Chapter 4

Kami duduk bersebelahan dalam satu sofa, diam-diaman saling membelakangi-sudah 20 menit terus begitu. Padahal buku-buku pelajaran sudah berserakan di atas meja. Mataku menatap jengah ke seluruh poster di kamar ini, sesekali memainkan rambut dengan jari.

"Ini yang namanya tutoring?"

Aku yang sudah gerah dengan suasana sunyi ini, memberanikan diri angkat suara, kemudian memutar badan untuk menghadapnya. Ia hanya melirik sinis.

"Saling diam selama 1 setengah jam kedepan?" Aku mengerutkan dahi. Dia tetap diam dan bertopang dagu-menutupi pinggiran matanya.

"Omong-omong, kita belum saling kenal" ucapku basa-basi seraya mengelus dagu, kemudian mengulurkan tangan dan tersenyum kecil padanya-meski dia tidak melihat. "Aku Harry"

Dia masih tak berkutik.

"Ehem..?"

Masih tetap diam.

Aku mengedikkan bahu, "Hm.. baiklah Gigi, kalau kau tidak mau-"

"It's Georgie!! Not Gigi!"

Tiba-tiba saja dia berbalik dan langsung mengeplak punggung tangan kananku. Lumayan kencang untuk ukuran perempuan seperti dia hingga meninggalkan bekas merah di atasnya. Aku cepat-cepat menarik tanganku kembali dan mengusapnya pelan.

Apa-apaan sih dia?

Berani sekali. Padahal kita baru saja bertemu.

"Kau ini kenapa sih?" seruku, "Dipanggil begitu saja marah."

Ia menyilangkan tangannya dan menatap ke arah lain-sepertinya menghindari kontak mata dariku.

"Karena aku tidak suka kau menyebut namaku."

Dia ini benar-benar benci padaku ya? Kenapa? Aku menaikkan sebelah alis dan menatapnya dari bawah sampai atas dengan heran. Dan tiba-tiba saja ide licik muncul di kepalaku.

"Oh, jadi kau tidak suka kalau aku menyebut namamu begitu" Aku mengangguk mengerti sambil perlahan bergeser mendekatinya. Dan sepertinya dia mulai menyadari ini, jadi Georgie ikut bergeser menjauh.

"Tapi.. ehem.. aku ini Harry Styles lho" ucapku sambil terus bergeser mendekat.

Georgie juga bergeser dan sayangnya, dia sudah mentok ke sisi sofa. Raut wajahnya berubah menjadi jengkel juga panik.

"L-Lalu kenapa memangnya? Cih."

Masih bisa-bisanya dia bicara begitu. Biar ku beri pelajaran.

Aku beranjak dan melompat ke atasnya, membuatnya kaget setengah mati dan ketakutan. Kening kami bersentuhan, jarak wajah kami hanya beberapa inchi. Bukan bermaksud apa-apa-aku hanya mau membuatnya ciut, dan sepertinya berhasil.

"H-Harr-"

"Lalu kenapa memangnya kalau aku memanggilmu Gigi? Ada masalah? Aku suka memanggilmu itu. Kau tidak suka? Bukan urusanku. Yang penting aku suka, dan aku akan memanggilmu itu! Aku bebas memanggilmu apa saja. PAHAM?!"

Ia memejamkan matanya kuat-kuat.

"PAHAM?!" tegasku sekali lagi.

"P-Pa-"

klek.

"Harry, apa kau disin-Gosh!" Buku-buku yang ada di tangan Zayn sampai jatuh begitu melihat kami berdua dan spontan menempelkan punggungnya pada daun pintu-matanya menjelalat membuat warna iris matanya yang coklat semakin jelas.

Kami berdua terdiam melihat Zayn-masih tidak bergerak dari posisi itu.

Tapi Georgie cepat tersadar kembali dan mendorong dadaku kencang untuk menjauh. Ia membereskan buku-bukunya dan menginjak kakiku terlebih dulu sebelum akhirnya keluar dari kamar ini dengan emosi.

Aku mendesis dan cepat-cepat mengusap kakiku. Dia kuat.

Tanpa memungut buku-bukunya terlebih dahulu, Zayn menghampiriku dan mendecak.

"Kau bermain-main dengan Georgie? Sulit dipercaya" Ia menggeleng.

