Kata ke-29: Pintar
Ding dong ding deng...
Bel terakhir berbunyi, dan ujian merekapun selesai. Semua anak menghela napas panjang. Kertas-kertas jawaban dan soal dikumpulkan satu persatu.
"Selamat selesai ujian. Nanti kita tetap belajar setelah jam istirahat ya." Kiyoteru sebagai pengawas merapikan kertas-kertas itu lalu pergi keluar dari ruangan itu.
Sekolah mereka memang tidak pernah pulang cepat setelah ujian. Sistemnya memang umum dijumpai di sekolah-sekolah lain.
"Unnn!~ laper banget." Rin melakukan peregangan di bangkunya. Ia bangkit kemudian berjalan ke arah Len yang sedang bercakap-cakap dengan (y/n) di bangkunya.
"Oh hai, Rin!" sapa (y/n). "Gimana ujian sejarah tadi?"
"NG. Not good."
"Bacot," desis Len.
"Lah emang iya, ngapalin prefektur itu capek banget. Lagian kerjaan aku yang sekarangkan bukan sejarawan." Rin menghela napas sembari meletakkan tangan kanannya di lehernya. "Capek tau..."
(Y/n) hanya tertawa kecil. Namun berpikir, 'kalau dipikir-pikir... aku ini. Kenapa dikelilingi orang-orang pintar...'
Rin, siswa yang mempunyai kerjaan sebagai penyanyi idola, juga selalu stabil dalam akademik. Lalu ada Len, yang juga partner Rin, juga memiliki banyak penggemar, stabil dalam akademik, menjabat sebagai ketua osis juga. Ada juga Rinto, siswa yang terlihat bodoh di kelas, namun kalkulasi nilai bulanan selalu tinggi, banyak yang nggak percaya kalau dia pintar, pandai nyanyi sama seperti saudaranya, terlebih lagi jago atletik.
"Ah," gumam (y/n) tersadar. "Mustahil. Genetiknya sungguh kuat."
"Gen siapa?"
Rin dan Len melihat ke arah (y/n) yang tiba-tiba bergumam tanpa konteks. (Y/n) hanya menggeleng pelan.
"Rin anak pintar, kok. Pasti bisa. Len juga pintar."
"Ah, itu kata ke? Dua puluh sembilan?"
"Eh? Masih lanjut?" ucap Rin sembari peregangan karena punggungnya pegal akibat duduk terus selama ujian.
"Gak tau, Len nih masih mau lanjut," ujar (y/n). "Dari mana kamu tau?"
Rin terkekeh mendengar ucapan itu. Alisnya naik dan ia menyengir. "Satu sekolah juga tau kali. Makanya kalo pacaran tuh jangan sama idol kek anak satu ni." Rin menepuk-nepuk punggung Len beberapa kali.
"Sakit woi."
Pada saat itu, (y/n) hanya dapat berkata dalam hati, 'selamat tinggal privasiku. Aku sangat mencintaimu.'
Rin hanya mendengus. "Yaudah ayok, Len."
"Mau kemana?" tanya (y/n).
"Mau kerja. Hari ini ada show siang, mesti pergi cepat." Len bangkit dari kursinya. Melambaikan tangannya sedikit lalu berkata, "belakangan ini sibuk juga, bai bai."
Dan dengan itu, sepasang duo itu mengambil tas mereka dan berjalan ke arah pintu. (Y/n) hanya duduk bersandar di kursinya dan menghela napas di antara desas-desus percakapan siswa-siswi yang baru saja siap ujian.
"Kerja hari ni?" tanya Rinto yang menyadari Len berjalan menuju pintu.
"Iye."
Pemandangan Len dan Rin keluar sekolah karena urusan kerja sudah biasa dilihat sebenarnya. Sekolah juga mesti memberikan izin agar mereka bisa keluar dengan leluasa. Nasib idol tidak semudah itu.
Peregangan dilakukan oleh (y/n) lalu melihat sekelilingnya.
"Baa!" seru Gumi yang langsung duduk di kursi Len, menghadap ke (y/n).
"Aduh. Kaget." (Y/n) membalas datar.
"Iih waw. Pura-pura kaget kek!" Gumi menyandarkan dagunya di atas tangannya yang menyiku. Melihat pandang (y/n) yang selesai melihat LenRin keluar dari ruang kelas ini. "Mereka benar-benar ya. Masih muda udah punya kerjaan."
"Hm, iya ya. Kemungkinan manusia ada kayak mereka berdua itu langka..."
"Udah cakep, pintar, yang satu anak osis yang satunya lagi berbakat di panahan." Gumi menghela napas bersamaan dengan (y/n).
"Haaah... kalo kita berdua jauh banget jaraknya."
