamburan kesana kemari dan tak dapat disatukan kembali.
Sang gadis berbaring miring, melihat ke arah salah satu jendela yang tertutup tirai putih, yang berjarak sejajar dengan posisinya.
Pikiran Ella kembali terputar mundur ke saat dia bertemu dengan Hevander di hutan. Kebingungannya muncul di tempat ini membuatnya lupa akan sosok pria bersurai gelap tersebut.
Sosok yang memberikannya kesempatan kedua, setelah memberikan kebahagiaan yang sama sekali tidak diinginkan oleh sang gadis abu.
Hidup bahagia dalam kenangan masa lalu keluarganya.
Itulah yang diucapkan Hevander padanya, mengatakan bahwa itulah kebahagiaan yang paling dinginkan oleh sang gadis, namun yang pada akhirnya disangkal oleh sang Cinderella itu sendiri.
Aku akan memberikanmu kesempatan kedua, jadi gunakanlah kesempatan itu sebaik mungkin.
Ucapan Hevander saat itu kembali terngiang dalam pikirannya, membuat sang gadis menghela nafas.
Ini adalah kesempatan kedua yang diberikan Hevander padanya, namun sang Ella sendiri tidak tahu pasti apa yang harus dia lakukan di kesempatan keduanya ini.
Ella menghela nafas panjang sekali lagi.Rasanya tubuhnya sangat lemah sekarang, apalagi setelah berpikir keras mengenai hal ini dan itu serta dihadapkan dalam situasi yang mengancam nyawanya. Sepertinya dia memang membutuhkan istirahat.
Sang gadis berbaring menatap langit-langit ruangan, memejamkan matanya perlahan seraya dirinya mulai jatuh ke dalam alam mimpi yang mulai terbentuk.
Namun seolah mendengar suara bising statis yang mengganggu sang gadis, Ella membuka matanya dan tersadar akan beberapa hal yang mustahil.
Sosok Hevander muncul dalam benaknya, berbicara padanya sama seperti saat sosok itu melempar Ella kedalam lubang dan berbicara padanya.
Kali ini Ella dapat mengingat ucapan Hevander dengan sangat jelas di sela-sela rasa kantuknya.
"Sampai kita berjumpa lagi di lain waktu, Cinderella. Pergunakan kesempatan keduamu ini dengan sebaik mungkin, untuk membentuk memori baru yang bisa membawamu kedalam kebahagiaan baru yang kau inginkan."
~♠♔♠~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top