Kata ke-24 : Embun

Kau seperti api
Teman saat tak ada apa-apa
Menyambar hangus kehidupanku ketika aku jauh mengenalmu.

Kau bagaikan Embun
Menyejukkan dan indah
Namun hanya bisa kulihat di pagi hari.
Dan akulah daun itu, kau datang dan pergi, seperti kita tak bisa bersatu.


Len membaca segalanya dengan perlahan. Menengadahkan wajahnya ke arah jendela luar yang terpampang sinar mentari sore. Rinto dan gadis pujaannya telah pulang lima belas menit yang lalu.

Diingatannya, (y/n) berurai air mata tak menjawab apapun pertanyaan darinya. Rinto hanya berkata 'jagalah dia. Dia bahagia bersamamu bukan aku.'

"Len?" tegur Rin, menggenggam tangan len yang sebelah kiri, menemaninya dengan penuh kekhawatiran. "Kau tak apa?"

Len menatap Rin dengan serius, menurunkan kertas yang dipegangnya tadi. "Jawab aku dengan jujur."

Rin menelan ludah dengan penuh keraguan di dirinya.

"Apa ada kejadian berkaitan dengan (y/n)?"

"Ah.. itu," gumam Rin. Dia mengerutkan dahinya.

"Jawab aku, Rin."

"Biar Rinto yang jelasin-"

"Rin. Kau tau sesuatu kan?"

Pandangan mereka bertemu, dipatahkan dengan Rin yang merunduk. Rin diam tak berkutik.

"(Y/n) di bully. Kau puas?"

"Kenapa? Bukannya selama ini baik-baik aja."

"Ini semua gara-gara postinganmu-"

"Tapi satu kelas juga udah tau aku nembak (y/n)."

"Denger aku! Kau lupa kau itu idol?" Rin menyahut. Kedua tangannya mengusap leher belakangnya. Rasanya hari semakin beraura gelap. "Miku juga... dia memposting kalau ada pho di antara kau dan dia."

"Rin--Miku itu bukan siapa-siapa aku! Kau tau itu juga kan!"

"Tapi apa dunia tau?!" Rin membentak Len membuat lelaki itu terdia. "Apa satu sekolah tau? Apa media dan para paparazzi itu tau? Enggak Len!"

"Rin--"

"Miku itu tergila-gila sama kamu. Kau kira aku cuma diam aja soal (y/n)? Aku gak tau mau buat apa, Len. Disatu sisi kita idol dan juga satu sisi kita cuma siswa biasa."

"Rin, Miku... apa dia kemari pas (y/n) ada?"

Rin hanya mengangguk mendengar pertanyaan Len. Ia bangkit dari tempat duduknya ketika mendengar ketukan.

"Bentar..." gumam Rin. Ia berjalan dan membuka pintu tersebut.

Sang rambut hijau dengan senyum cemerlang datang. "Len!!--oh hai Rin. Len.. apa kau sudah baikan?" ia duduk di bangku yang diduduki oleh Rin sebelumnya memberikan buket bunga yang lumayan besar.

"Miku.."

"Len, bagaimana kabarmu hari ini?"

Len melirik ke arah Rin yang cuma terdiam mengangkat bahu, bersandar menatap ke jendela.

"Apa yang kau lakukan kepada temanku?"

"Teman yang mana?" tanya Miku masih tersenyum malu.

"Hatsune. Kau buat apa kepada temanku?"

"Siapa? Aku gak kenal temanmu."

"(Y/n)... kau perbuat apa?"

"Ooh.. cewek itu. Kami cuma kenalan.. Um. Jadi Len--

"Hatsune, berhentilah mengejarku."

"Len. Apa maksudmu?"

Len tak menatap wajah Miku, dia menoleh ke arah dinding kosong. Wajah Miku terlalu menjijikan baginya.

"Sudah berkali-kali kubilang kepadamu. Berhentilah mengejarku, berhentilah menyukaiku. Aku tak pernah menyukaimu sedikitpun."

"Len-- kau salah paham."

"Diam. Kalau bukan karena kau... teman-temanku akan baik-baik saja. Pulang sekarang. Aku gak butuh bungamu."

Len membuang buket bunga Miku ke lantai, membuat Miku naik darah. "Oh oke, baiklah." Perempuan itu berdiri menunjuk dengan jari telunjuknya ke arah Len dengan angkuhnya. "Kalau gitu dengarkan aku baik-baik!"

