END CHAPTER: PAPA-MAMA
Zek berlari ke arah Miku. Seperti sebelumnya, dia ditembak lagi.
"Sial," Zek bangkit dan berlari ke Miku. Saat Miku menyerang, Zek berhasil menghindar. Sekarang Zek sudah ada di depan Miku, dia mau memeluk Miku. Tapi, ternyata dia mempunyai prisai kegelapan. Zek terpental akibat prisai itu.
"Cukup Zek! Jangan memaksakan diri lagi!" kataku membantu dia berdiri.
"Aku sudah berjanji padamu dan Miku. Kita akan hidup bersama, di rumah kita, arggg," dia sudah babak belur.
"Tapi..." hendak aku ingin mengatakan sesuatu. Tapi dengan cepat dia berlari lagi, dan terpental kembali.
"Hahaha, kau memang nekad ya. Udah tahu Miku tidak akan pernah seperti dulu lagi, hahaha," kata pak Jeff.
"Diam kau! Akan... arggg," Zek mencoba bangkit lagi, tapi dia jatuh lagi.
"Lihatlah, betapa menyedihkannya dirimu. Miku, habisi dia!" lalu Miku mengarahkan tangannya ke arah Zek. Kegelapan datang dan berkumpul di telapak tangannya. Kegelapan itu mulai membentuk bulatan yang sangat besar.
"Tunggu!" kataku. Aku melindungi Zek.
"Kimi! apa yang kau lakukan? Arggg."
"Miku, ini mama. Kau ingat? Kau bilang mau hidup bersama dengan kami kan? Bahkan kau belum memberi tahuku, gambar apa yang sedang kau buat? Jadi... kembalilah seperti semula. Seperti Miku yang kami sayang, dan yang kami kenal."
Tiba-tiba sesosok Miku kesakitan. Samar-samar kegelapan mulai hilang.
"Ma...ma pa...pa, bu...nuh Mi...ku se...ka...rang!" ucap dia terbata-bata, karena sedang berusaha melawan kegelapan dalam dirinya.
"Tidak Miku. Teruslah lawan kegelapan itu. Supaya kau bisa kembali," jawabku.
"Mi...ku ti...dak bi...sa kem...bali, ke...gela...pan i...ni su...dah me...rebut ba...dan Mi...ku. Ja...di, Mi...ku mo...hon ce...pat bu...nuh Mi...ku. Su...paya pa...pa da...n ma...ma se...la...mat."
"Tapi Miku," aku mulai mengeluarkan air mata. "Aku tidak ingin kehilangan dirimu."
"Te...ri...ma ka...sih, ka...li...an su...dah mem...be...ri ka...sih sa...yang ke Mi...ku de...ngan tu...lus da...n ha...ngat. Le...bih ba...ik Mi...ku ma...ti da...ri...pa...da ke...se...pian la...gi. Ce...pat bu...nuh Mi...ku, Mi...ku ti...dak bi...sa me...na...hannya la...gi," kegelapan kembali mengelilingi tubuhnya, sedikit demi sedikit.
"Keputusan ada di kamu. Kimi," kata Zek dari belakangku.
Aku merasa sangat kacau, air mata tidak bisa ku tahan lagi. Aku melihat Zek, dia sudah berdiri dengan beberapa luka yang parah. Akhirnya aku menjauh dari tempat itu, itu adalah jawabannku.
"Baiklah. ARMOR TYPE TWO," Zek mengambil kedua pedangnya. Miku sudah kembali lagi seperti tadi, dia menyerang dengan tembakan kegelapan. Mengenai Zek, ternyata tidak. Zek sudah ada di langit. "TWISSTER," Zek merapatkan kedua pedangnya ke depan, dan memutarkan badannya. Sekarang Zek menyerang seperti bor, semua kegelapan yang ditembak Miku berhasil dilewatinya. Zek sudah ada di dekatnya, Miku mengaktifkan prisainya. Terjadi adu kekuatan, angin bertiup kencang dari arah mereka. Setelah sekian lama, Zek berhasil menghancurkan prisai itu dan menembus badan Miku. Lalu, kegelapan Miku menghilang dan Miku jatuh. Aku berlari menghampiri dia.
"Mama, terima kasih," kepala dia ku sandarkan di lenganku. Sesosok dia mulai menghilang oleh cahaya.
"Miku, gambar apa yang sedang kau buat?" tanyaku sambil mengeluarkan air mata.
"Papa dan mama," lalu sesosok Miku menghilang. Aku memeluk kedua tanganku dan menangis keras.