Aku menoyor kepala Zayn, "Aku ini Harry, Zayn!"

"Maksudku, bagaimana Georgie mau bermain-main? Dia itu sangat disiplin"

Aku hanya mengangkat bahu dan kembali mengusap-usap kakiku. Zayn menyipitkan matanya memperhatikan kakiku.

"Wow, apa itu sakit, kawan? Aku sudah bilang belum ya kalau Georgie itu tahan banting?"

---

Tanganku menerima gulungan kertas itu dan begitu membukanya-panjang kertas menyampai ujung sepatuku.

Aku mengerutkan alis membaca tulisannya.

"These are the rules?!" seruku.

Georgie mengangguk mantap sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Aku menggeleng pelan dan kembali membaca peraturan tutoring yang baru saja ia buat.

"No laziness? No grumbling? And.. No FLIRTING? What kind of rules are these?" Aku mengernyit.

Ia menyambar kertas itu dariku, "Kau tahu kenapa aku membuat peraturan ini?" Aku hanya menyipitkan kedua mataku, "Karena aku tidak mau yang kemarin terjadi lagi." ucapnya sengit sambil kembali menggulung kertas.

"Kemarin?"

"Itu menjijikan."

"What if I BREAK the rules? Because I disagree on these rules. Hm?" Aku melangkah mendekat pada wajahnya, hanya saja kali ini dia tidak ketakutan, justru tersenyum kecil.

Tanpa mengatakan apapun, ia menginjak kakiku lagi-lebih kencang-untuk yang kedua kalinya. Aku meringis kesakitan dan langsung berjingkat kesana-kemari memeluk satu lututku.

"Kau puas dengan jawabannya?" Aku hanya menatap sebal.

Ini benar-benar gila. Dia akan terus menginjakku kalau aku melanggar peraturannya. Apa dia tidak sadar kalau dia itu wanita barbel?

"Aku sudah bilang belum ya kalau Georgie itu tahan banting?"

Tahan banting. Kenapa aku jadi merinding begini?

.

.

.

"Buku apa sih itu? Coba lihat!" Aku menyambar buku bersampul biru yang daritadi dibaca serius oleh Georgie, lalu membaca keras-keras judulnya,

"How To Make A Bad Boy Into A Good Guy."

Aku mengerutkan alis, "Buku macam apa ini?!"

"Kembalikan!" Georgie menyambar balik bukunya.

Aku melongo ke judul buku-bukunya yang lain-semuanya sama.

"Kau ini tutor apa?" tanyaku sembari mengusap dagu dan menatapnya lekat-lekat, "Hm.. aku jadi curiga"

Ia memutar kedua bola matanya, "Mrs.Clark yang memberiku semua ini" Kemudian menoyorku dengan bukunya, "Tahu tidak? Katanya, nilai akademismu itu not bad. Hanya saja kelakuanmu itu yang diragukan" Aku manggut-manggut pelan. "Dan aku sebagai murid terbaik, ditugaskan untuk merubahmu menjadi lebih baik. Cih. Menyebalkan" Ia merengut kesal dan membuang muka.

"Gigi, kau ini aneh"

"Hm?"

"Kelihatannya kau benci sekali denganku saat pertama kali aku masuk ke kafetaria. Kenapa?"

Ia diam. Wajah kesalnya memudar, "K-Kenapa apanya? Memang kelihatannya begitu?"

"Iya"

"Oh." Ia mengedikkan bahu, "Aku tidak tahu tuh."

"Hh.. yasudahlah." Aku ikut mengedikkan bahu, "Yang terpenting kita sekarang teman. Ya kan tutor?" sorakku sembari mengangkat tangan untuk highfive dengannya.

"Siapa bilang?"

"Apa?"

Kriing...

"Sudah bel." ucapnya sembari merapikan buku-buku nonsense itu. Ia bangkit untuk merapikan ujung seragamnya sejenak kemudian menaruh tumpukkan buku di atas tangannya. Sebelum keluar dari kamar, ia berhenti di depan pintu.

"Aku sedang dalam tugas, jadi jangan kecewakan aku." pesannya, lalu berlenggang keluar.

Meninggalkan tanda tanya di benakku.

---

"Ulangan dadakan!"

What?!