"Kalau aku--" Miku menunjuk ke dirinya sendiri. "-nggak bisa dapatin kamu. Cewek sialan itu juga gak bakal bisa! Pegang cakap aku," sentak Miku seraya mengambil tasnya.

"Ingat itu baik-baik, Kagamine," ujar Miku dengan lirikan yang ia berikan kepada kedua Kagamine itu. Berjalan dengan sombongnya keluar dari kamar itu.

"Len," tegur Rin. "Sesuatu buruk... akan terjadi.. perasaanku tak enak."

Tubuh Neru digoncang berulang kali, dengan tatapan malas ia bertanya, "Ada apa sih?"

"Ada artis!" ujar siswa lain. "Miku-chan disini!!"

"Miku?"

Neru melihat ke arah jendela yang penuh flash kamera dan tak sengaja melihat ke Rinto. Lelaki itu menggenggam tangan pacarnya yang duduk di depannya. Mulutnya dapat terlihat mengucapkan, "Semua akan baik-baik saja."

Muka (y/n) terlihat pucat, bimbang dan ketakutan.

Ada apa?

Dua kata yang terpikirkan oleh Neru disaat itu juga. Si pirang kunyit tadi mengambil langkah dan menepuk bahu Rinto.

"Ada apa?"

Rinto menatap Neru sekilas, hanya menjawab, "nggak ada apa-apa."

"Mereka udah gak ngebully dia lagi. Jadi apalagi masalahnya?"

(Y/N) menghela napas menoleh ke arah wajah khawatir Neru. "Nggak ada apa-apa kok. Makasih banyak... Nel."

"Siapa ganggu kamu lagi?"

"Bukan urusanmu, Nel." Rinto tak menatap temannya itu sedikitpun. Neru merasa kesal dan membentak Rinto di kelas yang hanya tinggal lima orang karena sisanya pada pergi melihat Miku.

"Rinto! Kau sudah dapatkan yang kau mau! Kau sudah dapatkan (y/n) dan begini caramu mengkhinati aku?!--"

"(Y/N) menerimaku bukan karenapl kamu! KARENA Janji kami! Kau belum dapatkan Len, aku minta maaf..."

"Ada apa... Rinto?" tanya (y/n). Rinto tak mau menjawab. "Ah begini Neru... kau kenal Miku kan? Kau temannya Rinto jadi aku percaya--"

"(Y/N)!" tegur Rinto.

"Kau bahkan tak memberi tahuku apa yang terjadi, apa aku bisa mempercayaimu sepenuhnya?"

Rinto cuma terdiam. Neru juga. Fakta bahwa Neru tak menyukai Len lagi, Rinto tak tahu hal itu. Rinto juga kesal dengan si rambut hijau.

"Kami bertemu Miku kemarin. Dia bilang dia mau berbicara denganku hari ini."

"Dimana?" tanya Neru.

"Di parkiran," jawab Rinto.

Pintu kelas terbuka, siswi melihat kesekeliling kelas itu. "Um.." gumamnya. Dia hanya berdiri di depan pintu, berseru, "Yang namanya (Nama Lengkap) diminta Hatsune Miku untuk ke atap sekolah."

Jauh dari keramaian para penggemar si Hijau, seorang siswa bahkan tak tertarik dengan berita selebriti. Kaito, kelas 12 sekaligus member koran sekolah cuma duduk di dekat pohon sedang menulis. Apakah kalian merindukannya? Jawabannya masing-masing. "Aah..." hela Kaito.

"Ujiannya makin dekat aja," ucapnya.

Hanya dia, peralatan jurnalnya, seperti pena, buku, kamera dan kucing yang ada disitu, biasalah kucing yang berkeliaran di sekolahan.

"Hm?"

Saat dia selesai menulis dan beristirahat sebentar, dia menghela napas kembali dan meletakkan pandangannya ke atas. Yang terlihat hanyalah gedung sekolah dan rerumputan hijau di area ia duduk. Sama juga ketika ia sadar ada seseorang yang berdiri di dekat pagar atap sekolah. Rambutnya juga hijau, tetapi hijau daun bawang.

"Itu Miku kan?"

Kaito meraih kameranya. Memoto cewek yang tak kunjung sadar akan kehadirannya. Ya namanya juga jauh jaraknya, gedung sekolahnya kan tinggi.

"Bukannya atap sekolah... ga ada yang boleh masuk? Ha--(y/n)?"

Adek kelasnya, (y/n) muncul dan menemui Miku di dekat sana.