"Menyedihkan," hina pak Jeff.
"Bagaimana sekarang ayah?" tanya Septian ketakutan.
"Sekarang adalah giliranmu," kegelapan mengambil tubuh Septian. Lalu, dia keluar dengan keadaan seperti Miku. Rambutnya berubah menjadi putih, matanya merah menyala, dan di tangannya ada tombak. "Serang dia!" lalu Septian menyerang Zek.
"Aaaaahhhh," Zek berlari untuk menyerang dia.
Tombak dan pedang saling beradu, Septian menusuk kepala Zek, berhasil ditangkis, Zek membalas dengan tusukan ke badan, berhasil dihindari. Mereka berdua langsung mundur, Septian mengarahkan tombaknya ke atas. Bulatan kegelapan terbentuk di ujungnya, lalu dia melemparnya ke Zek. Zek menahan dengan kedua pedangnya, Zek cukup kesulitan menahannya. Kemudian Zek berhasil mengembalikan bola itu ke pemiliknya, tapi ditangkis oleh Septian. Rumah ini hancur cukup parah. Septian menusuk perut Zek, berhasil ditahan, Zek menangkis tombak itu ke atas, dia mencoba menyerang kepala Septian, tapi hanya menghasilkan luka sayat di pipinya. Septian mundur dan melakukan jurus itu lagi, Zek berlari ke arahku dan memindahkanku ke atas, bersamaan dengan Septian menembak.
"Kimi, kau tunggu di sini ya," dia menurunkanku dari pangkuannya.
"Hikss, baik," aku melihat Zek. Wajah dia mencerminkan bahwa dia sangat marah. Dia kembali lagi ke bawah.
"Akan ku balas perbuatanmu!" Zek merapatkan kedua pedang itu ke atas. Tiba-tiba cahaya merah memutari pedangnya. Septian melakukan jurus itu lagi. Secara bersamaan mereka menembak jurus mereka masing-masing. Kedua jurus itu saling mengadu dan mengakibatkan ledakan yang dahsyat. Secara cepat mereka berdua meloncat ke depan dan mengarahkan senjata mereka ke depan. Sekarang mereka ada diposisi yang terbalik, dan ini adalah penentuan siapa yang akan terluka nanti. Zek jatuh, tapi yang menghilang adalah Septian.
"Hah payah. Ku pikir dia akan lebih berguna," ketus pak Jeff.
"Zek... kau baik-baik saja?" teriakku. Tapi dia tidak menjawab dan hanya duduk diam.
"Sepertinya aku tidak memiliki pilihan lain. Keluarlah, Devil Demon," teriak dia sambil mengangkat bukunya ke atas. Lalu buku itu terbang ke atas, kegelapan mengelilinginya dan membentuk monster yang besar. Mirip iblis besar berwarna hitam berlengan besar dan bertanduk satu. Dia menyerang Zek, tapi dia hanya diam saja.
"Zeeekkkkk," teriakku.
Lengan dia sudah menghantam tubuh Zek, angin datang dengan keras. Tapi, aku melihat Zek menahan lengan itu dengan satu pedang. Sekarang Zek memilik aura berwarna merah mengelilingi tubuhnya. Zek menangkis lengan itu ke samping, lalu menyerang wajahnya dengan loncat, tapi dia menahannya, Zek mundur. Sekarang monster itu mengarahkan tangannya ke arah Zek, bola kegelapan terbentuk. Zek melihat ke arah ku, dia berlari. Tembakan dilepaskan oleh monster itu, aku menutup mata. Sensasi angin dari tembakan itu terasa sangat kuat.
"Kimi, kau tidak apa-apa?" aku membuka mata, dan melihat Zek ada di atas badanku. Tak lama kemudian dia jatuh ke samping. Aku bangun dan melihat sekeliling, ternyata rumah ini sudah hancur. Aku melihat Zek yang ada di sampingku sedang tergeletak lemas.
"Zek? Zek bangun! Bangun!" kataku sambil menggoyangkan badannya. Tapi, dia tidak membuka matanya. "Zek, jangan mati! Zeekkkk!" air mata mulai mengalir dari mataku.
"Ohh, sungguh kasihan. Jangan sedih, sebentar lagi kau akan menyusulnya. Bunuh dia!" monster itu melakukan jurus itu. Tapi, tiba-tiba ada ledakan di wajahnya.
"Maaf aku terlambat," aku melihat ke arah suara itu. Ternyata itu adalah Liranti dengan seorang pria.
