CHAPTER SIX: ILHAM
"Zek, ini makan siang dariku," kata para wanita berebutan memberikan bekal ke Zek.
"Kak Kimi, kenapa kaka hanya diam melihat kak Zek direbut banyak wanita?" tanya Liranti.
"Ya mau bagaimana lagi. Ini juga permintaan Zek," kataku. Sekarang Liranti sekolah di tempat sekolahku, ya tentu beda kelas karena umur Liranti yang lebih muda dari kami.
"Maksud kakak?"
"Jadi gini ceritanya," kataku memulai cerita. "Kimi, maaf ya. Aku harus bersikap baik di depan mereka semua, supaya mereka tidak punya rasa dendam ke kamu. Ya mungkin saja mereka melakukan perjanjian GH untuk membunuhmu. Begitu kata Zek," sambungku.
"Hmm. Itu kan Ilham, apa yang sedang dia lakukan?" Liranti melihat ke arah seorang siswa menggunakan kacamata, berambut coklat, tinggi kira-kira 160cm, kulit putih. Dia sedang mengintip ke arah Zek di balik pohon. Sekarang kami ada di taman depan, sedang duduk di kursi taman.
"Kau kenal dia?"
"Iya, dia teman sekelas. Ilham kau sedang apa?" teriak Liranti.
Bukannya melihat Liranti, malah dia pergi seperti ketakutan.
"Kenapa ya dia?" tanya Liranti.
"Entahlah," kataku melihat Zek kemari.
"Kimi Liranti. Kalian mau?" katanya sambil mengunyah roti pemberian dari mereka.
"Enggak, aku kenyang," kataku. Lalu aku pergi karena enggak tahan melihat Zek yang dengan bahagianya memakan makanan pemberian dari mereka.
Aku berjalan menuju kelas. Aku berhenti karena Liranti memanggilku.
"Kak Kimi mau pergi kemana?"
"Ke kelas."
"Kak Kimi jangan marah dong. Kak Zek melakukan itu untuk melindungi kak Kimi juga."
"Aku tahu, tapi aku enggak tahan aja melihatnya. Lagi pula aku juga kesal pada diri sendiri, kenapa aku enggak bisa memberi dia bekal."
"Kak Kimi."
"Sudah ya, aku mau ke kelas dulu."
Saat sampai di bangku ku, aku hanya duduk sambil menundukkan kepala. Perasaan ingin diperhatikan Zek mulai meluap, rasa cemburu karena dia memakan makanan mereka dengan bahagia. Walau aku tahu itu untuk melindungiku, tapi tetap saja aku enggak tahan. Bel pulang berbunyi, aku pulang sendiri, sedangkan Zek harus kerja kelompok dulu. Kalau Liranti, dia ada urusan dengan gurunya. Sampai di rumah aku membaca buku cara memasak yang sudah aku beli kemarin, aku mencoba memasak daging ayam saus teriyaki. Sebelumnya aku membeli bahan-bahannya. Saat semua bahan sudah terkumpul, aku memulai pelajaran ini. Selesai sudah masaknya, aku mencoba mencicipi. Tapi rasanya sangat asin, aku mengulanginya lagi. Tapi hasilnya tidak memuaskan, aku pasrah saja dan tiba-tiba aku mendengar suara ketukan pintu.
"Ohh ternyata kamu Liranti," kataku melihat dia murung sambil masuk rumah.
"Kau kenapa?" tanyaku. Tapi dia tidak menjawab.
"Liranti," teriakku menyadarkan dia dari lamunannya.
"Apa kak?"
"Kamu kenapa sih?"
"Enggak apa-apa kok kak. Kakak sendiri kenapa? Baju kakak sedikit belepotan dengan bumbu teriyaki?"
"Tadi aku mencoba memasak daging ayam saus teriyaki. Tapi gagal."
"Kakak memikirkan kejadian tadi?"
"Iya, aku ingin bisa menarik perhatian Zek lagi."
"Bagus kak, aku akan membantu kakak," kata Liranti. Dia menarikku ke dapur.
"Kakak sudah membuatnya. Biar ku coba," katanya. Dia mencoba masakanku, tapi setelah mencicipi.
"Asinnnn."
"Aku kan sudah bilang, masakanku gagal."
"Sini kak, kita buat lagi," lalu kami memulai lagi. Sebetulnya aku membeli bahannya cukup banyak, jadi aku bisa membuat lagi. Oh ya, aku mendapatkan uang ini semua dari kerja sambilanku di restaurant.
"Sudah jadi. Wah kebetulan sekali kak Zek datang," kata Liranti. Melihat Zek sudah pulang.