"Seingatku... (y/n) ga pernah mau ngelanggar hal fatal begituan," ujarnya seraya memoto kembali.

Dia melihat miku membentaknya, meskipun Kaito gak tau apa yang mereka bicarakan. Saat itu Miku mulai seperti melihat ke kanan dan ke kiri seperti was was, karena melihat geriknya, Kaito bersembunyi di belakang pohon besar itu seraya mengintip.

"Dia mencurigakan."

Dari samping pohon terus memoto kejadian dan merekamnya, Kaito mulai khawatir. Meiko menelponnya di saat genting.

"Hal--"

"Mei, hadang Miku di atap-"

"Ada apa?"

"Pergi ke atap sekolah, kau jago karate kan?"

"Ya kaito, ada apa sih?"

"Gerak geriknya mencurigakan. Seperti merencanakan hal yang nggak-nggak. (Y/N) sama dia."

"Ha? Bentar aku segera kesana--"

Teleponnya putus bersamaan dengan usaha Miku menampar wajah (y/n) dan mencoba mendorongnya dari atap. Semua itu terekam dan terphoto di kamera Kaito.

Kaito mengambil tindakan cepat dan berlari ke bawah sana.

"Tuhan, tolonglah kami.." gumam Kaito.

Teriakan dapat terdengar, Meiko yang hadir dan terlambat menahan Miku.

Semua hal sangat buruk pada waktu itu.

Kaito sudah siap, menahan. Gadis itu sudah hampir mau terjatuh dan menahan pinggiran pagar.

"Lepasin!" teriakan Miku terdengar. Dengan kakinya, Miku menginjak tangan (y/n) yang menahan agar tidak terjun bebas ke bawah dari gedung ini.

"(Y/N)!!"

Keramaian. Suara ambulans. Khawatir.

Tiga hal yang membuat Rinto berlari kencang ke arah halaman sekolah. "Siapa?!" tepuk Rinto ke seorang siswa.

"R-rinto? Pacarmu--"

"(Y/n)-" jantung Rinto berdegub kencang. Ia membelah kerumunan manusia. Kepala sekolah juga ada disana.

Di atas tempat tidur, tergeletak seorang perempuan dengan luka di kakinya dan hampir pingsan.

"(Y/N).. astaga.."

Rinto meneteskan air mata perlahan di antara bunyi ambulans, (y/n) menggenggam tangan Rinto dengan lemah. "Rinto... Miku.. aku..."

"Diamlah, kau akan disembuhkan mereka!"

Petugas ambulans tadipun bertanya setelah memasukkan (y/n) ke dalam ambulans, "Anda dekat denganya? Tolong ikut kami."

"Ya," jawab Rinto masuk ke dalam ambulans tersebut. Pintu ditutup lalu menjauh dari keramaian itu.

Pandangannya kini hanya bertumpu pada (y/n) yang entah pingsan entah tertidur. Detak jantungnya masih stabil di layar.

'Sialan,' batinnya sambil mengigit bibir bawahnya.

Ting!

Ponsel Rinto berbunyi, tanda masuk pesan. Pesan itu dari Kaito.

Babang Kaito
Kau mau taukan apa yang terjadi?

Syukur aku disana pas kejadian itu.

Rinto
Apa kejadian?

Cepetan jwb

Babang Kaito
Miku ngedorong (y/n) dari atap sekolah. Trus gw ada di situ ngerekam.

Rinto
Ga lu tolongin anj

Babang Kaito
Heh
Kalo bukan karena gw, bukti ga bakalan ada.

Kalo bukan karna gw, mungkin kepala adek kls gue itu bakal pecah.

Rinto
Emang lu buat apa

Babang Kaito
Gue nangkap dia dari atas cem film film. Tapi gravitasinya tinggi. Dia langsung ga sadarkan diri karna pas jatuh kakinya kebentur dinding.

Sumpah

Sekolah kita tinggi, to.

Tentunya dia jadi cem terbentur sama tangan gue juga.

Rinto
Makasih.

Babang Kaito
Tumben.

Btw, ini w kirim videonya sama photonya.

Bilang makasih sama Meiko juga. Dia memang telat nahan si Miku, tapi kalo bukan karna dia, (y/n) gabakalan sempat gue tangkap. Dia udah ngulur waktu sebentar tadi.

Gue akan buat laporan tentang dia. Lu harus bilang soal ini ke orang tua dia. Karena gimanapun Miku itu bisa ngebahayain dia.

tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top