Kata ke-28: Amikal
Di depan Len sekarang ada 4 hal, yaitu buku, ponsel, Rin, dan Rinto. Semua buku referensi bertuliskan kiat-kiat pelajaran, begitu juga dengan buku tulis mereka yang berisikan catatan rumus-rumus matematika. Duduk di lantai dengan meja yang tak terlalu lebar, namun cukup untuk 5 orang. Peraturan belajar malam ini tidak boleh lalai dari belajar, setidaknya itu yang diungkapkan oleh Len.
"Betewe Lenka mana?" tanya Rinto yang duduk bersilang kaki.
"Dia nginap di rumah nenek," ucap Rin yang sedang menulis dan hanya terfokus ke buku di depannya.
"Kita ga bisa istirahat bentar?" Ujar Rinto. Namun tak ada balasan, kedua saudaranya itu cuma diam dan tetap melanjutkan belajar. Dia menghela napas, melanjutkan membahas pelajaran matematika sendiri.
Notifikasi ponsel Len berbunyi. Dengan cepat Len melihat ke arah layarnya.
"Yaa... ya! Dari siapa itu?" Tanya Rinto, tetapi tidak digubris. "Len, tapi kau bilang ga boleh main hape."
Len masih tak menggubris ucapan Rinto, malah senyum-senyum sendiri sambil mengetik. Rinto langsung menyosor ke arah Len supaya bisa lihat.
"Woi, apa sih!" ucap Len saat ponselnya dipegang juga oleh Rinto agar dia bisa melihat lebih jelas siapa pengirimnya.
"Wah gila kamu ya! Rin!-" Rinto memanggil Rin yang ada di depannya. Seolah mengadu kepadanya. "Dia cakap sama (y/n)."
"Jadi...?" ujar Rin.
"Wah..." Rinto mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Lalu menepuk Len berulang kali. "KunyuK! Udah NgEreBut pAcaR oRaNg, gUe puTus gaRa gaRa LOo. Memang ga ada otak kau, len."
"Kau mau mati ya. DUduK BELaJaR sana! Minggu depan ujian kelulusan, begO."
"Monyet kau memang... aish."
"Duduk balik sana- woi- baLIKIN." Rinto menggapai ponsel Len dan diletak di tengah-tengah meja berdampingan dengan ponsel Rin dan Rinto.
"Awas lo pegang hape." Rinto membuat gestur dua jari ke matanya lalu ke mata Len, seolah ia selalu memperhatikan apa yang Len buat.
Len dan Rinto akhirnya kembali belajar. Membalik-balikkan halaman buku pelajaran. Rin masih menulis dengan earphone terpasang di telinganya. Mata mereka masih terpaku ke halaman-halaman itu.
"Len, kau udah jadian sama dia?" Tanya Rinto tanpa melihat ke arah Len.
"Belom."
"Kau ngegantungin dia?"
"Ha, kan mau ujian ngapain jadian."
"Apa lo bilang?" Rinto mentap Len.
"(Y/N) dan aku belom jadian," ucap Len yang juga menatap Rinto.
Rinto bangkit lalu menarik kerah baju Len. "LO NGEGANTUNGIN DIA YA. DASAR OtaK uDaNg."
Len berkata sembari menarik kerah baju Rinto juga, "BUKAN AKU GAnTuNGIN, KAn MAU UJIAN. HARUS FOKUS UJIAN."
Rin hanya menghela napas. Adu suara Rinto dan Len terdengar oleh Rin meskipun dia sudah menyetel musiknya paling kencang. Hal itu membuat Rin naik darah dan memukul meja itu sekali.
"Kalian bisa diam gak sih!"
Tapi tetap aja Len sama Rinto nggak mendengarkan ucapan Rin. Kalah suara sama besarnya suara perkelahian lelaki itu.
Rin merapikan buku-bukunya, lalu melepaskan earphonenya. Ia lalu berdiri dengan buku-buku di dekapannya. Sementara itu, Len dan Rinto masih saja bertengkar.
"Aduh... emang ga ada harapan mereka berdua," gumam Rin sembari keluar dari ruang keluarga itu.
Lima belas menit kemudian, adu mulut antara dua lelaki itu masih saja belum selesai. Rin keluar dari kamarnya dengan pakaian rapi dan tas ransel berisikan buku. Dia menghampiri pelayannya lalu berkata, "Kak, aku mau pergi, mungkin agak sore atau malam pulangnya."
"Mau di antar, nyonya?"
"Nggak usah, bisa sendiri kok. Nanti kalo ada apa-apa, suruh Rinto aja cari aku. Oke?"
