3 - It's Not My Happily Ever After

Ella menyadari ada yang ganjil dan dirinya berpikir bahwa sosok yang ada di hadapannya saat ini kemungkinan besar berbeda dari sosok yang ditemuinya sebelumnya.

Ella spontan bersingkut mundur menjauhi sang ibu peri, namun tubuhnya tertahan dengan pohon besar yang berada di belakangnya, membuat punggungnya menempel pada batang kayu pohon besar tersebut sedangkan matanya menyiratkan perasaan waspada ketika dia menyadari sosok di depannya ini kemungkinan besar bukanlah sosok yang sama seperti yang diingatnya.

Sedangkan di satu sisi, sang ibu peri tetap tersenyum lebar, namun kemudian membuat seringaiannya berubah menjadi senyuman tipis penuh arti.

"Ada apa, Ella sayang? Apa kau baik-baik saja?" tanya sang ibu peri, masih dengan nada menenangkannya yang bisa membohongi siapapun yang mendengarnya.

Namun kali ini Ella tidak tertipu, setelah melihat bahwa ibu peri yang ada di depannya ini berbeda dari yang pernah ditemuinya.

"K-kau siapa?" tanya Ella serak, seolah suaranya sebagian tertahan di lehernya, takut untuk keluar, menyuarakan pendapat sang gadis yang menyadari ada keganjilan disini.
Setelah pertanyaan itu terlontar, keheningan cukup lama menemani mereka, sampai Ella berpikir mereka berada dalam ruangan kedap suara. Juga berpikir bahwa dirinya hanya sendiri bahkan saat hal yang dapat gadis itu dengar hanyalah suara deru angin bersamaan dengan suara burung hantu di malam hari.

Namun sang ibu peri masih menampilkan senyuman yang sama, hingga akhirnya Ella bisa melihat wanita itu kembali menyeringai dan mengambil tongkatnya yang melayang di sisinya.

"Heeh~,kupikir aku bisa menipumu lebih lama lagi," ucap sang ibu peri masih dengan suaranya yang terdengar ramah.

Namun kemudian Ella dapat melihat sesuatu seperti asap hitam yang meliuk-liuk, mengelilingi ibu peri mulai dari bagian kakinya, merambat di pakaian sang wanita kemudian akhirnya mengelilingi tubuh sang ibu peri sepenuhnya.

"Tapi kau sadar terlalu cepat. Sungguh tidak terduga, Cinderella tersayang."

Suara asing terdengar, membuat bulu kuduk Ella berdiri, dan menyadari bahwa asap yang mengelilingi sang ibu peri perlahan menghilang, menampilkan sosok pemuda tinggi dengan iris sewarna darah dan rambut yang identik dengan malam hari. Pemuda yang terlihat mengenakan pakaian butler itu tersenyum ramah pada Ella, masih memperlihatkan kesopanannya pada sang gadis berambut pirang.

Di sisi satu, Ella tidak dapat mengatakan apapun karena rasa keterkejutan yang memenuhinya. Tidak menyangka bahwa sosok yang bersamanya ini bukanlah ibu perinya, atau mungkinkah sosok ini sudah menipunya dari saat itu.

"Nah, nah, Ella sayang. Mari jangan berpikiran buruk dulu, baik tentang diriku dan Fairy Godmother. Aku tahu ada begitu banyak hal yang ingin kau tanyakan mengenai hal ini dan hal itu," sahut sang pemuda bersurai hitam seraya mengangkat kedua tangannya ke samping kanan dan kirinya dan melambaikannya pelan.

Seolah dapat membaca pikiran sang gadis abu, Ella terdiam dan menatap iris sewarna darah itu dalam diam dan ketakutan. Pikirannya memberikan sinyal baginya untuk lari, namun tubuhnya tidak bisa diajak kerja sama.

Hasilnya, gadis itu hanya dapat diam bersandar pada batang pohon besar dibelakangnya, betul-betul tanpa pertahanan dan perlindungan.

"Kau siapa?" pertanyaan tersebut berhasil meloloskan diri dari mulut Ella yang terasa kaku, syok melihat apa yang terjadi.

Di sisi satunya, sang pemuda yang masih menampilkan ekspresi ramahnya itu, tertawa kecil ketika mendengar pertanyaan yang kembali dilontarkan sang gadis.

"Hm, siapa ya? Di satu sisi, aku mirip dengan sang ibu peri, karena beberapa hal. Namun di sisi lainnya juga, aku berbeda dalam beberapa hal dari sosok yang bisa disebut manusia biasa. Bahkan kalau kujelaskan padamu pun, aku ragu otak kecilmu itu bisa menampung semua informasi mengenai diriku ini."

Sang pemuda berucap kemudian memiringkan sedikit kepalanya ke samping, membuat rambut hitam ikalnya yang panjang sebahu bergerak jatuh mengikuti arah kepala sang pemuda bergerak. Senyuman ramahnya sama sekali tidak meninggalkan wajah tampan sang pemuda.

Ella berusaha mencari celah untuk kabur dari tempat itu. Namun berpikir bahwa hutan merupakan tempat yang berbahaya pada malam hari, dia mulai ragu untuk memikirkan rencana. Sekarang dia hanya bisa bergantung pada apa yang dia hadapi saat ini.

