CHAPTER EIGHT: PAPA-MAMA-DAUGHTER
"Hmm..., jadi kalian ingin bekerja di sini?" tanya bapak berkulit putih, berambut biru gelap pendek, berbaju jas hitam putih, tinggi 170 cm, dan dia adalah pemilik rumah ini.
"Ya benar, kami ingin bekerja di sini," jawabku.
"Namamu Ami Clody, dan kamu Alfharizy Stern," katanya sambil melihat folmulir kami.
"Ya benar," jawab Alfharizy.
"Baiklah, kalian di terima. Asistenku ini akan membacakan beberapa peraturan di sini," lalu asistenya menjelaskan semua peraturan, dia menggunakan baju jas putih dan abu-abu, tinggi 160 cm, berkulit agak putih kehitaman, rambut setengah hitam dan setengah putih pendek. Selesai menjelaskan, kami di antar ke kamar kami.
"Apa? Kami harus sekamar?" kagetku
"Iya, ini untuk penghematan tempat. Sepuluh menit lagi kalian akan bekerja, sampai jumpa," kata asisten itu. Lalu dia pergi.
"Sudahlah, ini juga demi pekerjaan," kata Alfharizy.
"Iya kau benar," kataku. Sekarang kami sedang menyamar, kami bekerja di rumah seorang kolektor barang antik sekaligus koruptor. Klien kami adalah seorang inspektur, jadi kami bisa mendapatkan identitas palsu dengan mudah. Kami ditugaskan mencari bukti-bukti tentang kasus ini.
"Baiklah, aku akan ganti baju dulu. Kamu jangan ngintip ya," katanya sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Justru aku yang harsu bilang begitu," lalu dia masuk ke ruangan sebelah.
Aku mangganti pakaian ini dengan pakaian pembantu. Selesai, aku langsung keluar untuk memulai pekerjaan ini.
"Ami," seseorang memanggilku saat aku sedang sapu-sapu ruang tamu. Ternyata itu pak Jeff, pemilik rumah ini. "Tolong suruh Alfharizy untuk membuatkan makan siang, dan antarkan ke kamar Miku."
"Baik tuan besar," lalu dia pergi keluar rumah.
"Ami, kamu sangat cantik," di belakangku sudah ada sang asisten, dia juga adalah anak laki-laki pak Jeff, nama dia Septian.
"Terima kasih..." tiba-tiba dia mengambil tangan kananku, dan hendak menciumnya. Tapi dengan cepat kecoa berjalan di bawah kakinya.
"Kecoaaa," lalu dia lari ketakutan.
"Alfharizy," kataku. Lalu aku melihat dia ada di sampingku sambil tertawa kecil.
"Heheh, dia itu laki-laki tapi takut kecoa. Lucu juga ya," balas dia.
"Bagaimana kalau kau nanti bakal dipecat?"
"Tenang aja, ini hanya bercanda."
"Ya sudahlah. Oh ya, tadi tuan besar meminta buatkan makan siang untuk nona muda."
"Oke," lalu dia pergi. Oh ya, pak Jeff memiliki dua anak, yang pertama sang asisten tadi, dan kedua, gadis kecil bernama Miku. Aku mengantarkan makan siang ke kamar nona muda.
"Permisi nona muda, makan siang datang," kataku sambil mengetuk pintu. Lalu aku masuk saja, karena tidak di jawab. "Permisi, aku simpan di sini ya," aku melihat seorang gadis kecil sedang menggambar sesuatu di meja belajarnya. Aku meletakan makanan itu di meja makannya. Lalu aku keluar. Saat aku menutup pintu, di belakangku sudah ada tuan Septian.
"Ami, bolehkah aku meminjam bibirmu yang indah itu," katanya. Dia memegang daguku dan mau menciumku. Tapi, secara tiba-tiba sebuah tangan mendarat ke pipi tuan Septian.
"Aduhh nyamuknya udah pergi," kata Alfharizy sambil melihat ke langit-langit.
"Apa yang kau lakukan?" katanya sambil memegang pipinya yang sakit.