"Siap, nyonya."
Suara ocehan kedua lelaki itu terdengar sayup-sayup, menggema di lorong rumah. "Aiyaa... dua manusia itu..."
Rin lalu berjalan ke ruang keluarga tadi, masih melihat keduanya nggak adu tinju tapi adu mulut. "Woi."
Suara Rin masih tidak terdengar, akibat suara dua orang itu terlalu besar. Dia menarik napas sedalam-dalamnya. Lalu mekekik kencang, "KALIAN BERISIK BANGET!"
"Eh-" Rinto dan Len berhenti beradu bicara. Mata mereka terfokus dengan penampilan Rin.
"Mau kemana?" Tanya Rinto.
"Mau keluar, bising banget tau ga."
"Oo- tunggu, gak boleh. Jadwal kita hari ini belajar," ucap Len.
Rin hanya menghela napas, sembari melanjutkan langkahnya ke pintu depan. Dia siap untuk jalan-jalan hari ini.
───※ ·❆· ※───
Terduduk di bangku taman dengan memakan es krim, begitulah keadaan Rin sepuluh menit kemudian. Anak-anak bermain ke sana kemari, burung-burung berkicauan sangat merdu, sedangkan Rin hanya terbengong melihat anak-anak itu.
Es krimnya sudah habis, lalu ia buang ke tong sampah. Gadis bersurai kuning itu menghela napas cukup panjang, bahunya melemas, dan menyandarkan diri di bangku taman. Matanya menatap ke langit. "Enak ya.. jadi anak-anak, ga punya tanggung jawab." Lalu, ia menutup mata sedetik.
"Hoi. Ngapain di sini sendiri." Suara mengagetkan Rin, lalu ia membuka matanya dan terlihatlah gadis berambut hijau, Gumi. Gumi menunduk tepat di atas kepala Rin yang sedang menghadap ke atas.
"Oh, Gumi. Bikin kaget aja."
"Aku mau lewat sini," Gumi pun melangkah dan duduk di samping Rin, "terus aku lihat kamu lagi tidur di sini."
"Aku nggak tidur, cuma ga tau mau kemana aja."
"Gak tau mau ke..." Mata Gumi melebar sembari ia menunjuk ke arah Rin, "...kabuR DARI RUMAH?"
Rin menggelengkan kepalanya secara pelan lalu tertawa. Dia membungkukkan badannya seraya menyandarkan dagu di atas telapak tangannya. "Di rumah, mereka berdua ribut banget."
"Len sama Rinto?"
Rin menjawab dengan anggukan dan berdehem. Gumi melepaskan napas tenang, lalu tertawa sedikit, "mereka berdua benar-benar seperti kucing dan anjing ya?"
"Lebih tepatnya, mereka itu kayak magnet satu kubu, ga mungkin selatan sama selatan bisa bersatu."
"Bener juga sih. Ah, Len pasti belajar buat ujian ya?"
"Mhm. Kamukan bestpren dia juga, pasti tau lah, dia gimana. Banyakan pegang buku, liat kami main hape aja kayak liat pendosa." Rin kembali merubah posisi duduknya.
"O-oh.. ya," Gumi menatap lurus ke pemandangan anak-anak itu, "sahabat sih, tapi aku ga pernah tahu dia udah pacaran atau nggak sama (y/n)."
Rin melirik wajah Gumi. Matanya mengilap, senyumnya seperti terpaksa. Rin, sang nyamuk profesional, berkata, "kamu suka sama dia ya?"
"HAH!" Gumi langsung menoleh ke arah Rin yang menatapnya tajam. "NggaK, siaPa juGa yang suka SaMa cicak begiTu."
"Well, ada kamu, trus si (y/n), dan fans dia di sekolah atau fans di internet dia. Sampai-sampai mikupun jadi gila karena dia." Rin tertawa pelan, Gumi hanya memerah wajahnya. Rin menepuk pundak Gumi.
"Gapapa, aku gak bakalan bilang kok. Aku pernah di posisi yang sama."
"Kamu pernah suka sama orang?"
"Mungkin kamu ga sadar?" Rin tersenyum, berkata, "aku suka sama kak Kaito."
"K-kaiTO? Shion Kaito pacar kak Meiko?"
Rin mengangguk, masih tersenyum. "Tapi, aku gak bisa buat apa-apa. Lain, di posisimu kau masih bisa komunikasi dengan dua belah pihak. Aku... aku gak bisa bicara dengan mereka berdua. Mulutku bisu mendadak jika bertemu dengan pasangan itu."
