►3

(Ariana POV)

"Loh neng, ini kurang lima ratus rupiah bayarnya."

"Ya ampun, pelit amat sih pak. Itung-itung amal gitu."

"Ya gak bisa lah neng, saya kan mesti pas setorannya."

Nah kan, pagi-pagi aja ada yang bikin gue bete setengah mati. Ini nih. Sopir angkotnya dari tadi nagih terus ke gue mentang-mentang bayarannya gue kurang lima ratus, padahal gue langganan angkotnya bapak itu, tapi teteeeep aja gak pernah ngasih diskon ke gue.

"Diskon lah pak. Kan saya udah sering langganan sama angkotnya bapak."

Tapi, sopir itu masih tetep kekeuh minta duit kurangnya ke gue, "Astaga neng, saya bukan dagang panci. Mana ada diskonan buat bayar angkot. Cepetan neng duitnya. Udah siang nih."

Bener-bener itu bapak-bapak pengin gue upilin. Pelit amat sih, Cuma kurang lima ratus perak aja sewotnya udah ngelebihi debt kolektor. Dengan muka asem, gue rogoh saku baju seragam gue dan ngeluarin uang sepuluh ribuan berwarna merah. "Nih pak, kembali sembilan ribu lima ratus!"

"Aduh neng, ini tarikan pertama, belom ada kembaliannya lah. Masih sepi penumpang."

"Nah kan! Makanya itu lima ratus di ilangin aja. Amal lah pak. Oke?"

"Ya udah deh." Terlihat itu sopir kagak terima sama sekali ngelepasin gue karena kekurangan bayar angkotnya. Gue mah Cuma senyum-senyum aja sambil narik lagi uang sepuluh ribuan itu untuk kembali ke saku gue.

"Makasih pak."

Dan angkot berwarna hijau itu berlalu dari depan sekolah gue. Lumayanlah. Lima ratus bisa buat beli lolipop nanti di kantin.

Udah seminggu gue naik kelas dua belas, dan udah seminggu pula gue duduk sama cowok rese', ngeselin dan sok kecakepan bernama Rifki. Astaga! Gak nyangka gue bisa duduk sama tu cowok. Tapi mau bagaimana lagi, orang gue dulu yang nyampe duluan di bangku itu, eh malah Rifki ikut-ikutan kekeuh gak mau pindah. Dan karena keputusan sepihak dari Dave, akhirnya gue duduk bareng Rifki. Ngeselin kan? Banget! Manda udah gak sekelas sama gue sih, gue jadi kagak bisa fangirling-an bareng dia lagi tentang yaoi lah, Kpop lah, anime lah, atau cosplayer yaoi. Hadehh... kelas gue yang sekarang orangnya kagak asik-asik.

Noh coba sekarang lihat, di pojok kanan, ada DaniDave couple. Gue tahu sekarang mereka lagi ngapain. Lihat wajah Dave yang merah gitu dan kedua tangan Dani yang ada dibawah meja, gue duga si Dave lagi di grepe-grepe sama Dani.

Anjir banget tuh Dani, kalo berbuat mesum gak kenal tempat. Mesti gue tampong tu muka. Kasihan Dave yang mesti nampung kemesuman seme nya.

Dan yang bikin gue tambah kesel untuk pagi ini, saat gue udah sampe di bangku gue, cowok sok keren itu dengan enaknya jadiin kursi yang gue duduki sebagai pijakan kakinya. Dia lagi dengerin musik dari earphone nya dengan posisi bersender pada tembok dan kakinya ia luruskan tepat mengarah kursi gue, matanya tertutup rapat –sepertinya sih lagi nikmatin musik yang sedang ia dengerin. Kampret banget kan? Kursi gue jadi kotor dengan cetakan sepatunya.

Dengan kesal, gue cabut salah satu earphone di telinganya, dan dengan lantang, gue berteriak tepat di telinganya "MINGGIR LO KAMPRET!"

"ANJIRRR!" dan Rifki hampir terjungkal dari kursinya karena kaget. Dia melotot ke gue dan gue malah ngakak liatnya. Semua siswa termasuk Dani dan Dave juga ikutan liatin kita dan terdengar kekehan lirih dari beberapa siswa.

"Anjing lo, Na. Teriak gak kira-kira." Ucap Rifki sambil meringis dengan mengusap-usap telinga kanannya.

"Gue manusia, bukan anjing." Sebelum gue duduk, karena gue lagi males berdebat dengan Rifki, jadi gue bersihin sendiri debu yang ada di kursi gue dengan kertas bekas yang ada di laci meja gue.

