Bab 8 Pesta Pantai
Melanie telah menyetir lebih dari tiga jam, dan harusnya kami tak jauh lagi dari tempat tujuan. Setengah jam sebelumnya kami sudah memasuki perbatasan Kota Jiangmen, jadi pasti takkan lama lagi hingga kami benar-benar berhenti.
Kami turun di tempat parkir, mengambil ransel masing-masing di bagasi kemudian berjalan menuju meja resepsionis. Lebih tepatnya aku mengikuti langkah Melanie di belakang, ia terlihat sudah terbiasa dengan segala prosedur, seolah sering melakukannya. Bahkan beberapa pegawai mengenalinya.
Melanie mengatakan sesuatu, lalu mengisyaratkan agar aku mengikutinya berjalan menuruni bukit-bukit kecil, menapaki jalan yang dibuat dari bebatuan kecil dan melewati vila-vila kecil.
Beberapa hari lalu Melanie mendapat undangan pesta barbeque. Melanie selalu dikenal orang-orang kemanapun ia berada-- yah, dengan karakternya yang cepat akrab dengan siapa saja, ditambah lagi ia merupakan sepupu Katie Leung, siapa yang tak mengenalnya? Ia menginginkan pelarian untuk emosinya, yang mungkin ia bisa gila kalau terus-terus terjadi, begitu katanya. Ya, maksudnya perkara dengan ibunya.
Jadi pada akhirnya, disinilah kami berdua di Sabtu sore yang indah ini. Melanie melangkah di depan, berhenti di depan vila paling ujung, memencet kode di papan angka yang tersedia di ganggang pintu elektriknya. Enam kali "Pit-pit-pit" mudah dan pintu terbuka. Ya, ini vila miliknya-- atau milik orangtua Melanie, tepatnya. Terkadang ayahnya lelah dengan kepenatan di Guangzhou, atau Ibunya mungkin butuh istirahat di tempat yang 'jauh dan damai', jadi ayahnya memutuskan membeli satu vila kecil yang bisa dipakai kapanpun mereka mau.
Sebetulnya ruangannya kecil saja: ruang tamu, dua ruang tidur dan satu kamar mandi, dapur mini serta teras untuk menikmati pemandangan sunset dengan sudut pandang terbaik. Tapi aku tak punya banyak waktu untuk memerhatikan segala detail, karena Melanie terus berteriak: " Mereka sudah mulai setengah jam yang lalu!"
Kami turun di depan hamparan laut yang luas dan seolah begitu semangatnya menyambut mereka, dimana ombak menghantam melewati tiga meter di atas bibir pantai.
"Wow, air pasang," komentar Melanie, mengeluarkan kacamatanya. Ia mengenakan bikini set hijau tua dibawah rok tipis putihnya, dengan kamera tergantung di leher, kacamata hitam, serta rambut yang diikat acak membentuk pao di kepala.
Kami tiba di sebuah tenda putih dengan ujung berbentuk kerucut tajam, tempat dimana pestanya tengah berlangsung. Terdapat pojok barbeque, makanan ringan, bar kecil-kecilan, panggung kecil, musik dan meja-kursi. Orang-orang tersebar di segala sudut, sementara kebanyakan masih menikmati bermain ombak dan sunset sebelum matahari betul-betul tenggelam dan segalanya jadi gelap.
Melanie melepaskan gaunnya, dan garis-garis lekuk tubuhnya menonjol. Bahkan Hanna bisa melihat otot-otot yang timbul di kedua lengannya. Terlebih lagi, ia sama sekali tak punya lemak di sekujur tubuhnya, dan garis otot diantara belahan perutnya.
Gadis-gadis lainnya punya tungkai paling panjang dan langsing di dunia, serta tubuh tanpa lemak dibawah kulit. Bagaimana bisa mereka punya tubuh seperti itu?
Perut cekung dan paha ramping. Dan mereka masih menikmati barbeque semaunya!
"Jangan bilang kau tak bawa swimsuit," ancam Melanie.
Aku memakai bikini di bawah kaos, dan berencana melepaskannya seperti Melanie ketika tiba di bibir pantai. Tapi sekarang aku tak nyaman dengan sekeliling, dan pikiran untuk mengenakan swimsuit di pantai musnah seketika.