"Liranti!"
"Ilham, tolong bawa kak Zek ke tempat yang aman bersama kak Kimi. Biar aku yang hadapi monster itu," lalu pria itu berlari ke arah kami dan menggendong Zek. Aku membawa kedua pedangnya, ternyata cukup berat. Sekarang kami ada di reruntuhan dapur dengan adanya peralatan masak yang hampir hancur.
"Dia hanya pingsan," kata Ilham. Sekarang dia sedang memeriksa denyut nadi Zek.
"Syukurlah."
"Tapi, bukan berarti dia masih hidup. Mungkin, dia sedang koma," lanjut dia.
"Tidak mungkin?" aku menutup mulutku dengan kedua tanganku tanda tidak percaya.
"Denyut nadinya semakin tidak terasa, suhu tubuhnya pun semakin turun."
"Tidak! Dia belum mati! Dia sedang tidur saja!"
"Inginnya aku pun begitu. Walau aku baru pertama bertemu dengan dia, aku tidak ingin dia mati. Kalau dia mati, nanti Liranti juga akan mati," lalu dia melihat pertarungan Liranti.
Aku melihat pertarungan Liranti juga, dia cukup kesulitan menghadapi monster itu. Sekarang dia kecapean setelah beberapa kali menghindar.
"Zek bangun! Liranti sedang bertarung. Dia butuh bantuanmu. Ayo Zek, bangunlah!" aku menggoyangkan badannya.
"Liranti!" teriak Ilham. Liranti terpental dan jatuh ke tanah. Sekarang dia tergeletak di tanah.
"Zek bangunlah!" aku memeluk dia. Cahaya datang mengelilingiku.
Aku terbangun dan melihat sekitar. Di sini semuanya cerah tanpa ada reruntuhan rumah itu satu pun.
"Aku ada di mana?" aku berdiri dan melihat sekeliling. Tiba-tiba cahaya datang dari depanku. Lama kelamaan cahaya itu membentuk tubuh manusia. Sekarang dia berbentuk seorang wanita, tingginya 160cm, berambut pirang panjang, gaun putih panjang. Dia mendekatiku.
"Kimi," ucap wanita itu.
"Kenapa kau tahu namaku? Sekarang aku ada di mana?" mataku masih kurang jelas melihat wajahnya.
"Aku ibumu," penglihatanku mulai jelas, dan ternyata benar. Wajahnya mirip ibuku. Bukan, dia benar-benar ibuku.
"Ibuuuu!" aku berlari dan memeluk dia. "Aku senang bisa bertemu ibu lagi."
"Ibu juga senang sayang. Tapi, sekarang bukan saatnya kangen-kangenan. Temanmu dalam bahaya."
"Tunggu. Jadi aku belum mati?"
"Tentu belum lah. Kau hanya sedang ada di alam bawah sadarmu."
"Lalu kenapa ibu bisa ada di sini?"
"Ibu di sini untuk menolongmu."
"Menolongku?"
"Iya. Sekarang kau sedang menghadapi monster yang besar kan?"
"Benar," lalu aku mengeluarkan air mata karena ingat Zek yang sedang sekarat.
"Jangan sedih," ibu mengusap air mataku. "Kau bisa menyembuhkan dia."
"Bagaimana caranya?"
"Dengan kekuatanmu."
"Kekuatanku? Apa kekuatanku?"
"Kekuatanmu ada dalam hatimu," ucap dia sambil memegang dadaku.
"Dalam hatiku?"
"Iya. Waktumu tidak banyak lagi, ibu akan mengembalikanmu," dia mengangkat tangannya ke atas.
"Tunggu..." lalu dia menjentikan jarinya.
Sesosok ibuku kembali menjadi cahaya. Lalu cahaya itu kembali mengelilingiku, aku menutup mata. Aku membuka mata, aku masih memeluk Zek.
"Ibu," aku melepaskan pelukan dan menyandarkan kembali Zek.
Aku melihat monster itu, sekarang dia akan menembakki Liranti dengan bola kegelapan. Namun, ledakan datang dari wajahnya. Ternyata itu dari Liranti, dia masih bisa menembakkan panahnya walau sedang tergeletak lemas.