"Lo manusia, tapi kelakuannya kayak anjing." –yah, ni anak masih marah aja. Biarin deh. Ntar juga baek sendiri.

"Tumben berangkat pagi. Biasanya tiga menit sebelum gerbang sekolah di tutup, lo baru ada di parkiran."

"Gak suka lo? Gue mau berubah jadi siswa rajin di kelas dua belas ini."

"Yakin?"

"Ya iyalah! Gue juga mau ikut bimbel."

Gue ngeluarin buku fisika –pelajaran pertama hari ini. Hadeh, males banget kalau pelajaran fisika pagi-pagi. "Bagus deh. Jadi lo bisa cepet move on dari Dave dengan kesibukan lo ntar."

"Gue udah move on kok."

Pandangan gue beralih ke arah Rifki, sebelah alis gue terangkat dengan ucapan Rifki tadi. "Beneran lo?"

Rifki ngelepasin earphone nya lalu sedikit melirik Dani dan Dave yang ada di ujung sana sambil menghela napas, "Emang mesti gimana lagi? Lihat tuh mereka? Terlihat saling menyayangi. Gue udah sadar, bahwa cinta gak bisa di paksain –ck! Gue sok puitis banget ngomongnya." Lalu ia mendengus geli.

Gue tersenyum, lalu menepuk bahunya cukup keras, "Keren sumpah! Lo keren banget. Begini nih laki-laki gentlement. Gue salut sama lo."

"Baru tau lo? Udah dari dulu gue keren. Lo nya aja yang buta gak nyadar."

Tuh kan, gue nyesel muji dia kalau yang di puji langsung gede kepala, "Nyesel gue udah muji lo."

"Hahahaha.... " Rifki malah ketawa liat muka kusem gue, lalu Rifki kembali melanjutkan ucapannya, "Gue harap, gue juga nemuin orang yang entar bisa gue sayang."

"Pasti bisa kok."

"OH IYA!" gue kaget waktu tiba-tiba Rifki teriak di depan muka gue dan nepuk kedua bahu gue dengan cukup keras.

"Kampret! Gue kaget woii!"

Bukannya minta maaf, tu cowok malah masih cengengesan gak jelas, "Lo kan bisa nyomblangin Dani sama Dave," sepertinya gue tahu lanjutan dari ucapan Rifki, "Bisa gak lo nyariin gue orang yang bisa jadi pacar gue." Nah kan! Tebakan gue betul.

"Lo....mau jadi maho juga?"

Sejenak, Rifki berpikir, "Gak sama cowok juga, tapi jika gue nyaman sama 'someone' gue ntar, baik itu cowok atau cewek, gue gak peduli meskipun entar jatuhnya sama kayak Dani dan Dave."

"Yakin?" –bener-bener, gue gak ngerti jalan pikiran ini cowok.

"Iyaa...."

Dan gue tahu, petualangan gue sebagai fujoshi gak bakal berhenti karena Manda udah gak sekelas sama gue.

"Wookeehh!"

******

(Author POV)

"Nunggu si nomor 12 ya?"

Wika sedikit terjingkat karena kaget dengar suara yang tiba-tiba muncul di belakangnya. Segera saja Wika berbalik –dan wajahnya berubah asam saat melihat sahabatnya yang dari jaman baheula sampe sekarang tak terpisahkan –si Rizal. Dengan senyuman lima jari, ia tunjukkan pada Wika yang masih menatapnya sebal.

"Ngagetin tau gak?"

"Tauuu~" lalu Rizal terkekeh geli.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu, tapi bukannya Wika langsung berjalan menuju gerbang untuk pulang seperti kebanyakan siswa lainnya, ia malah masih berdiri di depan kelasnya yang letaknya tidak jauh dari tempat parkir siswa.

Dan Rizal, sebagai sahabat yang udah tahu banget tentang Wika, ia segera menebak bahwa Wika sedang menunggu seseorang, karena arah kedua matanya terfokus pada sebelah barat, dimana anak kelas dua belas keluar dari sana, siapa lagi kalau bukan si nomor 12 itu yang Wika tunggu. Rizal lebih suka menamai senior yang di taksir Wika dengan nomor 12, karena gampang ingatnya, katanya.

"Emang hari ini gak ada latian, Wik?"

"Enggak. Ini kan hari selasa, sedangkan eskul sepak bola latihannya senin sama kamis."

Rizal tertawa setelah mendengar ucapan Wika tadi.

Melihat itu, Wika menaikkan sebelah alisnya heran karena tiba-tiba Rizal tertawa, "Kenapa lo ketawa?"

"Enggak. Aneh aja, jadwal eskul sepak bola kayak puasa sunnah –senin-kamis. Ngalim banget." –dan Rizal ketawa lagi.