"Ada apa?" tanya dia sambil duduk di sofa.
"Ini kak Kimi memasak makanan untuk kakak."
"Ohh, sini aku coba," katanya. Dia mencicip, tapi setelahnya dia memasang muka masam.
"Asin. Kayanya kalian memasukan garam tambahan ya?"
"Iya," jawabku.
"Kalian tahu. Kecap teriyaki itu udah asin, jadi enggak usah ditambahkan garam lagi."
"Benarkah?" tanyaku.
"Iya. Terus kenapa mendadak kamu pingin masak? Biasanya juga aku yang masak?"
"Karena kak Kimi pingin..."
"Bukan apa-apa kok Zek. Iya kan Liranti?" aku mengedipkan sebelah mataku ke arahnya.
"Iya kak Zek. Bukan apa-apa cuma minta pendapat saja."
"Ohh. Ya udah aku mau ganti baju dulu," lalu dia pergi.
Pagi tiba, saat ini sekolah libur. Aku bangun tidur dan sarapan bersama mereka semua. Tapi setelah selesai sarapan, terdengar suara bel pintu berbunyi.
"Mungkin klien yang mau konsultasi," kata Zek.
"Baik, biar aku yang buka," aku membuka pintu. Tapi bukan klien yang datang, melainkan para siswi penggemar Zek.
"Kimi dimana Zek?" kata mereka.
"Ada. Sebaiknya kalian..." hendak mempersilahkan mereka masuk, tapi mereka sudah memasuki rumahku dengan cepat dan menghampiri Zek yang berjalan menuju kemari.
"Zek kamu udah sarapan. Kamu mau pergi enggak?" tanya mereka bergantian.
"Aku udah sarapan kok. Enggak akan kemana-mana."
"Kalau begitu ke rumahku saja ya," jawab salah satu mereka. "Enggak ke rumahku saja Zek," terus yang satu lagi. Mereka mulai bertengkar.
"KALIAN SEMUA SEBAIKNYA KELUARRR," teriakku.
"Kimi," kata Zek.
"Kalian boleh ribut. Tapi jangan di rumahku, Zek sebaiknya kamu pergi keluar," emosiku mulai tinggi.
"Kimi. Baiklah aku akan keluar, ayo semuanya," mereka semua pergi.
Setelah bunyi pintu tertutup, aku menangis.
"Kak Kimi, apa yang terjadi?"
Aku tidak menjawab pertanyaan Liranti dan berlari ke kamarku. Aku melampiaskan kesedihanku di kamar.
"Kak Kimi kenapa?" tanya Liranti sambil mengetuk pintu.
"Tinggalkan aku sendiri. Aku mohon, biarkan aku sendiri dulu."
"Baik kak."
Perasaanku mulai hancur, cemburu, kesal dan menyesali kejadian tadi, semuanya bercampur aduk. Aku menangis memeluk bantal. Sekarang aku sudah tenang dan bisa berpikir dengan jernih, aku turun dan menonton TV. Aku tidak melihat Liranti di manapun.
"Kemana ya dia?" kataku. Lalu aku melanjutkan menonton TV.
"Aku pulang," suara Liranti.
"Liranti. Itu kau?" mataku terus menatap TV.
"Iya ini aku. Kak Kimi sudah baikkan?"
"Iya."
"Sudahlah kak Kimi. Jangan bersedih begitu," katanya menghampiri aku yang sedang duduk di lantai sambil memegang kedua lututku.
"Aku tidak bisa tahan lagi," aku menyandarkan kepalaku di pundaknya.
"Nanti aku bilang ke kakak," dia mengelus rambutku dengan lembut.
"Lalu, tadi kamu habis dari mana?"
"Ohh, aku tadi keluar untuk mengunjungi Ilham."
"Untuk apa?"
"Yaa, aku hanya menjenguk dia."
"Dia sakit?"
"Enggak. Hanya ingin memastikan sikap dia yang aneh waktu aku pulang sekolah tadi."
"Apa maksudmu?"
"Begini, jadi saat aku pulang sekolah dia terus memperhatikan kakak yang sedang di kerumbuni para wanita itu. Aku menghampiri dia, tapi dia menjauh dariku sambil memasang muka kesal. Lalu setelah itu aku pulang deh."
"Hmm, memang aneh sih. Jangan-jangan," lalu aku berdiri.
"Jangan-jangan apa?"
"Sekarang Ilham ada di mana?"
"Masih ada di rumahnya."
"Ayo kita kesana," lalu kami pergi. Sampailah kami di rumahnya.
"Ilham tidak ada. Baru saja dia keluar," jawab ibunya.
"Makasih bu," kami pergi.
"Lalu ada apa sih kak?"