"Kalau begitu, aku ganti pertanyaanku. kau itu apa?" tanya Ella sekali lagi yang kembali berhasil membuat sang pemuda tertawa lepas, kali ini lebih keras dan Ella yakin tawa sang pemuda membahana di hutan yang sunyi ini.

Setelah beberapa saat, tawa sang pemuda pun mulai redah dan tangannya tergerak untuk menyeka butiran air mata yang terbentuk di sudut matanya karena perasaan lucu yang membuatnya ingin menangis tersebut.

"Hahaha, kupikir kau ingin bertanya, siapa namaku. Tidak kusangka kau malah menanyakan pertanyaan seperti itu, Ella sayang. Sungguh tidak sabaran sama sekali," ucap sang pemuda dengan santai, kemudian kembali berdiri tegak dengan kepala yang sedikit ditundukkan kebawah agar dapat menyejajarkan tatapannya dengan Ella.

"Namaku Hevander, dan aku...hmm~,bukan manusia biasa."

Pernyataan langsung yang dilontarkan sosok yang menyebut dirinya Hevander. Nama yang asing, bahkan Ella tidak pernah mendengar orang dengan nama seperti itu sebelumnya.

Ella bungkam, tidak tahu harus mengatakan apapun hingga akhirnya Hevander kembali membuka mulut untuk berbicara.

"Nah, sebelum kau bertanya. Izinkan aku bertanya, apa yang kau lakukan di hutan pada jam malam seperti ini, Ella sayang?"

Pertanyaan tersebut seolah diproses dengan sangat lambat dalam pikiran Ella, dan gadis itu kembali teringat dengan segala keluh kesah yang dihadapi sang gadis. Dan dimana hatinya yang baik ini tidak dapat menanggung kesedihan ini lebih lama lagi.

Tidak mendapat jawaban dari Ella, Hevander masih menunggu dengan sabar. Tangannya dia lipat di bawah dada, menunggu respon dari sang gadis berambut pirang.

"Aku..."

Ella seolah ingin mengucapkan sesuatu, namun lidahnya terasa keluh, dan pada akhirnya ucapan yang seharusnya dia ucapkan tidak sampai keluar dari bibirnya.

"Hm? Kenapa? Apa kau ragu? Bicaralah sejujurnya, Ella. Karena, aku tidak akan bisa membantumu lagi jika kau tidak berkata sejujurnya," sahut Hevander, membungkuk sedikit dan mengambil rambut pirang sang gadis yang terkepang pada sisi kanan depan dan membawanya ke arah bibirnya lalu mengecup pelan rambut sang gadis.

Ella yang tersadar spontan kembali mundur dan menepis kasar tangan Hevander, membuat rambut sang gadis terlepas dari genggaman tangan sang pemuda. Hevander yang merasakan penolakan itu, hanya tersenyum tipis penuh arti, seolah tindakan yang dia lakukan sama sekali tidak salah.

Ella yang dipenuhi dengan perasaan campur aduk, berusaha memproses ucapan yang dilontarkan Hevander padanya. Awalnya Ella ragu, namun perasaan kecewanya mendorong sang gadis itu untuk memilih bertanya pada Hevander.

"Sihir itu...! Sihir yang diberikan ibu peri padaku saat itu, kenapa sama sekali tidak membawaku dalam akhir hidup yang bahagia? Apa itu semua adalah palsu?" tanya Ella dengan suara pelan yang masih dipenuhi keraguan. Di satu sisi, dia tidak ingin menanyakan hal itu, namun di sisi lainnya, dia merasa bahwa dia punya hak untuk menanyakan hal itu.

Hevander yang mendengarkan ucapan sang gadis, kembali menegakkan badannya dan memasang wajah serius, yang kemudian kembali berubah dihiasi dengan senyuman tipis yang biasanya.

"Tidak ada yang bohong dari sihir itu," ucap Hevander pelan, membuat Ella mendongak dan melihat Hevander lekat-lekat, setengah bingung dengan jawaban yang diberikan sang pemuda.

"Sihir sang ibu peri tidak pernah membohongi siapapun, Ella."

Ella yakin dia tidak salah dengar. Ucapan Hevander terasa nyata baginya, kendati Ella masih tidak bisa menerima kenyataan yang memang terjadi padanya saat ini.

"J-jadi apa itu artinya bahwa ada kesalahan pada sihir itu? Kenapa sihirnya sama sekali tidak berhasil?"

Ella tidak mengerti. Jika memang sihir itu tidak berbohong padanya, bagaimana bisa dia tidak mendapatkan akhir bahagia seperti saudari tirinya.

Melihat raut wajah kebingungan Ella, Hevander tersenyum tipis, dan kembali memiringkan sedikit kepalanya ke sisi kanan dan membuka mulutnya untuk berbicara.

"Itu karena kau tidak menginginkannya."

"Eh?"

Ella kembali bungkam, dan menatap sang Hevander tepat di iris merahnya yang mengkilat dalam gelapnya malam hari yang hanya ditemani cahaya bulan.

"Itu karena kau sama sekali tidak menginginkan akhir hidup bahagia seperti itu, Ella sayang."

~♠♔♠~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top