Forelsket

Phase one, Forelsket
To experience a euphoric, blissful feelings which proceed falling in love.

***

Kobayashi Yui
Di mana?|

Sugai Yuuka
|On site

Kobayashi Yui
Senyumanmu terlihat mesum.|
[read at 03.55 PM]

***

Menyilangkan kedua tangan di depan dada dan menatap agak sinis pada wanita tinggi yang tengah mengerling usil di samping kirinya, Yui berusaha keras untuk mengontrol intonasi suaranya saat menutup pintu ruang tunggu dan berucap, "Baiklah, jadi aku dan alligator satu ini akan mengambil kuenya di pantry. Dan staff-san akan menelepon jika Akane dan Rika sedang dalam perjalanan ke ruang tunggu. Benar begitu?"

Baru saja berjalan beberapa langkah, Yui sudah mendesis selayaknya kucing yang sedang dalam mode bertarung karena wanita yang ia sebut sebagai alligator tiba-tiba menyentuh punggungnya-seperti akan meloloskan jalinan-jalinan tali yang ada di bagian belakang isshou yang ia kenakan.

"Oi! Aku sudah mengikat tali-tali itu agar tidak lepas!" Yui menepis jari-jari usil di punggungnya dan langsung bertukar tempat dengan si kapten yang dengan sukarela diseret untuk menempati posisi tengah. Masih mencengkeram erat lengan blazer kakaknya, Yui kembali memprotes, "Yuuka, tolong jauhkan dia dariku!"

"Tentu saja. Karena dua member generasi satu yang sedang berulang tahun, dan kalian berdua yang kebetulan mengambil sedotan dengan warna merah." Yuuka menjawab dengan nada bicara yang kelewat kalem. Seakan-akan ia sudah terbiasa dengan semua keributan yang disebabkan oleh dua temannya ini. "Habu, mari ini hentikan, oke?"

"Lalu, kenapa kau ikut bersama kami?"

"Kenapa ya?" Yuuka mengusap dagunya dan membuat ekspresi seperti ia tengah berpikir keras. Selanjutnya, ia mengacungkan jari pada salah satu jendela yang ditutupi oleh koran. "Terakhir kali aku membiarkan member keluar dari ruang tunggu tanpa pendampingan, jendela di sekitar koridor ini pecah. Jendela itu rusak karena Akiho hampir terjungkal keluar saat bermain tag games dengan Kira. Oh, dan lagi, ini lantai delapan."

"Mereka pasti akan langsung jatuh jika Habu ikut bermain dengan mereka." Yui mencibir halus dan berhasil membuat Habu tertawa lepas. Padahal seharusnya ia kesal atau jengkel karena Yui mengejeknya dengan ucapannya yang tajam, tapi seperti biasa, Habu selalu menganggap ucapan buruk sebagai candaan agar tidak terlalu sakit hati karenanya.

"Selamat sore, WiFi!" seorang staff tiba-tiba datang mendekati mereka, menyapa dengan suara bersemangat.

Habu dan Yuuka membalas sapaan tersebut dan membungkuk sopan. Tapi berbeda dengan Yui. Ia mempertanyakan mengapa staff tersebut memanggil mereka dengan sebutan WiFi. Ia ingin bertanya, tapi rasanya kurang sopan baginya untuk melayangkan pertanyaan semacam itu. Yui akhirnya memilih menelan pertanyaannya dan menganggukkan kepala pada staff tadi.

Tapi Yuuka seperti dapat membaca isi kepalanya. Ia yang bertanya pada staff tersebut. "Ada apa dengan panggilan itu?" tanya Yuuka, dengan dua alis terangkat.

"Kalian berdiri berurutan mulai dari Habu-san hingga Kobayashi-san. Dilihat dari jauh, kalian bertiga menyerupai kekuatan sinyal WiFi yang ada di komputer dengan sistem operasi lama." staff tadi menjelaskan. Dan Yui mengangguk-angguk paham meski ia juga sedikit kesal karena dianggap pendek olehnya.

Yah, meski itu adalah fakta sehingga Yui tidak bisa menolak kenyataan.

Karena dikejar waktu, mereka undur diri dan meminta izin untuk pergi lebih dulu pada staff tersebut sehingga mereka akan berpisah di persimpangan koridor. Ketika Habu, Yuuka, dan Yui menemukan pintu pantry dan Habu buru-buru membuka pintu agar teman-temannya bisa masuk, sayup-sayup ia dapat mendengar ponselnya berdering.

"Aku akan menerima telepon ini. Kalian ambil saja semua yang diperlukan dan keluar, okay?"

Yuuka memperhatikan punggung Habu yang berjalan menjauh sebelum wanita jangkung itu menutup pintu pantry dan menerima panggilan telepon di luar. Meninggalkan Yuuka bersama dengan Yui saja di dalam ruangan berisi beberapa bahan makanan yang selalu disediakan oleh asisten mereka atas permintaan manajer.

Memalingkan wajah dari pintu pada Yui untuk memulai beberapa konversasi singkat guna mengisi keheningan, Yuuka tidak langsung disambut oleh wajah Yui melainkan bagian belakang tubuhnya.

Rupanya Yui sedang membuat secangkir kopi panas. Aroma tajam dari bubuk kopi yang diseduh dan suara denting sendok yang beradu dengan permukaan gelas kaca membuat Yuuka tahu akan hal itu. Bukannya mengambil kue ulang tahun untuk Minami dan Akane di kulkas, Yuuka justru berjalan mendekati Yui dan mengintip dari balik bahunya. Beruntung Yuuka lebih tinggi dari Yui sehingga ia tak perlu berjinjit.

"Bukankah aku sudah pernah mengatakan padamu jika kau perlu mengurangi kafein? Itu pilihan yang buruk untuk menghabiskan masa tua dengan penyakit yang tidak diinginkan." Yuuka menghembuskan napas kasar. Sedikit gemas karena sifat bandel Yui.

Semua anggota Sakurazaka tahu betul jika dia adalah orang yang sering sekali terjaga hingga larut malam. Bahkan pernah beberapa kali tidak tidur selama satu hari penuh dan membuat Yui datang ke kantor dengan wajah lemas. Ketika ditanya ia selalu menjawab jika ia terjaga demi menonton drama atau sekedar bermain permainan video. Dan agar ia tidak mengantuk, ia selalu menghabiskan paling tidak dua cangkir kopi saat petang.

Sejak mengetahui hal itu, Yuuka selalu menghubungi Yui setiap sore atau malam untuk mengingatkannya agar tidak membeli kopi atau menyeduhnya sendiri di apartemennya. Nampaknya peringatannya itu tidak dihiraukan oleh Yui hingga sekarang.

"Bukankah kau harus mengambil kue dari kulkas. Ambil saja, aku akan menghabiskan ini."