"Rin..."
"Tapi, ya! Udah masa lalu, dia juga udah tamat!" Rin bangkit dari bangku taman. Ia tersenyum lebar. "Mungkin takdir berkata ada cowok yang lebih baik dan cocok dari dia."
"Ada benarnya juga..."
"Betewe, kamu mau kemana? Tadi tiba-tiba nongol," tanya Rin.
"Oh, aku ke mau ke rumah (y/n)."
"Ikut dong!"
Rin pergi dengan Gumi ke rumah (y/n). Mereka melewati jalanan-jalanan itu, sembari berbincang-bincang. Menurut Gumi, Rin tidak secuek itu. Selama di perjalanan, Gumi dapat mengambil kesimpulan bahwa Rin mengetahui banyak hal tentang orang-orang di sekolah, meskipun ia terkadang harus izin karena urusan kerjaan.
Mereka berdua berakhir di pintu rumah (y/n). Gumi menekan bel yang terdapar di samping pintu depan, lalu tak lama kemudian (y/n) membuka pintunya.
"Ah! Ada Rin juga! Udah lama kita nggak ngumpul ya. Ayo masuk!" (Y/N) masih dengan baju rumahnya, rambut dikucir satu, dan terlihat sangat santai.
Di kamar (y/n) seperti biasa, terlihat normal. Namun, yang ada di tempat tidurnya adalah buku komik. Rin melihat komik-komik itu.
"KAU! KAMU!" Gumi dan (y/n) menoleh ke arah Rin. Dia menunjuk ke arah tempat tidur, "kOK maLah BACA kOMik. BelaJaR mbaK! MINGDEP LOH MINGDEP!!!"
"Mingdep?" kata Gumi.
"Hahaha... minggu depan," balas (y/n). Gadis itu malah tertawa mendengar ocehan Rin.
"IyaLOh mingdeP kan ada ujian. Astaga, semenjak kenal Len, sama kak Meiko tamat, trus grup belajar kita bubar, kamu makin malas-malasan... astaga, tolonglah anda belajar, jangan malas-malasan."
(Y/N) memeluk Rin, berkata, "aku rindUUUuuu dengar ocehanmu."
"Dia... segalak ini?" tanya Gumi.
"Oh, Gumi belom tau. Rin ini tampangnya aja dingin sama cuek, aslinya dia tukang merepet. Mungkin efek kerja bareng Len. Rajinnya nular."
"Makanya, kamu tuh juga mesti rajin," ucap Rin.
"Tapi Rinto kagak-" jawab (y/n).
"Dia emang lain sendiri itu, ga ngerti aku liat dia."
Gumi dan (y/n) tertawa mendengar jawaban Rin. Mereka duduk di lantai kamar gadis itu beralaskan karpet bulu berwarna putih. Ibu (y/n) mengantar kue-kue kering ke kamar gadis itu, beserta es teh manis penghilang rasa dahaga. Rin mengeluarkan buku-buku yang ia bawa dari rumahnya, sedangkan dua orang lainnya hanya memperhatikan Rin yang mulai belajar.
"Loh? Kalian bukannya mau belajar?"
Gumi menggeleng, lalu (y/n) yang selesai mengunyah kue kering, meminum teh. (Y/n) memberikan telapak tangannya, mengisyaratkan 'tunggu'.
(Y/n) setelah itu berkata, "gini Rin. Belajar itu adalah hal yang paling menyenangkan bagi siswa berprestasi dan rajin, seperti anda dan Len." Lalu, ia memberi gestur tambahan, dan berkata, "tapi tidak bagi kami," sembari menepuk pelan dadanya sendiri.
Rin hanya menunjukkan wajah jijiknya. "Bacot, nanti belajar juganya. Memangnya kalian ngumpul mau ngapain?"
"Ga ngapa-ngapain, ngegosip aja," jawab Gumi.
"Haduh... gosip. Eh, ada yang ingin kutanya sama kamu," ucap Rin kepada (y/n). "Kamu sejak kapan pandai nulis puisi-"
"Puisi... OH!"
"Puisi?" tanya Gumi.
"Rin ikutan baca ya? Aduh, jadi malu," ucap (y/n).
"Bukan aku aja, ada Rinto sama Lenka juga ikutan baca."
Gumi cuma terdiam tanpa tahu apa maksud mereka. "Puisi apasih?"
"Ini anak nulis puisi buat Len. Pas Len juga lagi di rumah sakit kemaren, udah lama."