"Dari hatiku," aku mengepalkan tanganku dan memegang dadaku. Lalu aku melihat Zek. Tiba-tiba cahaya mengelilingi kepalan tangan di dadaku. "Apa ini?" aku melihat kepalan tangan yang bersinar itu. Entah kenapa aku berpikir untuk mengarahkan kepalan itu ke tubuh Zek sambil membuka kepalan tanganku. Ternyata, setelah aku melakukan itu. Aku melihat cahaya itu menyinari tubuh Zek yang terluka. "Apakah ini kekuatanku?" tak lama kemudian luka-luka Zek sembuh.
"Kimi," kata Zek sambil membuka mata dan bangun. "Apa yang sedang terjadi? Lalu siapa dia?" Zek menunjuk jari ke arah Ilham.
"Nanti saja ceritanya. Sekarang Liranti dalam bahaya," jawabku. Zek melihat ke arah Liranti yang sedang tergeletak di tanah dan menutup kedua matanya karena monster itu akan menembakinya lagi. Lalu aku menyondorkan kedua pedangnya ke Zek.
"Ternyata monster itu sudah keterlaluan ya," Zek berdiri dan mengambil pedang itu. Dengan cepat Zek berlari untuk melindungi Liranti. Tembakan monster itu ditangkis oleh Zek dengan mudah. "Kau tidak apa-apa?" tanya Zek.
"Kakak," Liranti membuka matanya.
"Butuh berapa lama?" tanya Zek.
"Sekitar satu menit kak," jawab Liranti mempersiapkan panahnya untuk ditembak.
Lalu Zek berlari ke arah monster itu sekaligus menyerangnya. Ditangkis, dia menyerang balik, berhasil dihindari oleh Zek. Terus begitu.
"SONIC BOW," teriak Liranti. Dengan cepat Zek membungkuk, serangan itu mengenai wajah monster itu, tapi tidak meledak seperti serangan sebelumnya. Tiba-tiba monster itu memegang kepalanya dengan kedua tangannya, seperti yang pusing. "Kak, sekarang!" tiba-tiba kedua pedang Zek bersinar merah dan putih, dia berdiri kembali dan berlari. Zek menebaskan pedangnya dengan cepat sambil berpindah tempat, dari sisi satu ke sisi lainnya. Lalu setelah itu monster itu mati.
"Ti...dak mungkin. Aku harus cepat pergi," pak Jeff kabur. Tapi, dengan cepat Zek sudah ada di depannya. Pak Jeff jatuh ke tanah. "Aku mohon, jangan bunuh aku. Biarkan aku hidup," dia memohon sambil mundur ke belakang. Dengan wajah kesal, Zek mangayungkan pedangnya ke kepalanya. "Tidakkkk!" teriak pak Jeff menutup matanya. Tapi, saat sedikit lagi mengenai lehernya. Zek menghentikan serangannya. Pak Jeff membuka matanya dan melihat pedang itu dekat sekali dengan lehernya, lalu dia pingsan. Setelah itu polisi datang, dan menangkap pak Jeff. Liranti di bawa ke rumah sakit oleh polisi, tentu dengan Ilham di sisinya.
Keesokan sorenya setelah aku pulang sekolah. Aku kembali ke reruntuhan rumah itu untuk mendoakan Miku bersama Zek.
"Maaf kan aku Kimi. Aku tidak bisa menepati janjiku," kata Zek setelah kami selesai berdoa. Lalu kami berdua berdiri.
"Tidak apa," aku memeluk lengan Zek dan menyandarkan kepalaku di pundaknya. "Mungkin sekarang Miku sedang bersama dengan kedua orang tuanya yang asli."
"Iya, kau benar. Sebaiknya kita pulang," lalu kami pergi. Tapi, saat setengah jalan.
"Papa mama," kami berbalik dan melihat Miku sedang bergandeng tangan dengan satu pria di kanannya, dan satu wanita di kirinya. "Terima kasih," lalu sesosok mereka menghilang.
"Zek, kau menangis," aku melihat air mata mengalir di matanya.
"Tidak," lalu dia mempalingkan wajahnya.
"Benarkah?" godaku.
"Baiklah kau benar," dia memalingkan kembali wajahnya ke arahku. "Tapi, masih mending aku. Daripada kamu yang menangis keras sambil berteriak," lalu dia mencubit kedua pipiku dengan keras.
"Aduhhh. Sakit tahu," dia melepaskan cubitannya. Lalu aku memegang kedua pipiku.
"Maaf. Oh ya Kim, bolehkah malam ini aku tidur bersama denganmu lagi?"
"Boleh."
"Benarkah?"
"Tapi kau harus menangkapku dulu," dengan cepat aku berlari meniggalkan Zek.
"Baiklah," lalu Zek mengejarku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top