"Hei, dengarkan aku!" Yuuka menyentuh bahu kiri Yui dan memaksanya untuk berhadapan dengannya secara langsung. "Harus berapa kali aku menasihatimu jika kebiasaanmu ini benar-benar harus dihentikan. Kau-Kau bisa sakit!"

"Mengapa begitu khawatir?"

"Risa bisa marah padaku jika ia tahu kau sakit. Ia berpesan agar aku menjagamu selama kau masih aktif menjadi anggota." Yui memutar bola matanya dengan malas saat telinganya menangkap nama Risa di tengah-tengah kalimat Yuuka. Dan Yuuka juga mengetahui kekesalan Yui saat ia menyebut nama Risa.

Wanita itu menggunakan jari telunjuknya untuk mengusap jembatan hidungnya, menyumpahi diri sendiri karena secara sadar menyebutkan nama keramat di depan Yui.

"Kau masih marah pada Risa?"

Yui tidak menjawab. Melainkan membuang kopi yang tersisa setengah cangkir ke dalam wastafel sebelum membersihkan cangkir dan mengeringkannya dengan kain kering.

"Baiklah, akan ku anggap itu sebagai afirmasi darimu. Begini, Risa terpaksa bersikap seperti itu padamu. Kau tahu, ship? Shipper? Risa menjauh darimu karena aktivitas menjodoh-jodohkan kalian sudah berada di titik yang mengkhawatirkan sekarang. Ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi dan merusak karir kalian berdua. Jadi, dia memutuskan untuk menghindarimu untuk sementara waktu dan menganggap itu sebagai keputusan yang baik untuk kalian berdua."

Yuuka dapat mendengar gumaman lembut seseorang, dan ia sudah tahu darimana suara itu berasal. Sejenak ia menarik napas panjang sebelum menghembuskannya perlahan. Yui nampaknya tidak mengindahkan ucapannya. Ia tak yakin, tapi seperti biasa, segala ucapannya akan masuk dari telinga kanan dan langsung keluar di telinga kiri wanita itu.

Padahal Sugai Yuuka hanya ingin membantu mengobati hatinya yang sedang runyam itu, padahal Sugai Yuuka berusaha memberinya alasan untuk tenang agar ia tak lagi melukai dirinya sendiri seperti itu. Tapi sepertinya cukup sulit untuk menenangkan seseorang yang sedang patah hati, ya?

Saat Yuuka membuka kulkas dan mengambil dua buah kotak berisi kue ulang tahun kecil, meletakkannya di atas meja dan membuka masing-masing kotak guna mengecek apakah mereka mendapatkan kue yang benar, Yui sudah mengeringkan gelas yang ia pakai dan bersandar pada counter.

Sejenak Yuuka memperhatikan salah satu kotak kue itu dengan wajah gelisah. Entah apa yang ia pikirkan tapi itu membuat Yui tergelitik untuk bertanya. "Kau membeli kue yang salah?" ia melangkah mendekat dan berdiri di samping Yuuka. Ikut melihat apa yang membuatnya kebingungan.

"Sepertinya begitu." Yuuka membalas. "Padahal aku sudah mengatakan pada staff yang membeli untuk tidak memberi saus kacang di kue milik Akane. Aku tidak yakin ia akan menyukainya. Jika harus membeli baru, aku tak yakin kita memiliki waktu yang cukup." ia menutup kedua kotak kue dan bersiap akan membawanya.

"Tenang saja, Akane pasti senang. Aku yakin ia akan menerima semua yang kau beri padanya dengan senang hati. Lagipula dia-dan banyak orang lainnya juga menyukai YuukaNen."

Tunggu dulu.

Sial.

Yui sudah terlalu banyak bicara.

"Kau tidak menyukainya?" suara dingin Yuuka tiba-tiba terdengar menusuk relung dada. Menembus keheningan yang ada dan membuat sekujur tubuh Yui dingin seketika. "Kau marah sekarang?"

"Tidak."

"Kau marah." Yuuka mengulang. Mengambil satu langkah lebih dekat dengan Yui. Wanita yang lebih pendek ingin menjauh dari Yuuka atas sikapnya yang tiba-tiba berubah dan membuatnya takut, tapi Yuuka dengan cepat meraih lengannya dan mengangkatnya ke atas. "Kau marah. Kenapa?"

Tidak, tidak, tidak, jangan. Jangan mendekat lagi.

"Yuuka-ada apa denganmu? Aku tidak marah. Berhenti mendekat dan lepaskan tanganku."

Permintaan Yui terasa seperti tantangan yang menarik di telinga Yuuka. Ia tetap tidak melepaskan genggamannya pada pergelangan tangannya. Apa yang Yui katakan barusan memancingnya untuk mencari tahu lebih jauh. Ia tidak mengaku jika ia marah, tapi Yuuka dapat menemukan sedikit kekecewaan yang terselip di dalam suaranya.

Apa ya yang ada di dalam pikiran Yui? Apa yang akan ia lakukan jika Yuuka membuatnya terpojok seperti ini? Apa mungkin ia akan mengakui sesuatu?

Yuuka melangkah maju dan Yui berusaha mengambil langkah dua kali lebih banyak untuk mundur. Sebisa mungkin memberi jarak agar ia dapat menjauh dari Yuuka jika ia menemukan kesempatan. Tapi sepertinya itu sia-sia saja karena Yuuka dengan cepat membuatnya terjebak tak berkutik di dinding. Kedua tangan wanita itu ditempelkan pada dinding, menjebak Yui di tengah-tengah dengan kepala Yuuka menunduk, menatapnya tanpa ekspresi.

KLIK

"Teman-teman, mereka baru saja menghubungiku dan mengatakan jika Akane dan Minami sudah selesai dengan urusan mereka sehingga kita perlu-oh my God ..." Habu seketika terdiam, terkejut bukan main saat melihat kedua temannya saling berhadapan dengan posisi yang patut dipertanyakan. Apapun yang mereka lakukan, itu berhasil membuat Habu canggung setengah mati sekarang. "Uhm ... maaf karena aku tidak mengetuk pintu ...?"

Yuuka refleks melepaskan tangannya dengan gestur yang kaku. Ia juga mengambil dua langkah menjauh dari Yui seraya memberikan senyuman canggung pada Habu, berdoa sekuat tenaga jika wanita itu tidak berpikir terlalu jauh dan menyimpulkan apa yang ia lihat sebagai sesuatu yang lain. "Habu-chan. Ini tidak seperti-"

"Kau tahu apa, Yuuka? Aku hanya akan mengambil kue ini dan ... kalian bisa melanjutkan apapun yang kalian ingin lakukan tadi. Jangan khawatir, aku tidak akan memberitahu siapapun. Eh, have a nice day."