Wika mendengus sebal. Memang sih, awalnya juga Wika berpikiran seperti itu. Jangan salahkan dirinya, meski ia adalah menejer eskul sepak bola, bukan dirinyalah yang membuat jadwal itu, melainkan sang kaptennya –si Tyo yang sebentar lagi mulai pensiun karena sudah naik ke kelas 12.

Beberapa menit kemudian, Wika tersenyum melihat orang yang sedari tadi ia tunggu berlari-lari menuju ke arahnya.

"Sorry Wik, tadi gue harus nyatet rumus-rumus matematika banyak banget!"

"Gak papa kok Kak Ana."

"Jadi bukan nomor 12 yang lo tunggu Wik?" tiba-tiba Rizal kembali bersuara mengetahui tebakannya kali ini salah, yang ada malah kini seorang perempuan yang sudah ia kenal.

"Eh, si tutup botol ternyata ada disini juga."

Rizal langsung menunjukkan wajah tak sukanya ketika julukannya waktu SMP kembali terucap oleh seniornya itu.

"Ya ampun kak. Udahan donk jangan panggil gue tutup botol lagi. Gue kan udah gak sekecil dulu."

Ariana terkekeh dan mengangguk-anggukkan kepalanya. Benar juga. Kini, Rizal yang dulunya kecil dan kurus, sudah tumbuh menjadi remeja yang cukup tinggi, meskipun masih kurus, tapi tubuh itu terlihat cocok dengan tingginya.

"Iya deh. Bisa ya lo setinggi ini sekarang?"

"Ya bisalah. Setiap hari kan gue makan tumis kacang panjang."

"Masa? Emang makan itu bisa bikin tinggi?"

"Bisa donk –"

"Udah kak, jangan dengerin Rizal. Kan dari dulu kak Ana tahu, tu orang selalu membual." Wika mulai jengah, sebelum Rizal membual ini itu, ia segera memotong perkataannya, "Yuk kak, kita berangkat."

"Ayo ayo!"

"Ehh... kalian mau kemana?" Rizal yang merasa terasingkan, bertanya dengan nada jengkel.

"Ke rumah gue. Lo mau ikut?"

"Ogah ah. Paling kalian mau teriak-teriak nonton artis idola kalian."

Ariana tertawa mendengarnya. Ingat tiga hari yang lalu, waktu Rizal ikut dia dan Wika ke rumah Wika. Ia dan Wika teriak-teriak karena lihat konser idolanya di laptopnya Ariana. Rizal tidak menduga, sahabatnya, Wika selama ini menggemari artis-artis Korea. Bukan boyband atau girlband sih, malah band. Tapi tetep aja dari Korea. Menurut Rizal, artis korea itu banci semua.

"Hahaha... oke lah. Yaudah. Hati-hati ya lo, Zal."

Dan Rizal hanya geleng-geleng kepala melihat dua orang berbeda gender itu berjalan beriringan dengan sang perempuan merangkul sahabatnya dengan ganas, "Kak Ana gila."

*****

"Gue mau ganti baju dulu. Lo copy aja anime yang lo mau."

Wika mengangguk. Ia menyalakan laptop hitam milik Ana, sedangkan sang pemilik laptop hilang masuk ke kamarnya untuk berganti baju.

Wika melihat-lihat ruang tamu milik seniornya itu sembari menunggu loading program windows di laptop.

Rumah kak Ana gak berubah sama sekali –pikir Wika. Tiga tahun ia pindah dari komplek itu, sama sekali Wika main lagi ke tempat itu. Baru kali ini ia mendatangi tempat ini lagi. Tapi rumahnya yang dulu –tadi saat ia melewatinya, sudah berubah. Mungkin pemilik yang sekarang merenovasinya.

Saat Wika sedang sibuk melihat-lihat isi laptop milik Ana, tiba-tiba suara benda jatuh dari arah dapur terdengar dari depan. Membuat Wika sedikit kaget dan membuat dirinya kini terlihat waspada. Bagaimana tidak? Tadi waktu dalam perjalanan ke rumah ini, Ana bilang, bahwa rumahnya kosong karena kedua orang tuanya juga kakaknya sedang gak ada di rumah. Tapi kini, dari arah dapur terdengar ada benda jatuh, seperti panci atau wajan yang jatuh.

"Apa itu kucing?" Wika bertanya pada dirinya sendiri. Sebenarnya ia sedang menghilangkan rasa khawatirnya, karena mungkin bisa saja kalau itu maling.