"Melanie, aku...akan pakai begini saja."
Melanie menatapku dengan curiga.
"Semua orang disini terlalu kurus dan ramping. Sementara aku akan jadi babi gemuk diantara kalian semua," keluhku.
Melanie terdiam, lalu tertawa: "Tapi kau tak gemuk!"
Dikatakan tidak gemuk oleh orang yang memiliki garis-garis otot di perutnya dan lekuk tubuh bak model, tak terasa seperti pujian. Bahkan kau mulai meragukan seberapa besar persentase kebohongan yang ia katakan.
"Aku tetap akan begini saja," aku bersikeras. Dan Melanie mengangkat bahunya, seolah berkata 'terserah'.
Pestanya santai dan bebas, dimana sebagian orang sibuk menikmati barbeque, sebagian lain bermain air di pantai, yang lainnya menikmati minuman segar seperti jus atau air lemon, dan masih ada panggung kecil, makanan manis yang tersedia di pojok tenda. Orang-orang berkelompok, berbicara sambil menikmati musik.
Beberapa wajah terlihat familiar, seperti Kevin Goh dan Thomas Zhang. Mereka tengah membahas mesin elektro dan fluida sambil menikmati teh lemon di tangan mereka. Aku heran mengapa Kevin Goh tak membawa Melly Ho datang, tapi kemudian seorang perempuan berjalan dari area makanan membawa piring plastik kecil di tangannya, menyelip diantara mereka, dan itu Melly Ho.
Ini adalah kumpulan orang-orang terkenal dari sepenjuru pojok Jinan, baik dari jurusan manapun. Melanie pasti tak terlupakan dari daftar undangan.
"Mengapa aku tak melihat Katie Leung?"
"Kenapa? Tiba-tiba kau rindu padanya?" Melanie mengangkat sebelah alisnya sambil mengambil potongan pudding dan puff ke atas piringnya. Melanie mengatakannya dengan nada bercanda, tapi aku tahu ia sedikit banyak terganggu dengan pertanyaanku, dimana tujuannya hari ini adalah kabur dari segala kekacauan di hidupnya, yang kebanyakan bersumber dari Katie Leung-- meski secara tak langsung.
"Ah, lupakan saja... Aku cuma berpikir, kalau orang-orang yang cukup terkenal semuanya berkumpul disini, aku cuma heran mengapa ia tak diundang," aku menyesal telah bertanya, karena bagaimanapun aku tak ingin menghancurkan moodnya untuk berpesta.
"Hanna, Hanna," ia memelototiku sambil tersenyum dibawah kacamata hitamnya yang melorot ke ujung hidung, "Tentu aku sudah memastikan kalau ia takkan datang. Menurutmu aku mau datang ke pelarian yang membuatku harus makan bersamanya? Yang benar saja!" Melanie tersenyum nakal, kemudian tertawa.
"Ia sibuk menyiapkan dirinya untuk audisi beberapa minggu kedepan," Melanie menjelaskan dengan penuh kemenangan.
"Kau tahu jadwalnya?"
" Aku tak mau tahu tentangnya, menjauh darinya kalau bisa. Tapi ternyata ada gunanya tahu sedikit banyak tentang apa yang sedang ia kerjakan, kau tahu," Melanie seolah menyembunyikan rahasia kecilnya.
"Jadi kau bisa tahu apakah selanjutnya Ibumu akan menyuruhmu ikut kursus menjahit atau menyanyi," dan kami berdua menyemburkan tawa.
Setelah Melanie menelan makanan di atas piringnya, dan aku telah menghabiskan beberapa keping cookies coklat dan cake matcha, kami turun dan bermain air. Kaosku putihku basah dan mulai menempel di badan, menampakkan bentuk tubuh, aku bangkit dan memutuskan duduk di atas pasir.
Aku tak bisa nyaman kalau kaos ini menampilkan lemak-lemak di tubuh. Jangan salah, aku tak gemuk-- aku tahu itu. Aku melihat diriku di cermin, dan aku berisi, tapi tak gemuk. Tapi ketika dikelilingi para perempuan yang semuanya langsing secara ekstrim, kau tak mungkin tak berkucil hati.