"Ada kecoa!" Alfharizy menunjuk kebawah. Secara cepat tuan Septian lari ketakutan.
"Dasar kamu ini. Nanti kalau kita dipecat gimana?" kesalku.
"Lebih baik aku dipecat, dibanding melihat wanita yang kucintai digoda oleh orang lain," dia mencubit pipiku.
"Iya deh," tiba-tiba Alfharizy memandang pintu kamar nona muda. "Ada apa?" aku melihat pintu itu.
"Bukan apa-apa. Kalau begitu, aku harus kembali bekerja."
Malam hari tiba. Aku berjalan menuju kamar tuan besar untuk mengantarkan secangkir kopi. Selesai mengantarkan, aku kembali ke kamarku. Saat aku melewati depan kamar nona muda, kebetulan untuk menuju kamar kami, aku harus melewati kamar nona muda yang letaknya di atas. Aku mendengar suara biola yang cukup merdu, tapi suaranya pelan. Aku penasaran dan memasuki kamar nona muda tanpa suara. Saat di dalam, aku melihat nona muda sedang memainkan biola di dekat jendela kamar.
"Bagus," aku menepuk tangan dengan pelan. Tapi, dia langsung menjatuhkan biola itu dan berlari ke sudut ruangan yang gelap. "Maaf kalau aku kurang sopan, aku hanya ingin mendengar suara biola yang kau mainkan saja. Bolehkah aku memainkannya?" dia hanya menjawab dengan anggukan.
Aku memainkan biola itu, aku cukup mahir dalam memainkan biola. Suara yang menurutku merdu berbunyi dari gesekan yang aku buat. Gadis itu menutup matanya tanda dia menikmati suara biola ini.
"Ini biolanya nona muda," aku menghampiri nona itu. Dia mengambilnya dengan cepat, lalu dia lari ke kasurnya dan menutupi diri dengan selimut. "Selamat malam," lalu aku keluar dari kamar nona muda.
Pagi tiba. Kebetulan tuan besar dan tuan muda pergi, jadi kami bisa santai dan mudah mencari petunjuk. Sekarang kami sedang berunding di kamar kami.
"Zek, kau punya rencana?" tanyaku.
"Bel..." lalu Alfharizy menaruh satu jarinya ke bibir. "Nona muda, masuk saja. Jangan takut."
"Per...misi," gadis kecil itu masuk dengan ragu-ragu. Dia menggunakan gaun merah muda, menggunakan celana putih selutut, sepatu merah, berambut panjang coklat, mata biru, mungkin dia berumur sembilan tahun.
"Aduhh aku lupa, nona muda belum makan ya," kataku. Lalu aku mengantar nona muda ke ruang makan. Sekarang dia sedang duduk. "Maaf ya nona muda, aku lupa."
"Eng...gak ap...a-apa," jawab dia gugup.
"Ini dia makanannya," Alfharizy menyimpan sarapannya di meja. Lalu dia makan, tentu dengan gugup juga. Dia sudah selesai makan.
"Ahh," aku mengusap bibirnya yang masih kotor dengan saputanganku. "Sudah bersih."
"Te...rima ka...sih."
"Oh ya nona muda," ucapku terhenti.
"Panggil aku Miku saja," sekarang dia tidak gugup lagi.
"Baiklah Miku. Perkenalkan, namaku Ami dan dia Alfharizy."
"Ami, Alrizy."
"Al-fha-ri-zy," kata Alfharizy.
"Alrizy."
"Terlalu sulit ya. kau boleh panggil aku dengan nama yang mudah saja."
"Papa."
"Aku?" Alfharizy menunjuk dirinya sendiri.
"Mama," dia melihatku. "Hmm..." dia memasang wajah sedih.
"Baiklah, kalau itu mudah bagimu," jawabku.
"Asik, Miku punya mama papa baru lagi," katanya dengan wajah senang.
"Lagi?" tanyaku.