Wika bernapas lega, kala Ana keluar dari kamarnya dengan kaos yang kebesaran dan hotpants nya. Sepertinya Ana mendengar suara berisik dari arah dapur, karena saat ia keluar dari kamarnya, Ana berlari kebelakang –ke arah dapur. Dan beberapa detik kemudian, terdengar teriakan dari sana.

"BANGGG!!! Lo kok ngeselin banget sih?! BERESIN GAK?!"

Wika menaikkan sebelah alisnya, dia heran, bukannya kakaknya Ana gak ada di rumah? –itu pemikiran Wika.

Dan beberapa menit kemudian, Ana kembali ke ruang tamu dengan membawa dua buah minuman kotak dan mukanya terlihat sangat kesal.

"Ada apa kak?"

"Kagak ada apa-apa. Nih Wik, silahkan di minum." Ana menyodorkan teh kotak itu pada Wika.

"Makasih kak –"

"Na, lo beneran gak punya mie instan? Gue laper sumpah!"

Ucapan Wika terhenti karena sebuah suara yang mengintrupsinya dibarengi dengan munculnya sosok pemuda tampan yang hanya menggunakan kaos tanpa lengan dan celana jins panjang.

Seketika Wika terpaku melihat pemuda yang tiba-tiba muncul itu. Pasalnya, Wika tidak mengenal pemuda itu, ia yakin, pemuda itu bukanlah kakaknya Ana. Karena ia ingat betul wajah kakaknya Ana.

Selain wajahnya yang tampan, pemuda itu juga memiliki tubuh seksi dengan otot-otot yang menghiasi lengannya. Dan karena ia hanya menggunakan kaos tanpa lengan yang cukup kletat, terlihat sekali bahwa ia juga memiliki ABS di perutnya yang tercetak jelas dari luar.

Oh God! Aku memang benar-benar tidak bisa berpikir karena melihatnya! –batin Wika dengan masih tak berkedip melihat pemuda seksi itu.

"Lo budeg ya bang? Gue udah bilang gak punya ya enggak! –dan bagaimana lo bisa masuk rumah gue?!"

Pemuda itu berdecak, "Bokap lo nyuruh gue nunggu rumah lo."

Ana menepuk dahinya, ia lupa kalau pemuda yang ada di depannya ini memang sering di suruh nungguin rumahnya kalau sedang gak ada orang. Bahkan ia sudah di percaya megang kunci duplikat rumahnya. Ana merasa buang-buang waktu karena tadi sebelum berangkat sekolah mengunci seluruh pintu di rumahnya.

"Kak, dia...siapa?" Wika yang sudah tersadar dari keterkejutannya, bertanya pada Ana.

"Oh! Ada tamu rupanya!" pemuda itu tersenyum ke arah Wika, segera saja, dampak senyuman menawan dari pemuda itu membuat wajah Wika memerah.

"Dia? Dia bang Jong."

"Bang Jong?" ulang Wika, ia memiringkan kepalanya, serasa aneh nama itu untuk pemuda tampan itu.

"Iya, karena ni orang rada mirip Jonghun –itu loh gitaris FTISLAND, jadi gue panggil dia bang Jong. Yah... meskipun kerenan Jonghun sih –ADUH! Apaan sih bang? Sakit nih!"

Ana memberi tatapan tajam pada pemuda yang baru saja memukul kepalanya.

"Enak aja gue disama-samain dengan artis korea." Lalu pemuda itu beralih menatap Wika, "Janga dengerin Ana." Lalu ia mengulurkan tangan kanannya, bermaksud mengajak kenalan secara resmi dengan Wika.

"Gue Alan. Lo?"

Wika sedikit bergetar tangannya kala menyambut jabat tangan dari pemuda yang tadi bernama Alan tersebut.

"Wi-Wika."

"Wika? Nama yang manis. Semanis orangnya. By the way, ada PIN BBM?"

"Bang –"

" –atau ID Line?"

" –Bang Jong!"

"Diem lu, Na. Eh, gimana? Lo udah punya pacar belom? Aku single ngomong-ngomong."

Wika hanya bisa diam sambil menatap tak percaya pada pemuda tampan yang ada di depannya ini. Sebenarnya, pemuda ini sedang apa? Sedang mencoba menggodanya kah?

Tbc

A/N : ini cerita di bakar aja mungkin yak? Jadinya kok kayak gini banget? Update nya juga lama lagi (Bakaar authornya aja XD) hahahaha.... sebenarnya aku lagi galau, ini cerita sepi pengunjung, so, untuk berlangsungnya cerita ini, banyakin vote dan komentar ya~

Gak banyak cerita lagi, voment setelah baca yaa~

Oh iya, itu gambaran Jonghun yang mirip Alan. Seksi ya?

Arigatchu~ :*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top