10 - Pink Haired Girl

Wanita berambut merah muda dengan rambut bagian tengah yang dibiarkan panjang sepinggang itu itu masih tersenyum menatap Ella, dan sang gadis abu bahkan tak merespon perkataannya. Ada yang misterius dari wanita di depannya, namun pandangan Ella tak teralihkan dari iris mata indah yang seolah menariknya ke dalam kegelapan dunia.

Ella sungguh tak tahu harus merespon apa dari perkenalan yang dilontarkan gadis berambut merah muda itu. Mungkinkah sosok ini adalah salah satu orang yang tinggal di mansion Alice ini?

Keluarganya kah?

"Maafkan ketidaksopananku, Nona Irra. Senang bisa berkenalan dengan anda!!"

Ella nampak panik ketika membungkukkan badannya untuk memberi hormat. Hampir saja dirinya sendiri terjatuh ke depan karena tersandung kakinya sendiri saat mencoba membungkuk. Meskipun tak mengenal siapa wanita di depannya, Ella tentu harus menunjukkan sopan santunnya kan.

Tapi respon yang didapatkan Ella hanyalah gelak tawa yang keluar dari mulut sang wanita berambut merah muda itu. Entah mengejek atau bagaimana, Ella tak berani mengangkat kepalanya. Bisa saja sosok di  depannya ini adalah keluarga Alice dan Ella tak ingin lagi membuat kesan buruk bagi sang pemuda berambut pirang itu.

"Tak perlu tegang seperti itu, Ella. Aku tak akan menggigitmu ataupun marah seperti Alice padamu."

Ella spontan mengangkat kepalanya ketika mendengar nama pria berambut pirang itu disebutkan. Sepertinya dugaannya tepat, wanita ini mengenal Alice. Lagipula apa yang diharapkan Ella. Dia berada di kediaman milik Alice sekarang. Tentu semua sosok yang tinggal disini mengenal Alice dengan baik.

"Pemuda itu memang selalu keras kepala. Namun untuk pendatang baru, kau hebat sekali bisa bertahan darinya, Ella." Irra kembali menyuarakan pendapatnya, lalu terkekeh pelan melihat wajah sang gadis yang terlihat kaku karena ucapannya itu. Oh, apa Irra telah mengundang kembali trauma yang dirasakan oleh Ella saat bertemu Alice?

Wanita berambut merah muda itu pun memandangi pita yang terikat di rambut Ella. Senyuman tipis penuh makna menghiasi wajahnya. Seolah pemikirannya memproses sebuah pertanyaan yang ingin dia lontarkan, namun dia urungkan.

"Daripada itu, apa yang dilakukan Nona Ella disini? Apa Alice mengantarmu dan kalian terpisah?"

Ella menelan ludah seketika mendengar pertanyaan itu. Mungkin pelipisnya sekarang mulai berkeringat dingin karena seolah ketahuan telah melakukan sesuatu yang dilarang. Dia kembali teringat dengan peringatan Alice sebelumnya. Agar tidak keluar kamar hingga pria itu kembali.

"Uhm...itu...aku sebenarnya tersesat," ujar Ella pada akhirnya. Mengakui kalau dia tersesat. Namun di satu sisi dia juga tidak bisa mengaku kalau dia mengabaikan permintaan Alice. Bisa habis dia karena mengabaikan peringatan pria itu.

Irra di depannya memandang sang gadis abu dalam diam, sebelum kembali ukiran bibirnya melengkung, memperlihatkan senyuman tipis. Bersamaan dengan itu juga, dia menyambar salah satu tangan Ella dan menarik gadis itu.

"E-eh, Nona Irra??" 

Ella tidak tahu akan dibawa kemana dia. Namun seketika dia panik. Apa dia akan dibawa pada Alice karena telah mengabaikan sebuah perintah yang mustinya bisa dipatuhinya? Dia tidak ingin moncong pistol yang dingin itu kembali menempel di pelipisnya yang membuat Ella harus memanjatkan kembali doanya agar dibiarkan hidup.

"Kalau begitu temani aku ya!" pinta Irra tanpa berbalik. Dia berbelok di beberapa perempatan lorong dengan lancar seolah sudah hafal betul dengan area mansion ini meskipun bentuknya seperti labirin. "Kalau Alice marah, tenang saja. Aku akan menendangnya kalau berani mengancammu lagi."

