EPILOG
Entah berasal dari meja mana, namun telepon seluler tak henti-hentinya berdering, berusaha memekakkan gendang telinga setiap manusia dalam ruangan ini, meskipun kelihatannya tak ada yang mempedulikannya. Suara berisik itu sudah berupa makanan sehari-hari di kantor yang luar biasa sibuk. Kalau kau tak bisa menahan berisik suara dering telepon, suara orang berdiskusi serta teriakan informasi darurat, maka bisa kukatakan, kau tak cocok bekerja disini. Dan ditambah satu lagi, kau harus berteman dengan lembur.
READER memang terlihat rendah hati dari luar, label yang berdiri sejak 1890, berusaha menjaga kualitas dari dekade ke dekade, hingga nama kami menjadi yang terbesar. Setelahnya kami masih membagi bagian menjadi READER Original, READER Campus, READER Writing...
"Tang, angkat teleponmu!" gusar Ying Ying dari meja kerjanya di seberang.
"Bukan punyaku!" Aku mengangkat ganggang telepon yang dingin dan mati sebagai bukti.
"Jadi punya siapa! Jangan biarkan telepon kalian berdering terus-terusan tanpa diangkat!"
Aku menggeleng, wanita gila itu takkan pernah bisa bertahan lama di tempat ini. Ia baru masuk setahun lalu dan telah diangkat jadi Assistant Manager, yang benar saja. Hanya karena ia punya kertas bagus dengan lulusan yang pulang dari Havard, tapi bisa kubilang kinerjanya biasa-biasa saja dan emosinya gila. Ia bisa meledak duluan bekerja disini kalau tak berusaha memperbaiki emosi jiwanya.
Aku berani taruhan kalau ia akan mengundurkan diri dalam beberapa bulan kedepan-- jangan tanya mengapa, seorang pria tengah baya yang telah menghidupi diri di tempat ini selama 18 tahun terakhir tahu lebih banyak tentang segalanya.
Hingga waktu istirahat siang, akhirnya semua kegilaan dihentikan. Kalau ada telepon di jam istirahat, maka akan dibiarkan. Dan anak seperti Yingying paling tidak tahan dengan gangguan seperti itu.
"Tang, apa kau mau makan siang? Aku yang traktir," Yingying mendatangi mejaku.
Aku menengadah menatapnya sebentar, lalu berkata: "Kau makan saja. Aku masih ada wawancara kerja setelah ini."
Anak itu mengangguk, menatapku dengan tidak enak hati dan kembali ke tempatnya. Coba kutebak, ia tidak enak hati setelah tanpa sengaja berteriak padaku siang tadi.Memangnya Assistant Manager mana yang berani berteriak pada Manager? Meskipun ia bukan bekerja di bawah bimbinganku.Tapi aku mengerti anak-anak muda, di bawah tekanan besar mereka tak pernah bisa mengendalikan emosi mereka. Dan lagi pula, hanya kepadaku mereka berani. Dibanding atasan, aku lebih menjadi paman semua orang di kantor.
Waktu istirahat berlalu dengan cepat dan anak yang telah membuat janji denganku di telepon dua hari lalu datang tepat waktu. Mahasiswi yang baru saja lulus dari Jinan University, dan nilainya biasa-biasa saja, tapi karangan yang ia kirimkan menarik perhatianku. Kalau yang ia kirim adalah benar, maka ia telah menerbitkan sepuluh artikel di seluruh penerbit di China.
Aku menunggu mahasiswi kutu buku dengan kaca mata tebal, namun tak pernah kusangka ketika Ying Ying membawa seorang gadis eksentrik dengan gaun merahnya yang menjadi pusat perhatian seisi ruangan, dan ia terlihat seperti salah tempat. Gadis sepertinya seharusnya berdiri di jajaran majalah fashion, bukan READER.
Namun aku tidak memungkiri ia berjalan dengan penuh kharisma, dan penuh percaya diri ketika berjalan masuk ke dalam ruanganku.
"Apa yang membuatmu kesini?" tanyaku.
"Aku membaca READER sejak dulu, dan aku selalu ingin menjadi bagian di dalamnya."
"Kau kelihatannya tertarik pada fashion," aku menilai, dan gadis itu mengangguk setuju, "Dan gadis cantik, fashionable sepertimu bukannya seharusnya menjadi model atau percetakan yang bergerak di bidang tersebut?"
"Apakah seorang perempuan tidak bisa menjadi cantik, fashionable dan cerdas dalam waktu bersamaan?" tanyanya kembali dengan cerdik, lalu mengerdip.
Aku tak pernah menyangka akan jawabannya. Pertanyaan tadi adalah sebuah tes penentuan atas sikap para anak muda yang hendak datang bekerja. Kami sudah menerima banyak yang tersipu malu dan percaya bahwa mereka seharusnya menjadi model atau muncul di layar lebar.
Tapi, gadis satu ini berupa suatu kejutan.
Ia percaya diri sekaligus cerdas, dan karenanya ia terlihat berbeda.
"Kau pernah menulis artikel yang terbit total d 10 penerbit berbeda?"
"Ya, dan READER termasuk di dalamnya," ia tersenyum percaya diri.
"Ya, aku tahu. Aku yang menyeleksi artikel-artikel yang masuk."
"Ah, Anda editor Tang!" matanya berbinar.
"Ya, editor sekaligus manager disini," aku terkekeh, "Kedepannya kau bisa memanggilku Paman Tang saja."
Matanya membesar tak percaya, wajahnya tertegun sambil menunggu kata-kata yang keluar selanjutnya dari mulutku.
"Kau diterima."
Satu kata ini mengembangkan senyum yang merekah di mulutnya.
Sudah jelas, takkan ada yang mau menyia-nyiakan suatu bakat. Meski muda, namun tulisannya tajam dan kritis. Dalam belasan tahun bekerja, mungkin hanya sekali dua kali aku menemukan orang sepertinya.
Setelah kami selesai, anak perempuan muda ini berjalan keluar kantor melalui semua meja dengan penuh kharismatik, sehingga untuk beberapa menit, selain deringan telepon, kantor ini pernah menjadi tenang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top