***

Beberapa bulan berlalu sejak saat itu. Yuuka masih tetap mengajaknya berkomunikasi seperti biasa dan sesekali meminta waktu untuk mengambil foto bersama. Ia juga sesekali menanyakan bagaimana perkembangan hubungannya dengan Risa dan juga memberi saran dan masukan padanya.

Ia sudah seperti seorang kakak bagi Yui dan ia bersyukur wanita itu tidak terlalu memikirkan ucapannya mengenai Akane atau Yuukanen yang sebenarnya hanya diucapkan tanpa intensi apapun.

Waktu terus bergulir, tanpa terasa masa promosi single Nobody's Fault berakhir. Sakurazaka46 berhasil menjalankan semua pekerjaan mereka dengan baik dan mendapatkan rekognisi publik seperti yang diharapkan, bahkan berkesempatan untuk tampil di Kohaku Uta Gassen di akhir tahun dan mendapat tawaran drama, penampilan majalah, program TV, hingga radio.

Berlanjut hingga proses produksi single kedua mereka yang berjudul BAN yang berjalan lancar tanpa kendala berarti selain beberapa cidera kecil yang dialami oleh member senbatsu karena menabrak dinding semen ketika berlari.

Pekerjaan memang berjalan dengan baik. Tetapi tidak dengan hubungan pribadinya dengan Risa yang semakin lama semakin memburuk. Member lain juga sepertinya mulai menyadari perubahan tersebut. Tak hanya member dari generasi satu, member dari generasi dua juga merasakannya dengan jelas.

Tak sedikit usaha teman-temannya untuk membuat Yui dan Risa kembali berdamai satu sama lain. Bahkan beberapa member ada yang sengaja membuat sindiran halus secara langsung saat taping acara variety mereka. Sindiran itu dibuat sedemikian rupa hingga lolos proses editing dan dapat ditayangkan di televisi.

Sayangnya, itu tidak memberikan hasil apapun. Semua masih tetap sama. Risa dengan pendiriannya yang membentangkan jarak dengan Yui dan Yui sendiri juga tak memiliki keberanian untuk menutup jarak tersebut.

Semakik lama, Yui merasa hubungannya sudah berada di ujung tanduk.

Hingga pada suatu titik, Yui sudah semakin jengah dan merasa ia perlu memecahkan kaca transparan itu lebih dulu. Hari ini, ia tidak akan mau lagi berpura-pura. Jadi wanita itu sengaja menunggu Risa di koridor yang mengarah ke pintu ruang tunggu member generasi satu, tempat mereka biasa menghabiskan waktu makan siang.

"Risa. Hei!" Yui mencoba memanggil Risa yang lewat di depannya begitu saja. Ia sampai harus mempercepat langkah untuk mengejar Risa yang hendak berbelok di koridor menuju ruang ganti. Dengan satu lompatan kecil akhirnya ia dapat meraih pergelangan tangan Risa, membuat gadis itu tertarik ke belakang dan akhirnya berhenti, menatapnya tanpa ekspresi.

"Bukankah aku sudah bilang padamu untuk tidak bicara denganku selama kita sedang dalam masa break?" Risa menghela napas. Mengusak rambutnya kasar, ia melanjutkan, "Baiklah, ada apa?"

"Aku mengerti tentang menjaga jarak di depan kamera, tapi ... bahkan di saat seperti ini? Saat tidak ada media yang menyorot kita?"

Risa menatap serius dengan pandangan sama sekali tidak menunjukkan keraguan saat ia menyahut, "Pertanyaan bagus. Tapi biarkan aku bertanya padamu dan aku ingin kau merenungkannya." tanpa peduli dengan perubahan ekspresi di wajah Yui, ia meneruskan dengan nada lebih rendah, "Jika kau merasa bosan dan jenuh dengan keseharianmu yang membosankan dan monoton, apakah kau mau terus memaksa sekaligus membohongi diri bahwa kau menyukai kegiatan itu sementara kau memiliki pilihan untuk berhenti dan beristirahat?"

"Apa? Risa-"

"Yui. Maaf. Tapi aku yakin, kau cukup dewasa untuk mengerti. Kita butuh waktu untuk sembuh, kita butuh waktu untuk berpisah untuk sementara. Tidak akan baik jika kita terus memaksa seperti ini. Beri aku ruang, beri aku tempat untuk ... kau tahu, melupakan hubungan kita."

"Apakah harus dengan cara ini? Apa kita tidak bisa melakukan hal lain untuk memperbaiki semua yang sudah terjadi? Risa, pasti ada jalan lain! Kita hanya perlu-"

Risa menggelengkan kepala. Disentuhnya kedua bahu Yui yang sempat terangkat, kemudian memotong kalimatnya tanpa permisi. "Kau tidak mengerti, ya? Tidak ada jalan lain, Yui. Sudah kukatakan jika kita tidak bisa saling memaksa satu sama lain. Sekarang, jika kau masih memiliki hal lain yang perlu disampaikan, kau bisa mengatakannya sekarang sebelum kita benar-benar berhenti berkomunikasi."

Sebenarnya ia memiliki hal lain yang perlu disampaikan pada Risa tapi ... keadaannya tidak memungkinkan sehingga ia memutuskan untuk angkat kaki dari sana untuk menuju ruang tunggu member generasi satu, meninggalkan Risa yang tak memiliki keinginan untuk mencegah Yui pergi.

Risa benar-benar mengabaikannya.

Membuka pintu dengan agak keras karena emosi negatif yang mengaduk isi kepala, ia dikejutkan oleh seorang wanita yang mengenakan kaus putih dengan cardigan cokelat tua duduk di salah satu bangku kosong di dalam. Itu adalah Yuuka, dan ia adalah satu-satunya orang yang ada di sana.

Ia tidak sadar saat Yui masuk meskipun ia telah membuat suara keras karena pintu yang didorong terlalu kuat. Ia tenggelam terlalu jauh dalam pikirannya yang gelap dan Yuuka baru menengok dan sadar akan keadaan di sekelilingnya saat Yui menarik kursi kosong di sampingnya dan duduk di sana.

Yuuka membuka kantung plastik di atas meja, mengambil satu botol minuman dingin dan meletakkannya di depan Yui. "Akane memutuskan untuk lulus dari Sakurazaka saat kegiatan promosi Nagaredama berakhir. Dia akan mengumumkannya pada para penggemar di blog minggu depan." ucapnya.

"Apa? Akanen? Secepat itu?"

Yuuka mengangguk. "Ia akan lulus bersama dengan Rika."

Kemudian hening. Hanya terdengar suara jari-jari lentik Yuuka yang sibuk memainkan botol plastik air mineral kosong. Ia meremas-remas botol itu, memutarnya hingga berubah menjadi lebih tipis. Sepertinya ia kesal oleh sesuatu, dan botol itu dijadikan sebagai bahan pelampiasan olehnya.