Mendengar itu, Ella merasa terharu. Padahal mereka baru saja bertemu, tapi nampaknya Irra adalah sosok yang sangat baik. Tapi wajah Ella pucat seketika. Tidak bisa membayangkan akan bagaimana murkanya Alice ketika sadar Ella tidak ada di dalam kamarnya.

***

Setelah diseret kesana kemari oleh Irra selama hampir satu jam, sekarang Ella bisa bersantai ketika mereka tiba di sebuah kafe kecil di kawasan kota Wonderland itu. Untuk dirinya yang baru pertama kali ini berkeliaran di kota asing ini, bersama Irra merupakan keuntungan baginya.

Setidaknya dia berharap Irra tidak tiba-tiba menghilang dan meninggalkannya. Dan saat ini mereka telah bersantai duduk di kursi bagian teras lantai satu dari kafe tersebut.

Eh, tapi bukankah itu bagus? Artinya dia tidak perlu bertemu dengan Ali--

"Maaf ya pada akhirnya aku justru terlihat seperti menyeretmu kemana-mana." Irra nampak terkekeh pelan. Melontarkan kata maaf meskipun Ella sedikit sadar tidak ada penyesalan dari dalam ucapan wanita itu. Atau mungkin begitulah sosok Irra?

Kepala Ella segera menggeleng. Sama sekali tidak masalah dengan itu. Di satu sisi dia senang bisa berjalan-jalan. Itu membuatnya bisa mengalihkan pikirannya dari wajah murka Alice yang sudah tepampang hampir setengah jam setelah mereka keluar dari kediaman sang pria. Dan juga, masalah yang tidak ingin dibicarakan lainnya.

Irra memperhatikan reaksi yang diberikan Ella. Gadis abu itu terlihat biasa saja, namun nampaknya ada sesuatu yang dipikirkannya. Hingga kedatangan pelayan untuk membawakan pesanan mereka pun membuyarkan lamunan Ella.

"Nah, Ella. Karena sebagai ganti telah menemaniku hari ini, aku akan menjawab pertanyaan yang ingin kau lontarkan," ujar Irra tiba-tiba. Hasilnya, netra Ella nampak sepenuhnya terpusat pada Irra dan menunggu wanita itu melanjutkan ungkapan selanjutnya.

"Kudengar dari Hatter kalau kau..apa ya namanya..." Irra terdiam sesaat. Posisi jarinya nampak menyentuh kening seolah memikirkan dengan keras kata apa yang ingin diucapkan pada Ella. "...orang luar? Well, intinya orang yang berasal dari luar Kota Wonderland."

Ella mengangguk seketika. Tidak berniat menyembunyikan hal itu karena jelas itu adalah kenyataannya. Dia adalah orang luar yang terperangkap disini. Semua itu karena sosok asing yang ditemuinya di hutan, menyamar sebagai ibu peri yang sebelumnya memberikan pertolongan baginya.

Tidak.

Bukankah ini juga merupakan sebuah pertolongan yang diberikan sang pria berambut hitam itu padanya?

Mencari arti hidup bahagianya sendiri, hanya karena Ella tidak bahagia di tempat asalnya.

"Bisa dibilang seperti itu, Nona Irra. Namun saya pun...tidak terlalu mengingat darimana saya berasal."

Mungkin itu akan terdengar lucu, tapi begitulah yang dialami Ella sekarang. Dirinya yang terjebak disini bahkan tanpa tahu darimana berasal. Dan yang lebih menyakitkannya lagi, dia sama sekali tidak mengingat nama kedua orang tuanya. Apa saat dia jatuh dan terbentur, lambat laun memorinya mulai terkuras hilang.

Atau mungkinkah ini juga merupakan bagian dari Hevander mengenai keinginan terbaru Ella?

"Begitu ya. Berarti seperti hilang ingatan ya," gumam Irra kemudian. Tangannya yang memegang cangkir teh kembali terangkat, dan dia menyeruput sedikit isinya untuk menghangatkan tubuhnya dengan teh yang masih hangat itu. Pandangannya kemudian melihat sekeliling seolah mencari sesuatu.

"Kalau begitu santai saja. Sambil mencoba mengingat kembali tempatmu berasal, kau bisa tinggal di tempat kami. Well, secara teknis itu rumah Alice. Tapi begitulah," gumam sang wanita berambut merah muda tanpa melihat Ella. Dia sama sekali tidak mempermasalahkan jikalau Ella tinggal bersama mereka. Justru mungkin Irra akan lebih senang karena memiliki teman perempuan pada akhirnya.

