►16
"Wik, maafin gue karena udah bikin lo jadi menderita gini."
Rifki menghela napas berat, pandangannya masih mengarah ke depan dengan Wika yang masih bersandar pada dadanya. Entah kini pemuda yang lebih muda darinya masih menangis atau tidak, tapi Rifki membiarkan pemuda itu untuk bersandar pada dadanya.
"Gue gak tahu semuanya bakal kacau seperti ini. Tentang perasaan lo... Perasaan gue... gue juga bingung, Wik."
Rifki terus saja berbicara pada Wika, meski ia tahu, tak ada balasan dari pemuda yang ada di dekapannya itu.
"Gue tahu, gue udah kayak orang brengsek yang labil yang udah mainin perasaan orang. Tapi Wik..." Jeda sesaat, Rifki kembali menghela napas, "tapi gue emang bener-bener gak tahu perasaan gue Wik. Gue juga bingung ---"
Perkataan Rifki terhenti, saat ia rasa kepala Wika yang semula sedikit menegak, kini turun sedikit. Deru napas halus pun keluar dari hidung Wika. Tanpa ia rasa ternyata Wika telah jatuh tertidur. Rifki mendengus geli. Lalu ia dongakkan kepalanya ke atas untuk kesekian kalinya ia menghela napas lagi.
"Jadi... Dari tadi omongan gue gak lo dengerin?" dengus Rifki geli. Ia benarkan letak kepala Wika untuk ia pindahkan ke bahu kanannya dengan hati-hati. "Baiklah. Lo gue kasih waktu buat tidur sepuas lo di bahu gue."
Dan Rifki tersenyum, ia usap rambut pemuda yang kini telah tertidur dengan lembut.
"Maafin gue Wik."
.
.
.
.
PLAAK!
"Aduh! HEH!"
"Apa?!"
Dani melotot marah pada Ariana yang masih mengusap tangannya yang barusan ia pukul.
"Kenapa lo tabok-tabok tangan gue, hah!?"
"Gak salah donk gue. Lo emang cewek gak tau diri ya! Seenaknya saja ambil ayam yang Dave pesen!"
Lalu pemuda berparas tampan itu menoleh kearah kekasihnya, "Dave, lo juga salah!"
Pemuda manis itu mengernyit heran dengan menaikkan sebelah alisnya, "Gue? Loh kok gue juga ikutan?"
"Iya. Lo masa diem aja ayamnya diambil gitu sama cewek gila ini."
Ariana berdecak sebal setelah mendengar ucapan Dani. Lalu ia mendorong ember kecil berwarna merah yang berisi ayam goreng itu ke arah Dani.
"Tuh! Tuh! Makan semuanya! Makaaan! Pelit amat sih lo?!"
"Gue pelit kalo sama lo doank!" Seru Dani sebal. Ia ambil porsi ayam itu untuk ia dekatkan pada Dave.
"Lo lagi bete ya, Ri?" Dave yang sedari tadi tidak ikut beradu ucapan dengan dua orang itu, tiba-tiba berucap dengan kedua matanya menatap langsung pada sahabatnya itu.
Ariana menghela napas, "Ya... Begitulah. Hari ini bisa dikatakan hari sialnya gue."
"Karena foto itu?"
"Diem lu Dan! Habisin tu ayam aja!" ucap Ariana kesal. Dan Dani hanya mendengus mengejek padanya.
"Jadi... Lo bete karena foto itu?" Ulang Dave. Sementara Dani sibuk mengganyang ayam porsi besarnya.
"Masalah foto, iya, masalah gue di labrak juga iya. Dan hukuman."
"Lo di labrak?! Sama siapa?! Kok bisa?!"
Ariana tertawa melihat ekspresi wajah Dave yang terkejut itu. Menurutnya wajah Dave yang ke-korea-an itu kalau terkejut amatlah lucu.
"Kenapa lo ketawa?!"
"Na, lo ngapain ketawa?! Dave lagi khawatirin lo tahu!"
Ariana terbatuk, mencoba menghentikan tawanya, "Sori. Habis muka lo lucu kalau gi panik gitu."
Dave mengerucutkan bibirnya sebal, lalu mendengus.
"Serius deh, Ri. Lo beneran dilabrak? Sama siapa?"
"Sama Lita. Yang dulu sering ngikutin Rifki kalau lagi tanding."