"Hubungan kami juga berakhir." terang Yuuka. Dilemparkannya botol plastik yang sudah tidak berbentuk itu ke samping. Membiarkannya mendarat pada permukaan lantai sebelum Yuuka bangkit untuk memungutnya dan membawanya lagi ke tempat duduk. "Akane yang meminta. Aku juga tidak memiliki hak untuk menolak. Itu sudah keputusannya."

"Apa kau akan baik-baik saja?" Yui mencoba bersimpati. Meski hatinya juga sedang kacau balau, ia tetap ingin menjadi teman sekaligus sahabat yang baik.

Mengedikkan kedua bahu, Yuuka menjawab, "Tentu saja. Terima kasih sudah bertanya, Yui. Tapi aku baik-baik saja. Justru aku yang seharusnya bertanya padamu. Bagaimana hubunganmu dengan Risa?"

Bagaimana hubunganku dengan Risa? Hati Yui mencelus nyeri. Kepalanya terus mengulang kembali ucapan Risa saat mereka berbicara tadi. Risa memang tidak mengakhiri hubungan mereka. Tapi Yui merasa jika ia secara tidak langsung meminta Yui untuk saling memberi jarak satu sama lain dan berbicara seperlunya saja, kecuali itu berhubungan dengan pekerjaan. Sungguh, ia sedang tidak ingin membicarakannya dengan Yuuka sekarang karena itu sama saja dengan mengadu nasib.

Diamnya Yui membuat Yuuka merasa janggal. Dan ia yakin pasti sesuatu telah terjadi di antara kedua temannya ini. Yui juga sedang tidak ingin membahasnya dan itu berarti masalah mereka terjadi baru-baru ini. Lukanya masih basah dan dengan membahasnya lebih jauh sama saja dengan menyiram luka itu dengan air garam. Dibandingkan dengan Yuuka, barangkali sakit yang Yui rasakan lebih besar.

"Kupikir aku tidak akan ikut tampil saat tur nanti. Butuh waktu bagiku untuk mengembalikan energi dan semangatku seperti dulu. Ada banyak sekali hal yang mengganggu dan menggerogoti jiwaku dari dalam. Jika aku terus memaksa, mungkin yang akan terjadi adalah berita kelulusan yang terlalu cepat." Yui menunduk sejenak. Sepertinya sedang menyembunyikan tangisannya. Ia tahu percuma saja ia menyembunyikan itu dari Yuuka, karena ia yakin wanita itu lebih peka. Hanya saja ia memilih untuk pura-pura tidak tahu.

"Lalu, apa yang kau ingin lakukan?"

"Yuuka, aku ingin hiatus."

Melirik wajah samping Yui yang muram, dengan air mata yang mengalir turun dari wajahnya hingga menetes pada kemeja hijau olive yang ia kenakan, Yuuka mengangkat tangan kanannya untuk menepuk pucuk kepala Yui. "Aku di sini kapanpun kau membutuhkan aku."

Ia sudah mendapat persetujuan dari pihak manajemen, juga sudah memberitahu Yuuka tentang rencananya untuk mengambil libur dan selanjutnya ia hanya perlu memberitahu member lain dengan keputusannya ini. Akhirnya dimulai dari bulan September 2021, Yui mengumumkannnya secara resmi dan mulai detik itu ia dibebas tugaskan dari segala pekerjaan yang berkaitan dengan Sakurazaka. Mulai dari penampilan panggung, meet and greet, hingga konser.

Satu bulan pertama ia pulang ke kampung halaman untuk menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman masa kecilnya-sesuatu yang tak mungkin ia lakukan saat aktif menjadi anggota. Setelah kembali dari kampung halaman, Yui lebih banyak menghabiskan waktu di apartemen, atau terkadang ia berjalan-jalan keluar untuk mencari makanan dan mencuci mata. Ia juga sesekali datang ke kantor dan bertemu member-member lain.

Selama libur ia menduga Risa akan lebih sering menghubunginya untuk menanyakan bagaimana kabarnya selama ia di rumah. Tapi ternyata tidak. Wanita itu hanya menghubunginya satu kali saja dan tak lagi menghubungi setelah lebih dari dua bulan. Ia tahu Risa sangat sibuk di luar sana tapi ia bertanya-tanya, apakah sulit baginya untuk mengirimkan paling tidak satu pesan saja pada Yui? Apakah Risa sudah tidak menganggapnya penting lagi?

Ya. Tentu saja, mungkin memang begitu. Ia sudah tak lagi berharga bagi Risa dan ingin melepaskan diri darinya dengan alasan menjaga jarak untuk sementara waktu.

Risa memang tidak menghubunginya. Tapi ada orang lain yang lebih rutin melakukan hal yang seharusnya dilakukan oleh Risa sebagai kekasihnya, untuk saat ini. Orang itu adalah Yuuka.

Berkali-kali wanita itu mengirimkan uber eats ke apartemennya dan bahkan sesekali datang berkunjung untuk menanyakan kabar meskipun ia hanya singgah sebentar karena memiliki pertemuan yang harus dihadiri. Yuuka juga memberinya informasi yang tidak ia ketahui selama ia hiatus sehingga ia tidak perlu mengejar ketertinggalan terlalu banyak.

Sesuai dengan apa yang Yuuka ucapkan kala itu-ia selalu ada untuknya. Paling tidak, dengan kehadirannya itu Yui tak lagi merasa kesepian.

Yui baru kembali saat konser peringatan satu tahun Sakurazaka. Ia datang di momen yang tepat karena konser itu adalah konser terakhir bagi Rika dan Akane untuk tampil sebagai member Sakurazaka. Semua terlihat sangat senang saat ia datang dan kembali ikut berlatih, Yui juga demikian. Ia senang bisa kembali bertemu para member dan memacu adrenalin dengan tampil di depan ribuan orang.

Beberapa hari setelah konser, Risa mengajaknya bertemu. Bukan untuk memperbaiki hubungan mereka yang retak tanpa kejelasan selama berbulan-bulan. Risa datang untuk benar-benar menghancurkan hubungan mereka yang sudah tanggung-benar, Risa secara resmi mengakhiri hubungan mereka.

Wanita itu meminta maaf secara tulus sekaligus meminta agar Yui tidak menganggapnya sebagai musuh yang harus dijauhi, tapi ia tidak keberatan jika Yui menjauh darinya sementara waktu untuk beberapa alasan. Bagaimanapun juga Risa tetap ada untuknya sebagai teman. Selain itu, ia juga memberitahu Yui mengenai rencananya untuk lulus bersama Aoi dari Sakurazaka, menyusul Rika dan Akane yang sudah lulus terlebih dahulu.