"Ini baru hipotesiku ya. Dia bersikap begitu dan selalu melihat Zek dengan tatapan seram, itu karena dia cemburu."
"Ke kakak?"
"Iya, dia cemburu karena Zek selalu dikerumbuni para wanita."
"Lalu apa yang dikhawatirkan? Wajar sajakan?"
"Iya aku tahu. Tapi aku punya firasat yang enggak enak. Aku mau telepon Zek dulu," aku menelopon dia, tapi enggak diangkat.
"Kenapa dia tidak mengangkatnya ya?"
Tiba-tiba terdengar suara jeritan wanita di dekat gang yang sedang kami lalui.
"Kau dengar itu?"
"Iya, ayo kita ke sana kak."
Kami pergi ke gang tadi. Kami melihat Zek sedang menghindari serangan dari monster. Monster itu bertubuh sama dengan manusia, tapi tangan kanannya berkulit batu.
"Kimi, hati-hati," kata dia sambil menghindari serangannya.
"Kenapa kau tidak berubah Zek?" kataku.
"Aku tidak bisa. Karena monster ini setubuh dengan pemiliknya," katanya sambil menghindari serangan monster yang terus menerus.
"Kenapa bisa terjadi?" tanyaku.
"Entahlah. Pria ini tiba-tiba datang dan mengatakan kalau aku ini cowok yang sok ganteng."
"Kau tahu siapa namanya?"
"Tidak. Tapi aku tahu dia, karena dia sering melihatku di balik pohon sekolah."
"Dia Ilham," kata Liranti.
"Ternyata perkiraanku benar," pikirku.
"Ilham, kenapa kau seperti ini? Aku tahu kamu cemburu ke kakak Zek, tapi bukan berarti tidak ada wanita yang menyukaimu. Sebenarnya aku menyukaimu," teriak Liranti.
Tiba-tiba monster itu berhenti. Dia kesakitan, kegelapan mulai lepas dan tubuh sang GH dengan monster terpisah. Kesempatan itu diambil oleh Zek, dengan cepat Zek berubah dan menebas kepala monster itu. Akhirnya dia mati dan Ilham jatuh lemas, Liranti mendekatinya.
"Ilham kau baik-baik saja?" tanya Liranti.
"Apa yang terjadi?" katanya dia bangun sambil memegang kepala.
"Bukan apa-apa?" kata Zek.
"Lalu kenapa aku ada di sini?"
"Ceritanya panjang, sebaiknya kau pulang," kataku.
"Iya benar, tapi rasanya aku pernah melihat kamu di suatu tempat," katanya melihat Zek.
"Mungkin itu hanya perasaan kamu saja," kata Zek dengan santai.
Malam hari tiba, kami ada di rumah. Aku dan Liranti sedang mengobrol di kamarku.
"Apa? Kamu mau jadikan Ilham sebagai Selk kamu?"
"Iya kak. Aku sudah bilang ke kakak Zek, katanya dia setuju saja."
"Ya sudah tidak apa-apa."
"Kakak jangan sedih, aku yakin suatu saat nanti kakak Zek akan memperhatikan kakak lagi."
"Terima kasih," lalu kami tidur.
Pagi tiba, kami pergi ke sekolah. Sesampainya di kelas aku melihat Zek duduk sendiri, anehnya biasanya dia selalu dikerumbuni wanita-wanita. Tapi kali ini, tidak ada satu pun siswi yang menghampirinya.
"Pada kemana penggemarmu?" tanyaku menghampiri Zek.
"Oh Kimi. Mereka semua sudah tidak akan mengejarku lagi."
"Bagaimana bisa?"
"Eto, sudahlah kau tidak perlu tahu."
"Hmm," aku memasang muka curiga ke arah Zek.
"Iya-iya, akan aku kasih tahu. Saat wanita-wanita itu datang menghampiriku, aku berkata kepada mereka bahwa aku sudah ada yang punya, jadi kalian tidak boleh mendekatiku lagi."
"Siapa?"
"Kamu," katanya. Tiba-tiba dia mengambil tangan kiriku dan memasang cincin perak ke jari manisku.
"Ini apa?" tanyaku dengan nada malu.
"Ini tanda bahwa kau hanya milikku seorang saja," dia menunjukkan tangan kirinya yang ternyata di jari manisnya juga ada cincin yang sama.
"Hikss, Zekkk," aku memeluk dia sambil mengeluarkan air mata bahagia.
"Hei Kimi. Malu dilihat banyak orang nih," kata Zek.
"Cieee," suara para siswa-siswi yang ada di kelas ini.
"Aku tidak peduli," kataku masih memeluk Zek.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top