"Kita?" Nada candaan keluar dari mulutnya. Gumi tatap-tatapan dengan (y/n), sembari gestur tangan yang bolak-balik menunjuk ke arah dia dan temannya itu.
Lalu, tangan Gumi dipegang erat oleh (Y/N). Gadis itu tersenyum. "Iya, kita. Siswa rata-rata yang ga pande pande amat."
"Hehe, iya siswa rata-rata," Gumipun terkekeh pelan.
"Jangan ngebandingin sama genetiknya keluarga Kagamine," sahut Neru yang duduk di barisan sebelah barisan mereka. Bangku berdekatan, lalu saling bertukar pandang.
"Ga salah juga ucapanmu itu." Kepala Gumi bersandar ke dinding, sambil menutup mata karena menahan kantuk.
"(Y/n) juga tau kan?" Neru bertanya seraya menatap (Y/N).
"Soal genetik?"
"Iya, Rinto sendiri yang tampangnya begitu-"
"Juga pintar," ujar Neru dan (Y/n) bersamaan.
"Wah." Gumi membuka matanya, sadar akan Rinto yang berjalan ke area gosip mereka. "Itu orangnya datang."
"Memang kenapa tampangku?" tanya Rinto dengan tangannya menyilang di atas dada.
"Eh-?" Neru kaget ada Rinto tiba-tiba. Memang cowok itu tadi masih bercakap-cakap dengan Piko lalu sekarang ada disini. Pendengarannya memang peka banget kai ya.
"Nggak papa, tampangmu biasa." (Y/n) menepuk-nepuk lengan Rinto yang berdiri di lorong barisan mereka. "Udah pergi itu kawanin Piko."
"Biasa? Jadi ga ganteng?" tanya Rinto kembali sambil melirik ke arah (y/n) dengan tatapan memelas.
"Ganteng kok, ganteng. Udah sana."
"HaHa, jijay. Lu masih suka sama dia kan? HahA, kasian." Gumi menertawakan Rinto. Ya namanya Rinto sama Gumi juga teman baik, udah lumayan akrab.
"Di friendzonin."
(Y/n) cuma ngangguk pelan terus berkata, "udah udah, nggak ada topik lain?"
"Apa ya." Rinto mengetuk-ngetuk meja dengan jemarinya. "Pulang mau jalan-jalan?"
"Kenapa? Mau traktir?" Gumi bercanda lalu menyengir.
"Eh seriusan?" tanya (y/n) yang matanya langsung menuju Rinto.
Rinto menggelengkan kepalanya, dan mengerutkan alis karena kaget. "Ah, kalau udah urusan gratisan cepet banget... lagian aku hari ini ada kerjaan."
"Hah?! Kau juga udah kerja?" tanya (Y/n).
"Baru sih, hari ini juga."
"Kerja apaan?" tanya Gumi.
"Ada deh. Pokoknya bisa stay at home, hehe."
۪۫ ❁ཻུ۪۪⸙͎.'
Dengan berakhirnya hari ini, pekan musim ujian baru saja selesai. Tidak ada yang berubah banyak, hanya libur sepekan saja.
"(Y/n) kamu mau rasa apa?"
Sosok Gumi bertanya kepada temannya di depan toko es krim. Hari pertama libur setelah ujian (y/n) habiskan bersama Gumi seperti biasanya.
"Vanilla aja."
"Kalo gitu aku juga. Vanilla dua ya, pak!"
Sosok Gumi berdiri di samping gadis itu. Menatap (y/n) yang terlihat sedikit enggan berbicara hari ini. Kelihatan sedang terpikir tentang sesuatu.
"Kamu kenapa?"
"Eh? Gak apa-apa."
Pesanan es krim mereka selesai. Gumi mengambil lalu memberikannya kepada (y/n), mereka berjalan keluar sembari memakan es krim setelah itu.
Gumi hanya berkata, "aku itu besprenmu, aku tau saat kamu itu lagi mikirin sesuatu."
(Y/n) memberhentikan langkahnya, ia menatap Gumi yang rambutnya terkena sinar mentari. Matanya terlihat serius, sesuai dengan gerakan bibirnya.
"Jujur, kamu suka sama Len kan?"
Pertanyaan itu membuat Gumi terdiam sebentar, hanya tersenyum pelan. Pandangannya tertuju ke arah kakinya sendiri, menatap kerikil yang ada di sana. Ia berdiri tegak di depan (y/n) namun ia tidak dapat menatap gadis itu.
"Nggak, kan kamu yang suka dia, kok jadi aku?"
"Aku ingat, Gumi." (Y/n) menatap gadis itu dengan ragu. "Kau pernah bilang kepadaku. Ingatkan?"
"Eh?"
"Dua kali, seingatku begitu."
"Cari tempat duduk dulu," ujarnya. Gumi menarik tangan temannya, sembari berjalan menuju tempat duduk terdekat.