Apakah Yui sedih? Tentu. Tapi itu lebih baik daripada digantung oleh ketidakpastian dalam waktu yang lama. Lebih baik daripada ia terus menerus menaruh harapan pada Risa. Daripada sedih karena hubungannya yang berakhir, Yui lebih sedih karena ia akan kembali kehilangan rekan kerja sekaligus sahabat yang sudah menemaninya berkecimpung di dunia idol yang sulit selama bertahun-tahun.

Single keempat, Samidare Yo adalah single terakhir mereka sebagai member. Risa juga disibukkan dengan pemotretan memorial book, persiapan graduation concert, dan beberapa hal lain yang perlu ia lakukan sebelum bekerja sebagai individual artist nantinya. Yui merasa keputusan Risa untuk mengakhiri hubungan dengan Yui mungkin adalah keputusan yang tepat. Di sisi lain hubungan yang tak jelas juga akan membebani Risa di kemudian hari.

Meskipun mereka berpisah dengan baik, Yui tetap merasa hatinya kosong setelah Risa pergi. Ia menjalani harinya seperti biasa dengan mengabaikan perasaan aneh itu, tapi tetap saja, dari hari ke hari ia semakin dilukai oleh lubang tak nampak yang melukai hatinya. Suatu saat pasti akan segera sembuh, suatu saat pasti akan menjadi lebih baik.

Mungkin ini hanya pikirannya sendiri. Tapi, Yui merasa sejak ia kembali dari hiatus, Yuuka terus memperhatikannya dari jauh.

Wanita itu juga bertingkah aneh saat ada di dekatnya. Jangan katakan Yuuka diam-diam menyukainya, itu sama sekali tidak mungkin. Gelagat Yuuka tidak menunjukkan orang yang sedang jatuh cinta, ia malah terlihat seperti menghindar karena benci atau kesal. Saat Yui ingin mengajaknya berbicara, Yuuka selalu mencari alasan untuk pergi dan meninggalkannya.

Anehnya lagi, meski Yuuka selalu menghindarinya tanpa sebab sekaligus tanpa alasan jelas, wanita itu tetap peduli padanya. Ia biasa menitipkan sesuatu pada member lain untuk kemudian diberikan pada Yui-ia menggunakan pihak ketiga yang dapat menjadi jembatan penghubung komunikasi antar keduanya.

Ia bertanya pada member lain. Apakah Yuuka memberitahu sesuatu ysng berkaitan dengan Yui pada mereka, dan jawabannya adalah tidak. Sepertinya kali ini Yuuka dapat menyimpan rahasia dengan baik.

Ah, lama-lama kepalanya bisa meledak jika begini terus.

***

"Kau cantik sekali. Aku menyesal, sangat menyesal. Mengapa aku tidak pernah menyadari hal ini sebelumnya?"

Silabel yang diucapkan dengan nada rendah itu nyaris tidak terdengar oleh telinga Yui karena hembusan napas berat yang diloloskan beriringan, juga karena orang yang mengucapkannya justru menenggelamkan wajah pada fabrik lembut dari ishhou yang masih melekat pada tubuhnya.

Apakah Yuuka sebenarnya mengidap gangguan pernapasan? Sebab wanita itu sejak tadi seperti sedang kesulitan bernapas dan Yui sempat khawatir akan hal itu. Akan tetapi, yang sebenarnya terjadi benar-benar berbeda dengan apa yang ia duga. Yuuka tidak memiliki riwayat gangguan pernapasan dan ia juga dalam kondisi yang prima saat ini.

Yui menyadari hal itu ketika Yuuka-yang tanpa ia ketahui turut mengikutinya hingga ke kamar kecil yang berada dua lantai di atas tempat mereka menunggu panggilan untuk melakukan taping. Perlu diketahui, sejak kelulusan Risa Watanabe dan wanita itu sudah tak lagi ada bersamanya di studio, Yui selalu menyempatkan diri untuk pergi ke tempat itu untuk sekedar menenangkan diri.

Jarang sekali ada orang yang mau naik hingga ke lantai yang lebih tinggi untuk memakai kamar kecil sehingga spot yang ia tempati sekarang adalah tempat yang cukup strategis untuk merenung atau menangis diam-diam.

Sugai Yuuka-sang kapten, yang baru saja kembali setelah satu bulan absen dari kegiatan grup dan hanya berpartisipasi dalam satu lagu karena kesibukan lain-sepertinya mengetahui kebiasaan baru Yui sehingga ia memutuskan untuk mengikutinya diam-diam. Hanya saja, tidak ada yang tahu isi pikiran Yuuka saat ia meminta izin pada manajer untuk keluar dari ruang tunggu dengan alasan mual.

Wanita itu ingin melakukan sesuatu yang lain dan ia telah menemukan momen yang tepat-dan itu adalah sekarang. Ketika tidak ada satu orang pun selain mereka berdua di dalam kamar kecil, setelah Yuuka mengunci pintu masuk dan menempelkan papan bertuliskan Toilet Rusak di daun pintu bagian luar.

Awalnya Yuuka hanya menyapa Yui seperti biasa, lalu bercerita mengenai betapa lelah dirinya setelah menyelesaikan pekerjaan di luar grup dan setelah bertemu dengan para member, penat dalam dirinya berangsur-angsur menghilang. Ia tak mengerti mengapa Yuuka sampai mengikutinya hanya untuk bercerita seperti itu. Padahal biasanya ia selalu menceritakan hal-hal semacam itu pada Habu atau Uemura.

Hingga akhirnya Yui tiba-tiba merasakan sentuhan samar di punggungnya dan sepasang lengan yang tanpa izin melingkar di pinggangnya-Yuuka menarik tubuh kecil Yui ke dalam pelukan hangat dan mengikis jarak di antara tubuh mereka, kemudian menempelkan dagu pada bahunya. Kepala Yuuka berada di sisi wajah Yui dan dengan jarak yang kelewat dekat, Yui sama sekali tidak berani untuk menengok sedikit saja.

Selama beberapa menit Yuuka tidak melakukan apapun selain memeluknya dari belakang dan sesekali berbicara padanya dengan suara yang mampu membuat bulu kuduk Yui meremang. Entah mengapa apabila didengar dari jarak sedekat ini, suara Yuuka terasa seperti ... sesuatu yang membuatnya kehilangan akal pikiran. Membuat kepalanya pening dan berkabut sehingga ia tidak mampu memikirkan bagaimana cara melepaskan diri dari pelukan Yuuka.

"Aku merindukanmu."

Yui menarik napas dan menahannya saat tangan kanan Yuuka yang semula hanya singgah di pinggangnya kini mulai menyentuh sisi kiri kepalanya, kemudian memiringkannya dengan perlahan sebelum memberikan beberapa kecupan di lehernya.