"Iya, Miku bukan anak pak Jeff. Mama papa Miku yang asli sudah lama meninggal. Miku diadopsi oleh pak Jeff dan bu Vivi, Miku selalu disayang sama bu Vivi, tapi enggak sama pak jeff. Setelah bu Vivi meninggal, Miku selalu sendirian," dia menundukkan kepalanya. "Tapi sekarang Miku udah punya mama papa baru yang menyayangi Miku," dia kembali memasang wajah bahagia.
"Iya Miku, mama akan selalu menyayangi Miku," kataku sambil megusap kepalanya. "Sekarang Miku mau ngapain?"
"Miku mau lihat bunga," lalu kami tentu dengan Alfharizy, pergi ke halaman depan. Kebetulan halamannya seperti taman bunga.
"Dia terlihat bahagia ya?" kata Alfharizy. Sekarang kami sedang duduk di tikar yang kami pasang. Sedangkan Miku sedang berlari mengejar kupu-kupu.
"Iya. Miku hati-hati!" aku melihat Miku berlari tapi tidak seimbang. Ternyata benar, tak lama kemudian dia jatuh. "Miku!" kami berlari menghampiri dia.
"Mama papa, kaki Miku berdarah," katanya sambil memegang lututnya.
"Tahan ya Miku," kata Alfharizy. Lalu dia menggendong Miku dan membawa dia ke kamar Miku. Sekarang Miku berbaring di kasurnya, lalu aku mengobati lukanya.
"Sudah beres. Masih sakit enggak?" tanyaku.
"Udah. Miku baik-baik saja."
"Lain kali hati-hati ya."
"Iya mama."
Malam hari tiba. Oh ya, pak Jeff dan tuan Septian pergi ke luar kota, jadi mungkin pulangnya akan lama. Sekarang kami ada di kamar kami.
"Dia anak yang manis ya?" tanyaku ke Alfharizy.
"Ya."
"Apakah kita bisa membawa dia pulang?"
"Hahah, entahlah. Jujur, aku juga ingin merawat dia dan menjadikannya anak kita."
"Iya. bagaimana kalau..." kataku terhenti oleh suara ketukan pintu. Aku membukanya. "Miku," Miku membawa satu bantal dan selimut.
"Boleh Miku tidur sama mama papa?"
"Boleh," aku mengantar Miku ke kasur.
"Kenapa papa enggak tidur bareng mama?" tanya Miku. Oh ya, di sini ada dua kasur.
"Miku, papa belum bisa tidur bareng mama," jawab Alfharizy.
"Papa bertengkar dengan mama?"
"Enggak, kami enggak bertengkar. Udah Miku tidur aja ya," jawabku.
"Enggak mau. Miku mau tidur bareng mama papa."
"Baiklah kalau itu mau Miku," kata Alfharizy. Sekarang kami tidur bersama dan di tengah ada Miku.
"Papa, Miku mau dibacakan cerita sebelum tidur."
"Cerita?" Alfharizy berpikir sejenap. "Zaman dahulu kala, di sebuah hutan. Tinggallah seorang putri bernama putri salju. Dia tinggal dengan tujuh kurcaci, suatu hari nenek sihir datang mengunjungi rumah putri salju. Dia memberikan sebuah apel ke putri salju. Putri salju memakannya, tapi tiba-tiba dia merasakan kantuk yang berat, dan akhirnya putri salju tertidur. Sudah beberapa hari putri salju tidak bangun-bangun, para kurcaci cemas. Datanglah peri, peri itu berkata, putri salju bisa dibangunkan oleh ciuman dari seorang pangeran." Alfharizy menghentikan ceritanya karena Miku sudah tidur. "Baiklah, aku akan pindah," hendak dia pergi, tapi tangan Miku menggenggam lengan Alfharizy dengan kuat.
"Sudahlah, kita tidur bersama saja," kataku dengan nada malu.
"Baiklah," lalu Alfharizy kembali lagi.
"Papa mama," Miku mengigau.
"Selamat malam Miku," aku mencium pipi Miku sebelum aku tidur.
Pagi tiba. Aku dan Miku sekarang ada di kamar Miku, Miku sedang menggambar.