Mereka duduk di bangku panjang yang berada di depan toko bunga. Sembari menyeruput es krim yang mulai meleleh, namun ditemani dengan diamnya mereka berdua. Pandangan masing-masing yang saling terkunci kepada es krim yang memiliki rasa sama, tetapi siapa yang tahu hati mereka?
"Dua kali ya?" Gumi bergumam cukup pelan namun dapat didengar oleh (y/n). Dia tidak terlihat murung ataupun bersedih, tidak senang ataupun malu. Gumi tidak tahu harus berperasaan seperti apa, karena hatinya sedang campur aduk.
"Mhm."
"Aku cuma ingat pas kamu lagi di rs."
"Perpus pas aku jadian sama Rinto, rs pas aku sakit."
Gumi mengangguk kecil pelan, menghela napas, lalu senyum ringan terbentuk di wajahnya.
"Kalau iya... memangnya kenapa?"
"Gumiii!..."
(Y/n) menoleh ke arah Gumi. Muka yang terlihat bersedih seperti di rumah sakit dahulu kini tampak kembali. (Y/N) seperti tidak percaya akan hal itu.
"Toh, aku juga ga bisa buat apa-apa." Gumi berdiri setelah es krimnya habis. Lalu peregangan sedikit dan tersenyum kepada (y/n), berkata, "Karena aku sayang sama kamu, sama Len juga. Len juga cuma nganggap aku teman dekat, dan posisiku nggak lebih dari itu. Ya kan?"
(Y/n) juga ikut berdiri setelah es krimnya habis. Ekspresi rapuh ingin menangis itu tampak di hadapan temannya.
"EH! KENAPA NANGIS. I'm OKE, ALL OKE!!"
Gadis itu meneteskan air mata di depan Gumi. "Waif, kenapa kamu suka banget nyusahin diri sendiri buat orang lain..."
Dengan pelan, Gumi menepuk-nepuk pundak (y/n). "Gapapa. Lagian mungkin belom jodoh. Makanya kamu ini jangan nyusahin hidup orang ya!! Udah ada Len yang sayang sama kamu, trus kamu juga sayang ma dia. Jangan di sia-siain."
Gumi mengelap air mata yang mulai membasahi pipi gadis itu. Ia malah ikutan merasa sedih karena teman dekatnya sedih. "Ululu, jangan nangis. Ntar aku juga ikutan nangis."
"Iya deh." (Y/n) mencibir. Mencoba berhenti menangis. "Kalo kamu nangis, ntar aku yang pusing."
"Makanya, jangan nangis." Gumi terkekeh pelan. Sadar kalo es krimnya bakalan meleleh, ia langsung cepat memakannya. "Makan es krim aja dulu, ntar meleleh."
"Mhm."
Mereka berdua duduk di ayunan taman terdekat sambil menikmati es krim. Semenjak musim ujian, (y/n) dan Gumi jarang pergi bareng seperti ini. Rasanya nyaman dan asik, bercampur dengan rasa kangen.
"Kenapa sih masa SMA harus ada cinta-cintaan," letuk Gumi tiba-tiba.
"Katanya biar ada bumbunya."
"Syukur deh, kita sama-sama pengertian. Coba salah satu dari kita ga pengertian, persahabatankan bisa hancur gitu aja. Cuma gara-gara cowok, bodoh amat ya."
"Nggak salah sih." (Y/n) tertawa pelan. "Lagian udah cukup aku sama cinta berabe ini."
"Ah... sampe hampir kecelakaan." Gumi menghela napas, memikirkan nasib teman karibnya itu. "Yang tabah ya."
"Hahaha, ya gitulah. Beda jauh sama yang kita lihat di film."
Gumipun merasa senang. Hatinya ingin mengucapkan banyak hal kepada temannya itu. Tapi, sebentar lagi tamat SMA mesti ke masuk kuliah. Dan, kemungkinan besar terpisah. Memikirkannya saja sudah membuat sedih.
"Gumi." Panggilan (y/n) membuyarkan pikiran Gumi. Lalu, mata mereka saling bertemu. "Kamu nanti mau masuk jurusan apa?"
"Hmm, mungkin... teknik. Teknik apa aku belum tahu sih. Kalau kamu?"
"Ah, aku nggak tau mau ngambil apa. Konselingnya habis liburan kan?"
"Oh, iya iya. Konseling nilai nanti dua hari setelah masuk."
(Y/n) memegang dadanya, berkata, "uuh nggak sabar, jadi deg degan!~"
"Bisa aja sih kamu!" Gumi tertawa pelan.
Sore bersama, mencoba melepas tekanan pikiran. (Y/n) dan Gumi menghabiskan waktu bersama hingga matahari hampir tenggelam dengan percakapan perempuan.
● To be continued... ●
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top