"A-Aku bukan Akane." Yui berucap lirih. Ia perlu berusaha keras menggigit bibir bawahnya sendiri setelah itu agar ia tidak mengeluarkan suara-suara yang tak diinginkan. "Kau merindukan Akane, bukan aku. Berhenti berdusta."

"Siapa yang mengatakan itu padamu? Tidak pernah ada kebohongan yang keluar dari mulutku saat ini. Yang aku lihat sekarang hanya dirimu, Kobayashi Yui. Tidak ada yang lain."

Menahan kepala Yuuka dengan satu tangan agar tak lagi membombardir lehernya, Yui memberanikan diri untuk mendorong tubuh Yuuka menjauh dengan seluruh kekuatan tangannya. Ia memberontak, tapi lengan Yuuka jauh lebih kuat. Seharusnya ia tahu ia takkan pernah bisa menyamai kekuatan kaptennya itu untuk sekarang.

Lagipula apa-apaan dengan semua ini? Mengapa Yuuka tiba-tiba melakukan hal ini padanya setelah mereka tidak saling berbincang selama beberapa minggu? Setelah Yuuka mendiamkannya tanpa sebab dan juga tanpa penjelasan?

"Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku? Posisi center? Kau ingin aku graduate dan membuat kesempatan itu lebih besar untukmu? Kuso, ambil saja semuanya. Aku sudah tidak membutuhkan itu." terengah, Yui tetap berusaha untuk menyelesaikan kalimatnya. Semakin lama tenaganya semakin terkikis dan tak mampu lagi untuk melakukan perlawanan pada Yuuka-singkatnya, ia menyerah begitu saja. "Berhenti mempermainkanku, Yuuka. Kau tak bisa membuatku menjadi objek pelampiasan hanya karena perasaanmu yang tertinggal pada Akane saat ia pergi!"

"Ssshhh ... aku tidak akan mengambil apapun atau ... melukaimu, Yui. Aku tidak akan pernah menyentuh dan menyakitimu, jangan khawatir. Karena aku hanya akan mengambil apa yang aku inginkan dan membiarkan sisanya," Yuuka menjeda kalimatnya selama beberapa detik. Ia juga menahan napas saat kedua lengannya melepaskan kaitannya dari tubuh Yui dan memutar tubuhnya sehingga kini mereka berhadap-hadapan. "Hei, Yui. Katakan, bagaimana rasanya saat Risa mencium dan menyentuhmu seperti ini? Bagaimana perasaanmu?"

Bagaimana perasaan Risa saat wanita itu melakukan ini padanya?

Yui tidak pernah lagi memikirkan Risa sejak ia pergi. Atau lebih tepat dikatakan jika ia memaksa otaknya untuk menghapus presensi Risa yang pernah hadir dan mengisi relung hatinya selama tiga tahun. Berakhirnya hubungan khusus mereka tepat dua hari setelah konser kelulusannya membuat Yui merasa bahwa sudah tak penting lagi baginya untuk membiarkan segala sesuatu yang berhubungan dengan wanita itu berlalu-lalang dengan bebas dalam isi kepala.

Meski ia tak bisa serta merta melupakan semua memori yang sempat mereka lukis bersama selama mereka menjalin hubungan. Sesuatu semacam itu sulit sekali untuk pergi dari ingatannya. Bahkan ketika Risa sudah meninggalkannya selama beberapa bulan, ingatan indah mengenai hubungan yang sempat mereka jalin masih tetap singgah. Termasuk bayangan tentang bagaimana Risa melakukan itu dengannya.

Bohong jika Yui mengatakan ia tidak merindukan sentuhan seseorang dan ia juga akan berbohong untuk kedua kalinya jika ia menganggap Sugai Yuuka tidak membuatnya tertarik.

Wanita itu selalu ada untuknya selama ini. Kendati ia disibukkan oleh berbagai pekerjaan di luar lingkup Sakurazaka46 dalam waktu yang tidak sebentar, ia selalu menyempatkan diri untuk menghubunginya sesekali atau mengirim makanan yang Yui suka. Namun tetap, ketika Yui balas menghubungi untuk berterima kasih atau menanyakan mengapa Yuuka melakukan semua hal itu, ia tidak pernah menjawab pertanyaannya-sama sekali tidak pernah.

Lambat laun Yui merasakan dirinya terjebak di tengah-tengah pilihan yang bodoh dan sulit. Ia mulai merasa bahwa ia menyimpan sekelumit perasaan pada kaptennya sendiri, akan tetapi di sisi lain ia masih tidak bisa melupakan Risa semudah itu.

Hanya ... apa yang merasukinya sekarang?

Yuuka memajukan tubuhnya dan semakin membuat Yui terpojok. Cengkeraman tangan Yui pada bagian depan pakaiannya justru semakin membuat Yuuka bersemangat untuk melakukan lebih. Ia tidak peduli jika setelah ini asistennya akan memarahinya karena ia keluar dengan isshou yang rapi dan kembali dengan keadaan lusuh. Hal-hal semacam itu tidak mendapatkan posisi penting dalam labirin kepala Yuuka untuk saat ini.

Isi kepalanya seakan dikuras habis dan hanya menyisakan memori tentang wanita di depannya ini. Berkali-kali Yuuka memuji kecantikannya yang tampak sempurna di matanya hingga mampu membuat degup jantungnya berderak liar di dalam dada. Akane pernah membuatnya merasakan hal-hal semacam ini, Akane juga pernah berada di posisi yang sama dengan Yui-di bawah dominasi Yuuka.

Ya, mereka berdua sama. Akanen dan Yuipon.

Lambat laun Yui akhirnya berhenti melawan dan membiarkan Yuuka melakukan apa yang ia inginkan padanya. Yuuka tidak tahu mengapa, tapi rona merah yang kini semakin naik hingga ke daun telinga Yui dapat memberinya jawaban pasti. Yuuka tertawa kecil, kemudian mengangkat kepalanya lebih tinggi untuk menggigit daun telinga Yui yang panas.

"Apa yang-Yuuka, aku mohon, berhenti. Kenapa kau melakukan ini padaku? Kita tidak bisa melakukan ini-akh!"

"Oh, apakah kau tak ingin?" Yuuka mengangkat kepala, sejenak menghentikan serangan yang ia berikan pada Yui. Begitu iris cokelat muda Yuuka beradu dengan miliknya dan memberinya sorot mata seperti anak anjing yang meminta perhatian, Yui langsung kehilangan kata-katanya. "Aku bisa melakukannya lebih baik dari Risa. Kau tidak ingin mencobanya? Akane pernah mengatakan jika aku cukup ahli di bidang ini."