Sebelah mata Dave memicing, "Gue gak tahu kalo tu cewek berani ngelabrak lo."
"Keroyokan tapi."
Dave mengangguk-angguk paham, "Dia cemburu sama lo gara-gara foto itu?"
Ariana mengibaskan telapak tangannya seolah tak peduli, "Udah deh, gue gak mau bahas itu lagi. Gue lagi laper gara-gara hukuman sial itu!"
Dave melirik Dani yang menguasi seluruh porsi ayam yang niatan Dave mau dibagi bertiga malah ditahan olehnya.
Mengetahui arti dari tatapan Dave padanya, Dani mendengus kesal.
"Oke... Gue ngerti." lalu didorongnya ember kecil berisi ayam itu ke tengah meja dengan memasang wajah masamnya, "Nih, lo boleh ambil."
"Yes! Daritadi kek! Gue kan beneran laper, capek. Duit lagi tipis juga. Hahaha..."
Ariana segera mengambil ayam dengan potongan paling besar untuk ia lahap dengan rakus.
"Tadi lo di hukum bareng Rifki kan? Sekarang dia dimana?"
"Iya, Na. Dimana tuh si monyet?" celetuk Dani.
Ariana menjeda sejenak kegiatannya menyemil kulit ayamnya, untuk menjawab pertanyaan kedua pemuda yang ada di depannya.
"Dia pergi bahkan sebelum hukumannya selesai. Makanya gue capek banget! Bagiannya dia, gue juga yang nyelesaiin!"
"Loh?" Dave memasang wajah herannya, begitu juga Dani. "Kok bisa?"
"Ada urusan katanya. Entahlah. Gue juga gak terlalu peduli. Yang penting dia udah janji mau ngebeliin album idola gue."
"Dasar! Lo disogok gitu aja diem. Bagaimana kalo Rifki bohongin lo?"
"Gampang. Gue bom aja rumahnya –SIAL! DANIII!
"Sori. Tangan gue kepleset ngena kepala lo."
Sementara Dani tersenyum penuh kemenangan, Ariana mendengus sebal sambil mengelus kepalanya yang baru saja kena pukul Dani.
"Dave! Tolong bilangin deh pacar lo biar tangannya dikondisikan gak main pukul seenaknya!" Adunya pada Dave yang jelas tak ada guna sama sekali karena Dave hanya menanggapinya dengan memutar kedua bola matanya bosan.
"Apa Rifki nemuin orang yang nyebarin foto itu?"
Ariana menghentikan kegiatan makannya, kedua matanya berpindah menatap Dave.
"Bener juga... Jangan-jangan dia udah tahu pelakunya." gumam Ariana dengan sesekali mulutnya mengunyah makanannya.
"Udah coba ngehubungi dia?"
"Belom."
"Bego! Hubungi Rifki donk! Ntar kalo Rifki main hakim sama orang yang nyebarin foto itu gimana coba?!" Dani yang sedari tadi berlagak tak peduli tiba-tiba menyeletuk kesal karena respon dari Ariana yang menurutnya lamban itu.
Ariana menyipit kesal pada Dani karena disebut-sebut bego olehnya.
"Gue gak bego, gue laper. Dan menurut gue Rifki gak bakal ngelakuin hal bodoh yang tadi lo bilang, Dan."
Ariana mengambil tas ranselnya yang ia taruh di kursi kosong di sebelah Dave lalu menyampirkannya di kedua bahunya.
"Mau kemana lo, Ri?" Dave mendongak saat melihat gadis satu-satunya yang ada di mejanya itu berdiri dengan membawa tasnya.
"Pulang. Percuma juga gue ngikut kalian kalo gak ada hasil apa-apa."
"Lo emang cewek gak tahu diri ya? Lo hampir habisin paket ayam ini, lo bilang gak ada hasil apa-apa?!"
Ariana melirik sinis pada Dani yang memang dari awal sudah risih dengannya saat Ariana muncul di pintu restoran.
Mengabaikan ocehan Dani, Ariana berbalik dan berjalan keluar.