Pandangannya pun tertuju pada pita yang menghiasi rambut Ella lagi. Pastinya pita itu adalah pemberian Alice. Namun sebodoh-bodohnya pria itu, kenapa juga harus memberikan pita itu.

"Pita itu...dari Alice kan? Apa kau tahu simbolnya disini?" tanya Irra kemudian. Tangannya yang sekarang sedang memegang sendok kecil pun terangkat, menujuk pita di rambut sang gadis abu menggunakan sendok itu. Sehingga Ella sedikit menunduk untuk melihatnya juga.

Kepalanya mengangguk merespon. Karena jelas itu adalah pemberian Alice. Meskipun bingung untuk apa kegunaan ini, dia sadar kalau pita ini mungkin memiliki arti yang sama dengan pita berwarna hitam pada Hatter.

Pita yang berada pada dirinya ketika datang ke sini.

"Apa Alice menuduhmu sebagai mata-mata dari Black King? Lalu dengan bodohnya justru memberikan pita itu padamu. Akan kupukul kepalanya nanti saat pulang ke rumah." Irra nampa melontarkan sebuah pertanyaan di sela-sela gumaman kesalnya pada Alice. Kali ini tidak menutupi rasa kesalnya pada sosok tersebut.

Sedangkan Ella hanya memandang dalam diam, mencoba memproses apa yang dibicarakan Irra. Niat bertanya namun dia takut. Tapi tidak bertanya pun ,dia takut terkena masalah seperti kemarin lagi.

"Memangnya ada apa dengan pita ini?"

Irra yang fokus dengan pikiran dan gumaman kesalnya pada Alice pun segera kembali memandang Ella lagi. Wanita itu terdiam sesaat, sebelum bertopang dagu di atas meja dengan salah satu tangannya.

"Pernah mendengar tentang White King dan Black King? Meskipun aku ragu hal itu akan sampai di tempatmu berasal."

Irra nampak bertanya, namun wanita itu sendiri nampak ragu jikalau Ella tahu. Sehingga membuat Ella tidak tahu harus merespon apa. Pada akhirnya, dia hanya memutar otaknya untuk mengulang kembali memorinya sendiri, mengingat-ngingat apa saja yang bisa dijadikan petunjuk sejak dia tiba di tempat ini.

"Alice...memanggil saya sebagai suruhan dari Black King."

Teringat hari pertama yang menegangkan di saat pertemuannya dengan Alice, Ella mendapatkan sebuah petunjuk meskipun tidak banyak. Dengan ancaman yang terasa mendirikan bulu roma saat itu, Ella bisa mengingat tiap kata yang dilontarkan Alice padanya sebelum mengancamnya dengan pistol.

Oh, bahkan pelurunya saat itu sudah ditembakkan sehingga Ella masih ingat jelas dengan suara tembakan itu.

Kepala Irra pun miring sedikit. Tangannya pun pun saling bertumpu, dengan dagunya yang bertumpu pada tangan paling atas. Sendok yang dipegangnya pun dia gerakkan ke kanan kiri, bagaikan sebuah pendulum yang berniat menghipnotis orang.

"Hmm! Karena seperti itulah keadaan sendiri. Tapi bukan karena dirimu, Ella." Irra nampak menjelaskan. Namun kata-katanya yang tidak menjelaskan semua itu membuat Ella sedikit bingung. Lalu kalau bukan karena dirinya, lalu karena apa. Apa karena pita itu? Tapi Ella sendiri tidak tahu darimana dia mendapatkannya.

"Yap, karena dari pita itu!" seru Irra kemudian. Sesaat membuat Ella terkejut. Berpikir apakah dia menyuarakan pikirannya sendiri di hadapan sang wanita. Tapi karena pembicaraan ini menjadi lebih menarik, Ella mengabaikan ucapan itu dan kembali melihat kepangan rambutnya yang dihiasi pita.

Tangannya yang menggenggam kepangan itu bergerak naik, membuatnya memandangi pita yang terlihat sederhana itu, bisa saja membawanya ke dalam masalah yang sama seperti sebelumnya.

Mati hanya karena pita ini?

Ella jelas tidak mau.

"Kenapa?"

Mendengar sebuah pertanyaan yang sangat singkat keluar dari mulut Ella, Irra hanya mengulum sebuah senyuman tipis. Namun saat mulutnya terbuka berniat untuk membalas ucapan Ella, dengan segera tangan kiri Irra bergerak ke samping, memegang sendok kecil itu yang kemudian nampak menangkis sesuatu yang jelas mengarah ke arah Ella.