Hari mulai senja ketika Melanie naik dari air, dan kami hendak menuju sudut barbeque ketika seseorang memanggilnya. Kelompok yang berdiri di ujung tenda, tengah bercanda dan memegang minuman di tangan mereka.
"Ah, itu anak-anak kelasku," Melanie berjalan ke arah mereka, dan aku mengikutinya dari belakang.
"Melanie! Kami tak tahu kau datang," ujar pria yang melambaikan tangannya tadi.
"Ah ya, sorry. Aku datang bersama Hannna," Melanie menunjuk ke arahku, "Jadi tak datang bersama kalian."
Ketika aku tiba, Melanie mengenalkanku. "Kawan-kawan, ini Hanna Choo dari Jurnalisme II," dan mereka tersenyum ke arahku.
"Hanna, ini Wan Ge, Mei Hua dan Joanna Chang."
"Hai," sapaku.
"Ah, aku kenal denganmu," perempuan dengan mata sipit panjang dan perut cekung bernama Joanna berkata.
"Tentu saja, bodoh. Kelas kita hanya bersebelahan dengannya," Wan Ge menimpali. Wan Ge mengenakan kemeja pantai oranye dengan lukisan pohon kelapa, celana santai dan kacamata hitam. Untuk ukuran seorang lelaki, ia tergolong pendek.
Meski ia hanya bercanda dan kata-katanya ditujukan pada Joanna, tapi bisa kurasakan pipiku memerah. Aku ingin bilang setelah bersebelahan dengan kelas mereka selama empat tahun dan memiliki kelas sama di setiap hari Senin, aku tak kenal satupun dari mereka.
"Aku ingat kau mengenakan gaun warna kuning di kelas Profesor Zhong beberapa minggu lalu, dan gaun itu cantik sekali! Aku ingin bilang kalau aku suka dengan seleramu, tapi selalu tak berkesempatan," Mei Hua berkata.
"Xiexie," aku melemparkan senyuman. Aku tak bisa menyangkal kalau mereka mengejutkanku. Sebelumnya aku tak pernah kenal dengan mereka, tapi mereka memerhatikanku.
"Ah, aku ingat. Itu hari insiden Katie Leung terlambat dan tak dapat kursi," Wan Ge mengatakannya sambil mengingat-ingat. Tapi kemudian Mei Hua dan Joanna mematung, melototinya. Sedetik setelahnya Wan Ge tahu ia telah salah membuka mulut, terkekeh dengan salah tingkah.
"Ketika itu ia bahkan tak kenal Katie," Melanie bercanda, dan mereka bertiga tertawa dengan gugup.
Mereka baik sekali ketika mencemaskan apakah aku akan tersinggung atau canggung, tapi tidak. Aku telah melewatkan kejadian itu dan aku sama sekali tak canggung atau marah.
"Dan aku selalu dapat tempat duduk di barisan terakhir selama setahun penuh, bayangkan," timpalku, tertawa bersama Melanie.
"Kau kuper sekali," Melanie menambahkan, dan kami berdua terbahak-bahak. Dari ujung mata, kutangkap mereka bertiga ikut tertawa, khawatir dan perasaan bersalah menguap dari diri mereka.
Entah bagaimana mereka mendapati kalau diriku mudah bergaul dan humoris. Seumur hidup, takkan ada yang pernah menilaiku humoris. Kemungkinan terbesar mereka hanya mengatakannya begitu saja, sebagai bentuk ramah tamah.
Tapi kemudian Wan Ge mengatakan, "Kau asyik diajak bicara! Seharusnya kita kenal dari dulu."
Setelah kami membahas tentang seberapa membosankan kelas "Edit dan Ulasan Berita," dan bagaimana setiap dosen yang berbeda menjelaskan teori yang berbeda, lalu seberapa lama waktu yang tersisa hingga kelulusan tiba. Dan ketika pembicaraan mulai membahas kondisi kelas mereka, aku mendapati seberapa haus dan lapar setelah bermain air dan belum minum sedikit pun.
Jadi, aku permisi mengundurkan diri dari lingkar pembicaraan, dan beranjak ke area minuman. Bersosialisasi dengan orang asing ternyata tak sesulit yang pernah kubayangkan sebelumnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top