"Alaaahhh~" Anak-anak sekelasku langsung bersorak malas. Mereka pun terpaksa menyiapkan alat-alat tulis dan baca-baca sekilas.

Saat Mr.Dave membagikan kertas soal, keringat dingin langsung mengucur deras di kedua pelipisku.

Memang sih, ku akui nilai akademisku tidak terlalu jelek seperti kata Georgie.

Tapi tidak dengan matematika.

Nilai terbagus yang pernah ku dapat di bidang studi ini adalah C++. Mom bahkan bangga dengan hasil kerjaku itu.

Aku menulis namaku di pojok kertas, kemudian membaca soal yang berjumlah 25. I give up!

Dengan tangan gemetaran, aku menulis jawaban sembarangan hingga.. ide licik muncul di kepalaku.

Mataku melirik ke sekitar. Hebat, tidak ada satupun kepala yang menengok ke kanan atau ke kiri, bahkan terangkat-meskipun wajah-wajah bingung terlihat jelas di wajah mereka.

"Zayn! Zayn!" Zayn sama sekali tidak menolehku. Dia masih serius dengan pekerjaannya.

Aku merobek kertas dan meremasnya menjadi gumpalan. Tanganku siap untuk melemparnya ke Zayn sampai pada akhirnya...

"Styles!!!"

Tertangkap basah untuk yang kedua kalinya.

.

.

.

PLAAK..

"Teriak lebih keras!!!" seru Mr.Dave lantang.

"AKU TIDAK AKAN MENYONTEK LAGI!!"

PLAAK..

"Aduuh.." Aku meringis kesakitan tiap Mr.Dave memukul kedua tanganku dengan penggaris kayu.

Lagi-lagi dipermalukan di tengah lapangan. Aku makin benci dengan asrama ini. Di sekolah lama, kalau ketahuan menyontek hanya dapat detention saat jam pulang, bukan dipukul begini. Ini namanya penyiksaan!

Bisikkan-bisikkan mulai ku dengar lagi dari anak-anak yang ada di sekeliling lapangan. Ish.

Mataku memandangi wajah-wajah mereka dan berhenti pada.. Georgie. Oh tidak, dia pasti merasa gagal dan marah padaku.

"Mr.Dave!" Sial. Mrs.Clark datang, itu artinya.. bencana tiba. Seperti biasa, ia membenahkan posisi kacamatanya dan bicara dengan aksen British yang tebal, "Ulah apa lagi yang ia buat?" Matanya menatap sinis ke arahku.

"Dia menyontek saat ulangan," Mr.Dave membuka gumpalan kertas tadi, "Dan mencoba untuk melempar kertas ini pada temannya." Kau-ini-pengadu-Mr.Dave.

Aku tertunduk menunggu Mrs.Clark untuk ikut memukulku. Tapi ia justru...

"Georgina!!"

Memanggil Georgie.

Aku kembali mengangkat kepalaku begitu Georgie berjalan ke arah kami. Ia tertunduk dan kelihatan sangat malu di depan Mrs.Clark.

"Y-ya?"

"Georgie, aku menugaskanmu untuk membimbing Harry lebih baik." bentaknya. Georgie hanya menghela nafas berat. "Bukan menjadi lebih buruk! Kau benar-benar mengecewakan."

"M-Maaf" ucapnya pendek.

Aku benar-benar tidak tega melihatnya. Meskipun dia menyebalkan, tapi ini semua bukan salahnya. Aku yang menyontek, kenapa dia yang dimarahi?

"Dan kau bertanggung jawab sebagai tutornya." Mrs.Clark merebut penggaris kayu dari tangan Mr.Dave. "Tanganmu!"

Dengan pasrah, ia mengangkat kedua tangannya ke hadapan Mrs.Clark.

Aku membelalak. Jangan bilang, dia akan.. oh, God, aku benar-benar tidak tega melihat ini semua. Jangan lakukan itu! Ku mohon jangan! Bukan dia yang salah! Jangan..

PLAAAAKK...

"Ow..."

Argh, dugaanku benar.

Air matanya pun mengalir turun setelah Mrs.Clark memukul keras tangan Georgie. Ia menolehku sekilas, kemudian lari terisak entah kemana.

-bersambung-

Maaf kalo ada typo dan update yang lama^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top