Trang!!

Suara memekikkan telinga yang terdengar itu seketika membuat Ella mengangkat tangannya untuk menutupi telinganya.  Bunyi nyaring itu berasal dari hantaman sendok Irra dengan sesuatu yang melesat ke arah mereka tadi. Bersamaan dengan itu juga, kembali sesuatu yang cepat melesat ke arah mereka.

"Ella, menunduk!"

Sang gadis abu belum sempat merespon ucapan itu sebelum Irra dengan sendiri memaksa Ella menunduk. Mendorong kepala Ella hingga gadis itu terjatuh ke bawah meja. Bersamaan dengan itu juga, Irra tidak membuang-buang waktu untuk mengangkat kursinya sendiri dan menjadikannya pelindung dari sesuatu yang melesat cepat ke arah mereka.

Suara bunyi tusukan sesuatu yang tajam bertemu dengan seusatu yang tumpul pun terdengar. Bersamaan dengan itu juga, Ella bisa mendengar suara kacau dari orang-orang yang berlari meninggalkan kafe tersebut. Membuat Ella yakin sesuatu telah terjadi.

Namun diposisinya sekarang, barulah Ella sadar. Mungkin sangat tidak sopan baginya karena bisa melihat kaki Irra dibawah sini. Namun saat dia sadar, dia merasa familiar dengan sesuatu yang terikat pada pergelangan kaki Irra. 

Sebuah pita berwarna putih itu sama seperti yang terikat pada rambut Ella.

"Oh, kupikir sambutan yang akan kau berikan akan lebih menyenangkan daripada ini, Tuan. Ngomong-ngomong, selamat pagi! Pita yang bagus terikat pada lehermu itu. Benar-benar mencerminkan sebuah binatang peliharaan yang patuh pada majikannya," seru Irra ketika melihat sosok pria berambut hitam sebahu, berjalan mendekat ke arahnya. Lontaran kata tajam keluar dari mulutnya, meskipun itu tidak bisa dihitung sebagai pujian.

Irra akan menertawakannya jikalau pria di depannya itu menganggap ucapannya barusan sebagai pujian.  

Sang wanita berambut merah muda bisa melihat beberapa pisau pendek nampak menghiasi di antara jari jemarinya sang pria. Pita berwarna hitam bergaris emas nampak menghiasi leher sang pria yang tertutup dengan kerah tinggi pakaiannya yang bak bangsawan. Dan tatapan kosongnya bak robot itu lurus memandang Irra yang tersenyum santai dengan sendok yang masih berada di tangannya itu serta tangan satunya yang masih memegang kursi kayu yang tadinya dia gunakan.

"Kata-kata yang bagus dan 'menyentuh hati' seperti biasanya, Caterpillar," balas sang pria kemudian. Suara yang keluar bahkan terdengar bagaikan robot. Mencoba membalas ucapan Irra yang jelas-jelas terdengar kurang ajar itu. Namun sayangnya itu tidak berpengaruh bagi sosok sang pria berambut hitam.

Di satu sisi, Irra nampak tersenyum manis. Bahkan senyuman itu terlihat melengkung dengan sempurna seolah tujuannya bukan lagi untuk membagikan kebahagiaan, namun merendahkan sosok dihadapannya ini.

Netra sang wanita berambut merah muda nampak menggelap, dan tangannya yang sekarang bergantian menggenggam sendok itu, mengepal kuat sehingga sendok itu pun membengkok tanpa melukai tangan Irra sedikit pun. Suara yang keluar dari mulutnya selanjutnya terdengar dalam dan penuh makna.

"Penyambutan sempurna bagi Anda juga, Tuan Griffin! Sekarang, berniat menjelaskan padaku, alasan apa lagi yang akan Anda berikan kali ini karena telah mengganggu pagi hariku yang damai?"

***


[Akhirnya setelah sekian lama saya pun melanjutkan karya ini. Well, meskipun saya tidak yakin masih ada yang menunggu karya ini sih. :"D

Bagi yang menunggu sekian lama, saya akan kembali mencoba mengupdate cerita ini lagi. Mohon maafkan kelabilan saya dalam melanjutkan cerita. :"D Mumpung ide kembali berjalan. XD Dan terima kasih karena sudah mau menunggu dengan sabar. ^_^

Kalau begitu, tidak perlu berlama-lama lagi. Terima kasih telah membaca chapter kali ini! Semoga hari kalian menyenangkan. ^_^/]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top