"Member dan staff sudah menunggu. Berhenti bermain-main dan kembali ke ruang tunggu."

"Aku bertanya padamu dan seharusnya hanya ada dua jawaban yang dapat kau pilih. Itu adalah Ya dan Tidak. Jadi, jawaban mana yang akan kau pilih, hm?"

Yuuka tergelak pelan, merasa geli sekaligus lucu karena Yui yang terus menerus membuang pandang ke arah lain dengan kedua pipi yang merona merah. Diangkatnya dagu Yui dengan jari-jari tangan kanannya, Yuuka dapat merasakan kulit lembutnya terasa sangat panas pada jari-jarinya. Semakin dekat, Yuuka kembali merasakan hembusan udara panas menerpa wajahnya.

Tak berhenti di sana, Yuuka membungkam Yui dengan menyapu bibir Yui dengan ibu jari dan membiarkannya menempel. Selama itu, Yuuka tak lagi merasakan hembusan hangat pada wajahnya-Yui barangkali tengah menahan napas karena mengantisipasi apa yang wanita itu akan lakukan selanjutnya atau terlalu shock dengan tindakan Yuuka yang tak diduga telah jauh melewati batas.

"Jangan khawatir. Aku akan cepat."

Baru saja Yui akan menyanggah, berusaha membujuk Yuuka agar melepaskannya dan kembali ke ruang tunggu karena sudah pasti teman-temannya mempertanyakan keberadaan mereka berdua, tapi ia tidak bisa.

Ia tidak bisa berbicara sebab Yuuka mendadak menyegel bibirnya dengan menciumnya tanpa aba-aba. Ia juga tak bisa berontak-kedua tangannya terasa luar biasa lemas, bersamaan dengan kakinya yang tiba-tiba tak memiliki kekuatan cukup untuk menahan beban tubuhnya.

Jantungnya berdetak liar di dalam sangkar, berdenyut cepat dan membuat dadanya berdesir nyeri saat Yuuka mulai menggunakan kedua tangannya untuk menahan rahang Yui sementara ia semakin memperdalam ciuman mereka. Kedua tangan Yui masih mencengkeram pakaian Yuuka tetapi ia tidak lagi berusaha keras mendorongnya menjauh.

Yui yang semula hanya membiarkan Yuuka menempelkan bibirnya tanpa memiliki keinginan untuk membalas, perlahan-lahan mulai mengikuti gerak bibir Yuuka dan membalas pagutan lembutnya. Ciuman mereka menjadi semakin panas dari waktu ke waktu, dan Yuuka semakin mempererat pelukannya pada Yui. Sepertinya ia sudah kehilangan akal sehatnya sehingga ia mengabaikan panggilan telepon yang masuk dan membuat ponselnya bergetar-getar dari dalam saku blazer.

"Yui-" Yuuka berbisik, melepaskan pagutannya dari bibir Yui dan berpindah ke lehernya yang terekspos sebelum kembali menciumnya seperti sebelumnya. "Yui, aku ... mencintaimu."

Apa yang ia rasakan sekarang? Perasaan macam apa yang membelenggu hatinya sekarang? Yui tidak memahami ini semua. Sejak kapan pandangannya pada Sugai Yuuka berubah? Dan sejak kapan ia menyukai bagaimana cara Yuuka menyentuhnya seperti ini meskipun ia sadar betul jika Yuuka mungkin tidak melihatnya sebagai Kobayashi Yui melainkan sebagai Moriya Akane-mantan kekasihnya.

"Selama ini aku selalu memperhatikanmu, mengagumimu dalam diam. Aku menyukai suaramu, setiap inci tubuhmu, dan semua yang berhubungan dengan dirimu, Yui. Aku tidak ingin hanya sebagai teman, rekan kerja, atau senior bagimu. Aku ingin menjadi kekasihmu, aku ingin memilikimu seutuhnya."

"Yuuka, berhenti!"

Suara lantang Yui sontak membuat jantung Yuuka berhenti berdetak dalam waktu sepersekian detik. Merasa itu adalah ultimatum yang sangat serius, ia refleks mengangkat kedua tangannya ke atas dan mengayunkan tungkai dua langkah ke belakang, memberikan jarak yang wajar antara dirinya dengan Yui.

Detik itu juga, jiwa Yuuka yang sebelumnya melayang-layang bebas di udara kembali tertarik masuk ke dalam tubuh. Sepasang netra cokelatnya yang semula ditutupi oleh nafsu terlarang kini dipenuhi oleh perasaan bersalah.

Yui berdiri di sana, menatapnya dengan sorot mata yang mampu membuat hati Yuuka hancur berserak. Apa yang sudah aku lakukan?

"Maaf, aku pasti menakutimu." mengucapkan kalimat tersebut dengan suara terbata-bata, Yuuka tak bisa menampik juga bahwa ia merasa begitu malu karena telah memperlakukan Yui seperti itu. Ditambah lagi dengan kalimat-kalimat yang menyelip keluar begitu saja dari mulutnya.

Yui tidak membalas begitu saja seperti Akane. Sial, aku pikir ... mereka berdua sama.

Membuang pandangannya dari Yuuka dengan helaan napas kasar, Yui tanpa menjawab memutuskan untuk melesat menjauh demi merapikan kembali isshounya dan membenahi tatanan rambutnya di depan cermin. Ia beruntung karena mereka hampir selalu memakai hairspray untuk mencegah rambut mereka terlalu berantakan karena beberapa alasan sehingga Yui hanya perlu sedikit waktu untuk merapikannya ke tatanan rambutnya semula.

Ia diam, terus diam. Menunggu Yuuka angkat bicara dan menerangkan apapun yang seharusnya perlu ia jelaskan padanya.Sang Kapten berhutang begitu banyak penjelasan dan semuanya perlu diselesaikan secepat mungkin.

Yuuka berjalan melewatinya tanpa mengajaknya untuk kembali bersama-sama ke ruang tunggu. Wanita itu seakan membuangnya seperti plastik wadah makanan setelah memakan habis isinya, dan itu tentu saja membuat Yui sakit.

Pikirnya Yuuka sudah selesai melukainya hari ini. Paling tidak, sebelum kalimat selanjutnya yang wanita itu lontarkan berubah menjadi sebilah belati tajam yang tanpa ampun merajam hatinya-Yui dapat merasakan hatinya berdarah saat Yuuka berucap, "Mari bersikap seperti biasa dan anggap saja semua ini tidak pernah terjadi di antara kita."

***

Sesuai dengan apa yang ia ucapkan sebelumnya. Yuuka benar-benar menganggap semua itu tidak pernah terjadi.