Dan begitulah Rin, Gumi, dan (y/n) mulai bergosip. Namun, Rin beberapa jam kemudian memaksa mereka untuk belajar. Acara kumpul itu berlangsung hingga sore hari seperti yang direncanakan Rin. Sudah lama Rin tidak berinteraksi seperti ini akibat banyak kejadian yang terjadi juga urusan kerjaan. Dia senang hari ini.
Pintu kamar (y/n)pun terketok, terdengar suara ibunya dari luar. "Nak, itu Rin udah dijemput."
"Lah, kamu minta dijemput?" (Y/n) melihat ke arah Rin yang juga bingung.
"Nggak, perasaan aku gak ada bilang mau kemari. Aku juga bilang aku pulang sendiri."
Mereka bertiga membereskan buku-buku yang berserakan di kamar (y/n). Lalu turun ke bawah dan mengantar Rin. Namun saat dibuka pintu depan, yang tampak adalah Rinto, Len, dan mobil yang sedang menunggu.
"Oh! (Y/n)-cchi! Makasih ya udah jagain Rin!" Rinto melambaikan tangan ke arah (y/n).
(Y/n) cuma ber-eh?-ria.
"Lo bedua tau dari mana aku di sini?" Rin berjalan ke arah dua lelaki itu, dengan tampang muak melihat mereka.
"Dikasih tahu, Gumi." Len menunjuk ke arah Gumi yang cuma tersenyum.
"Lagian mau sendirian pulang? Sejak kapan lu itu berani," canda Rinto.
"Ah, (y/n)!" Len melihat ke arah gadis itu. Dia menunduk pelan memberi salam. Senyum gantengnya terbuka di saat itu. "Makasih udah liatin Rin, ya."
DeG DeG
Pipi (y/n) memerah sekilas, begitu juga dengan Len dengan telinganya. "HaHa... Gumi yang bawa Rin kemari. Ya kan, Gumiii?" Gadis itu menyikut siku Gumi yang berdiri di sebelahnya.
"Ah... iya," balas Gumi.
Rin, Gumi, Rinto dapat merasakan aura bunga bermekaran di antara Len dan (y/n). Kesal banget, Rinto benar-benar merasa kesal. Lelaki tinggi itu menghela napas.
"Ayo, pulang." Rinto menarik lengan Len dan membuka pintu mobil.
"Woi-" Len masih dikepit supaya ga bisa gerak, terus dimasukin ke mobil sama Rinto.
"Rin ayok."
Rin mengangguk dan melambaikan tangan ke (y/n) dan Gumi. "Sampai jumpa besok di sekolah."
"Makasih, (y/n)-cchi! Jaga dirimu ya. Sampai jumpa juga, Megpoid-san." Rinto lalu duduk di dalam mobil di samping Len. Tangannya menutup-tutupi wajah Len yang berusaha menggertak.
Rinto dan Rin tersenyum dari jendela mobil. Mobil itu mulai berjalan, terdengar suara Len berteriak, "(y/n) aku menCintai MUUuuuuUUU-"
Suara itu termakan angin dan lama-lama tak terdengar. (Y/n) berhenti melihat jalanan, lalu tertunduk dengan tangannya berada di atas dada. "Ah, dasar..."
"Udah jadian?" tanya Gumi tiba-tiba.
"Eh?"
Sinar rembulan mulai menampakkan dirinya, angin dingin berhembus pelan, terdengar desikan dedaunnya.
"Kita, masuk ke dalam dulu yok."
Gumi dan (y/n) duduk di ruang tengah alias ruangan yang ada tv-nya. Mereka berdua saling lihat-lihatan.
"Sebenarnya belom."
"HaAaaaAaHH? BelOM jaDian."
(Y/n) mengangguk pelan.
"Jadi lu itu... apasih namanya. OH! Udah diteror Miku trus masih hubungan baik sama Len, terus lo kecelakaan, terus putus sama Rinto. Cuma buat jadi temen tapi mesranya Len?"
"Bukan gitu loh, Gumiku tersayang."
"Jadi gimana?"
"Mau ujian kan? Mau fokus belajar dulu."
"Hah- bacot itu."
Gumi tergeletak di atas karpet itu. Menghela napas mendengar tindakan dua bocah itu.
"Lu taukan, (y/n). Len itu banyak fansnya."
"Terus?"
"Ya siapa aja bisa jadi pacar dia. Tinggal tunjuk."
"Ooh akrab anaknya memang. Amikal gitu."
"Amikal?"
"Akrab gitu."
"Pikiranmu memang benar-benar... kadang ga bisa ditebak."
• Tbc •
karena figurin Len itu cakep. Photo dapat di twitter.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top