"Nyesel gue ngikutin mereka. Lama-lama disana, bisa-bisa gue mutilasi Dani tuh!" gumamnya saat sudah berada di parkiran motornya. Ariana memundurkan motor matic merahnya agar bisa keluar untuk kemudian ia naiki. Mungkin ini adalah sebuah kebetulan atau memang takdir. Saat Ariana hendak melajukan motornya ke jalanan, ia berpas-pasan dengan motor yang sangat ia kenali, terutama dua orang yang menaikinya. Dua orang itu ternyata tidak melihat dirinya karena melajukan motornya dengan cepat.
"Itu kan..." Ariana mencoba meyakinkan diri melihat motor yang tadi melintasinya dengan menyipitkan mata, "bukannya itu Rifki sama Wika?"
Dan kini Ariana tahu alasan kenapa tadi Rifki pergi cepat dengan melimpahkan tugas hukumannya kepada dirinya.
.
.
.
Rifki melompat kaget saat dengan tiba-tiba sebuah tas biru menghantam keras di mejanya.
Dengan cepat Rifki melepaskan earphone yang terpasang di telinganya untuk melihat siapa pelaku yang melakukan hal tadi.
Rifki berdecak keras saat tahu orang yang membanting tasnya itu adalah teman sebangkunya.
"Bisa lebih keras gak lo bantingnya, Na?!" ucapnya sinis.
"Bisa! Entar gue banting kepala lo dengan keras ke aspal!"
Melihat Ariana yang kelihatan marah, Rifki menaikkan sebelah alisnya.
"Lo kenapa sih?! Pagi-pagi udah marah-marah begitu!"
Ariana mendengus, matanya tak menatap Rifki dan kedua tangannya ia lipat di depan dada.
"Heh! Gue tanya malah diem aja!"
Gadis berkuncir satu itu melirik sedikit, tentu saja dengan wajahnya yang masih marah.
"Enak ya lo! kemaren nyuruh-nyuruh gue buat nyelesaiin hukuman lo, malah lo kencan! Itu yang lo maksud 'kepentingan'?"
Rifki belum mengerti betul ucapan gadis yang ada di depannya itu.
"Maksud lo? Serius Na, lo ngomong apa sih? Kan lo udah mau nyelesaiin. Iya gue janji bakal beliin lo albumnya idola lo!"
"Iya gue setuju, tapi kan gue kira lo beneran ada urusan penting. Ehhh... Gak taunya urusan itu cuma pacaran!"
Cowok berkulit tan itu menggaruk rambutnya. Ucapan sahabat perempuannya itu belum ia mengerti sepenuhnya.
Melihat Rifki yang kelihatan bingung, Ariana kembali berbicara.
"Kemaren gue lihat lo sama Wika boncengan."
Oh. Itu. Rifki mengerti sekarang. Sepertinya ada yang salah paham disini.
"Lo kencan kan sama Wika?" tanya Ariana lagi.
"Enggak. Sapa yang bilang?"
"Lah itu. Kemaren lo nganterin Wika pulang kan? Kalian habis jalan bareng pasti!"
Rifki menyeringai, "Elo cemburu?"
Mendengar itu, seketika wajah Ariana langsung memerah, kedua matanya bergerak-gerak dan segera memalingkan wajahnya.
"Ce-cemburu?! Hah! Jangan gila deh lo!"
Rifki sedikit terkekeh melihat kegugupan gadis yang ada di depannya itu.
"Gue gak jalan bareng Wika. Tapi gue cuma mastiin aja."
Ariana kembali memandang Rifki dengan menunjukkan wajah bingungnya.
"Mastiin apaan?"
"Alasan apa yang membuat Wika nyebarin foto kita yang kemaren."
"Apa?!"
"Hm. Yang nyebarin foto itu Wika.
Ariana tak tahu, kini dia harus bersikap dan berekspresi seperti apa saat tahu yang membuatnya kemarin repot bukan main hanya gara-gara foto, adalah orang yang sangat ia kenali.
.
.
.
Tbc
A/N : halo~ berapa abad ya saya gak update cerita ini? Masih adakah yang mau baca? Mungkin udah pada lupa ya sama cerita ini T.T
Bisakah kalian beri vote dan komentar? Kalo komen singkat, saya males ah! Komennya harus yang panjang2 ya. Jangan cuma vote apa lagi jadi silent readers! Huh! Go to hell deh!
[PROMOSI]
Saya buat cerita baru, judulnya 'Room 212' jika ada waktu, dibaca ya. Jangan lupa kasih vote dan komen ^^
Akhir kata,
Arigatchu~ :*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top