Dua minggu berlalu sejak insiden di toilet dan pernyataan Yuuka yang membuatnya terkejut setengah mati. Sebuah ungkapan yang tak pernah ia duga akan keluar dari wanita itu, ungkapan yang berisi bagaimana perasaannya terhadap Kobayashi Yui. Saat itu, Yui yakin Yuuka tidak berada di bawah pengaruh alkohol sehingga tidak mungkin ia mengatakan semua itu hanya karena mabuk (Yuuka juga tak sebodoh itu untuk minum di saat jam kerja).

Lalu, jika Yuuka memang mengatakannya secara sadar, apakah ia benar-benar bermaksud seperti itu dan tidak mempermainkannya? Sebab setelah hal memalukan itu terjadi, Yuuka tetap tidak melakukan pergerakan apapun.

Itu bukan berarti ia ingin menjalin hubungan dengan Yuuka. Yui hanya ingin meminta kejelasan atas ucapannya dan tindakannya kala itu. Satu-satunya alasan yang ada di pikirannya adalah karena wanita itu masih berada di bawah bayang-bayang Akane. Ia merasa yakin karena selama beberapa bulan terakhir, Yuuka memperhatikannya lebih sering dari sebelumnya.

Hari ini Yui baru saja selesai melakukan rekaman lagu untuk generasi satu sekaligus kesempatan emas bagi Yui untuk menagih penjelasan sekaligus pertanggungjawaban atas apa yang Yuuka lakukan padanya. Jika Yuuka melakukan itu tanpa alasan, maka ia tidak akan bisa memaafkan tindakannya itu apapun yang terjadi.

Sesekali ia mencuri pandang pada Yuuka yang berbincang-bincang dengan staff rekaman. Sementara Yui dan Habu menunggunya dengan tenang. Biasanya mereka lebih banyak bertengkar karena hal kecil ketika ditinggal berdua tapi kali ini secara ajaib mereka bisa tenang dan memperhatikan kapten mereka.

"Yui, kita harus bicara." ucap Yuuka ketika ia sudah cukup dekat. Ia kemudian menatap Habu sekilas, "Jika kau tidak keberatan, Habu? Sepertinya kita akan membutuhkan sedikit privasi di sini."

Mendengar itu, Habu lekas-lekas bangkit dari tempat duduknya. Tentu saja setelah ia dengan sengaja menepuk punggung Yui hingga membuat wanita itu tersentak kaget. "Tentu, tentu. Lagipula Mii-chan barangkali sudah menungguku di bawah. Kalau begitu, aku pergi dulu."

Selayaknya Habu yang terlalu banyak tersenyum dan candaan-candaannya itu, akhirnya ia benar-benar pergi dari ruang ganti member setelah melemparkan lelucon yang tidak terlalu lucu pada Yuuka dan Yui. Meski begitu, mereka tetap memberikan respon dengan tawa kecil agar Habu puas dan melenggang pergi dari sana sesegera mungkin.

Tinggallah mereka berdua sekarang. Berdiri berhadap-hadapan dengan pandangan Yuuka yang seakan menguliti lawan bicaranya. Ekspresi dingin itu berubah dalam sedetik menjadi lebih hangat, dengan senyum manis yang entah sejak kapan mampu membuat hati Yui berdebar. Yuuka mengajaknya duduk berseberangan dan Yui mengangguk, segera mengambil salah satu dari tempat duduk yang tersedia di sana.

Dipisahkan oleh meja panjang, Yuuka tetap membuat dirinya dekat dengan sang lawan bicara. Ia menarik kursi yang ia duduki ke depan, membuat tubuhnya berjarak sedikit lebih dekat dengan meja.

"Jadi ... ini saatnya. Kupikir," Yuuka tergelak kecil. Kemudian memindahkan kedua tangan yang semula ia sembunyikan ke atas meja, melipat lengannya di atas meja. "Pertama-tama aku ingin meminta maaf padamu. Waktu itu, aku memperlakukanmu dengan tidak benar. Selama dua minggu aku malu menatap wajahmu, aku malu menemuimu secara langsung karena pikiranku selalu tertuju pada hal memalukan yang sudah aku perbuat. Butuh waktu cukup lama bagiku untuk memberanikan diri dan mengajakmu bertemu untuk meluruskan apa yang sudah terjadi. Sungguh, aku sangat bodoh. Maafkan aku, Yui."

Sulit untuk memaafkan Yuuka atas apa yang ia lakukan padanya di toilet. Tapi karena ia sudah meminta maaf, mungkin Yui dapat mempertimbangkan permintaannya itu. "Lalu, apa maksud dari kalimat yang kau ucapkan?"

Yuuka terkesiap, tapi dengan cepat ia menguasai ekspresinya. Sama sekali tidak menduga Yui akan membahasnya. Tapi, tak apa. Lebih cepat lebih baik, bukan? Ia tidak mau beban yang bergelut di dadanya ini membuatnya semakin gila.

"Dari mana aku harus memulai, hm ..." Yuuka memundurkan kursi. Wajahnya terangkat, menatap Yui dengan percaya diri. "Kau membangunkan sesuatu dalam diriku saat itu. Aku yang sudah berjanji untuk tidak lagi jatuh hati dengan orang lain, ketika melihatmu, membuatku tidak peduli lagi dengan janji yang pernah aku buat. Aku tidak tahu sejak kapan, tapi mungkin perasaan itu muncul ketika kau kembali dari hiatus. Dan menjadi semakin kuat seiring berjalannya waktu hingga ... aku tidak bisa menahan diri lagi."

"Dan kau melecehkanku seperti itu? Kenapa kau tidak mengatakannya lebih cepat? Aku tidak akan menganggapmu sebagai kapten yang buruk jika begitu. Kau beruntung aku tidak melaporkanmu pada manajemen."

"Aku tahu, itu sangat salah. Dan aku benar-benar ingin meminta maaf secara tulus padamu, Yui. Aku-perasaan ini terasa aneh dan kompleks di waktu bersamaan. Butuh waktu cukup lama bagiku untuk merasa yakin bahwa perasaanku padamu bukan sekedar perasaan suka dan kagum yang singgah sementara. Aku tak bisa mengontrol sikapku saat melihatmu, aku juga tak bisa menahan untuk tidak tersenyum setiap kali melihat fotomu, aku ingin memiliki hubungan lebih dari teman, lebih dari sahabat denganmu dan aku tidak ingin kau menganggapku hanya sebagai seorang kakak atau ... kapten." Yuuka menarik napas panjang setelah berbicara tanpa henti sampai napasnya habis. Sehingga ia perlu waktu untuk mengatur napas. "Aku tak ingin menghabiskan waktu lebih lama. Yui, aku serius saat mengatakan ini. Aku mencintaimu."

Terbelalak, Yui merasakan mulutnya tak bisa berkata-kata. "Yuuka-?"

"Kobayashi Yui, jadilah kekasihku." lanjutnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top