"Papa dimana?" tanya Miku.
"Papa sedang mandi dulu," lalu Miku melanjutkan menggambarnya. Aku duduk di dekat Miku. "Miku sedang menggambar apa?"
"Rahasia," aku tidak bisa melihat apa yang dia gambar, karena dia selalu menyembunyikan dengan tubuhnya, setiap kali aku berusaha melihatnya.
"Ami," Alfharizy sekarang ada di dekat pintu.
"Miku tunggu di sini ya. Mama mau bicara sama papa di luar," Miku hanya menjawab dengan anggukan kepala. Lalu aku dan Alfharizy ada di luar, dan cukup jauh dengan kamar Miku.
"Ada apa?" tanyaku.
"Aku sudah menemukan bukti dan surat-surat bahwa pak Jeff melakukan korupsi."
"Bagus. Tapi, bagaimana dengan Miku?"
"Tenang aja, kita bawa pulang."
"Benarkah?"
"Benar."
"Horeee," lalu aku memeluk Alfharizy.
"Baik, malam ini kita bongkar kedok mereka. Kebetulan juga malam ini mereka pulang."
Malam hari tiba. Mereka membuka pintu dan masuk. Tapi, kami sudah ada di depan pintu menunggu mereka.
"Kalian belum tidur?" tanya tuan besar Jeff.
"Ami sayang, kalau kamu enggak tidur sekarang, nanti pas kerja kamu akan gampang lelah," kata tuan Septian.
"Maaf ya aku bukan pacarmu. Aku belum tidur karena ingin membongkar dan menangkap kalian," jawabku.
"Menangkap untuk apa? Jangan bercanda deh?"
"Kami akan menangkap kalian atas kasus korupsi."
"Siapa kalian? Beraninya menuduh kami?"
"Namaku Kimi dan dia Zekai. Apakah kalian mengenal kami sekarang?"
"Ohhh, jadi kalian adalah detektif itu. Hahahah," pak Jeff tertawa seperti yang tidak terjadi apa-apa.
"Papa mama, apa yang terjadi?" tiba-tiba Miku sudah ada di belakang kami.
"Miku? Kenapa kamu belum tidur?" tanyaku.
"Miku, kebetulan sekali. Kalau kalian mau menangkapku, hadapi dulu dia," pak Jeff mengambil buku kecil di saku jasnya. "Masuklah," pak Jeff membuka buku itu dan mengarahkannya ke arah Miku. Lalu kegelapan keluar dari buku itu, kegelapan itu menuju Miku dengan cepat.
"Miku!" Zek berlari ke arahnya untuk menangkap dia, tapi terlambat. Kegelapan sudah mendahului dan menghisap dia.
"Saya sambut, Dark Miku," buku itu mengeluarkan Miku, tapi dengan wujud yang berbeda. Wajah dan badannya sama, tapi rambutnya berubah menjadi putih, dan gaunnya yang semula putih menjadi hitam.
"Miku?" ucapku tak percaya.
"Dia bukan Miku yang kalian kenal lagi, hahahah," jawab pak Jeff.
"Tidak mungkin," Zek membantahnya. "Miku, ini papa," Zek menghampirinya, tapi tiba-tiba Miku mengarahkan tangannya ke arah Zek, di tangannya keluarlah sinar kegelapan, dia menembakinya. Zek terpental.
"Zek!" aku berlari menghampirinya. "Zek, kau tidak apa-apa?" aku berusaha membantu membangunkannya.
"Aku baik-baik saja. Miku, sadarlah!" Zek berlari ke arah Miku. Tapi sama seperti tadi, Zek disambut oleh tembakan Miku.
"Sudah ku bilang, dia bukan Miku yang kalian kenal. Hahahah."
Kegelapan mengelilinginya dan menutupi badannya. Setelah sekian lama, kegelapan itu mulai menghilang. Tapi sekarang, Miku berubah menjadi wanita yang lebih tinggi dengan rambut putih panjang, mata yang awalnya biru sekarang menjadi merah menyala.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top