►13

Author POV

Ariana mengerucutkan bibirnya saat Manda –teman satu alirannya pamit untuk pulang terlebih dulu karena ia di suruh untuk menjaga toko di rumahnya. Padahal Ariana sudah sangat senang jalan ke toko buku berburu komik dengan Manda karena lama mereka tidak jalan bersama setelah kelasnya terpisah.

"Sori deh, Na. janji deh gue bakal ngajak lo main lagi."

"Hah... padahal gue udah seneng lo mau jalan bareng gue. Sekarang gue kayak gak ada temen sejak kita beda kelas tahu."

Manda menunduk, lalu ia menepuk bahu temannya pelan, "Apa lo ikut ke rumah gue aja. Ikutan jaga toko."

"Yee! Kagak! Mending gue jalan-jalan sendiri dah disini."

Dengan gemas, Manda mendorong dahi Ariana ke belakang, "Dasar! Yaudah. Gue cabut duluan."

"Oke dah! Hati-hati ya. Awas kalo nyebrang nengok kanan-kiri."

"Lo kira gue anak TK apa pake dinasehatin gitu?"

"Terkadang –udah sana lo pergi! Hush...hush!"

"Anjir lo!"

Ariana terbahak mendengar olokan temannya itu. Ia menghela napas saat Manda telah keluar dari toko buku itu dan ia mulai berjalan mengelilingi toko buku itu.

"Udah kayak orang hilang aja nih gue jalan sendirian." Gumam Ana. Ia menghentikan langkahnya di depan rak yang berisikan berbagai macam novel khusus remaja. Memang, gadis bertubuh kecil itu hobi ke toko buku. Bukan untuk membelinya, tetapi ia ke sana hanya untuk numpang baca gratis sebagai referensinya dalam menulis cerita bertema yaoi. Tidak modal sama sekali. Tapi toh Ariana memang gadis tak tahu etika. Melihat buku yang masih di segel rapi, dengan sembunyi-sembunyi ia membuka segel dan bungkusannya lalu membacanya. Dasar!

"Wah... ni novel kayaknya keren deh." Ia membuka-buka satu novel yang tadi ia buka paksa segelnya. Untung saja tidak ada petugas toko atau kamera CCTV yang menangkapnya berbuat seperti itu, jadi dengan gembiranya, gadis serampangan itu membacanya. Namun, gerakan tangannya yang sedang membuka buku terhenti, kala ia mendengar suara pria yang sangat ia kenali.

"Yang ini bagus kok."

"Masa? Kayaknya sedikit serem deh. Ini novel genre horror kan?"

"Gak serem kok. Kalo kamu takut, kamu boleh kok manggil aku buat nemenin kamu pas mau baca."

"Ih, kamu kok gombal banget sih, Alan!"

Iya. Cowok yang sedang Ariana tatap dengan heran itu Alan –kakak sepupunya. Cowok itu berdiri seratus meter jarak darinya sehingga Alan belum menyadari adanya dirinya di sana. Alan tidak sendirian, ada seorang gadis bertubuh tinggi langsing dan berambut sepanjang punggungnya yang sedang tertawa manja di samping Alan.

Ana berdecak sebal.

Ia tahu, kakak sepupunya itu memang makhluk omnivora –jenis pemakan segala, dalam artian lain yaitu biseksual. Alan akan mendekati baik perempuan maupun laki-laki jika sosok itu menarik di matanya. Makanya dia waktu itu tidak kaget saat Alan menggoda Wika.

Ariana mendengus lalu menyeringai, "Lihatlah! Udah membual serius suka sama Wika, eh sekarang malah jalan sama cewek!" gumamnya. Lalu ia mencoba mendekati pasangan itu dan berdeham sedikit keras.

"Ehem!"

"A-Ana?"

Jika Ariana sedang tidak pura-pura memasang wajah serius, ia akan tertawa terbahak melihat wajah kakak sepupunya sekarang. Ia terlihat sangat terkejut dan ingin melarikan diri.

"Halo... bang Alan~"

"Err..." Alan terlihat sangat canggung dan khawatir. Kini ia seperti maling yang ketangkap basah tengah mencuri, apalagi sekarang adik sepupunya itu memasang wajah menyebalkan yang sepertinya akan bernasib buruk akan menimpanya.

"Alan, dia siapa?" Tanya gadis yang di samping Alan. Gadis itu memandang Ariana dengan penasaran yang masih mengenakan seragam sekolahnya.

"Halo kakak cantik~"

"ANA!"

"Apa sih?! Gue gi nyapa kakak cantik ini tahu!"

Gadis itu terlihat bingung, lalu ia menatap penuh rasa penasaran dan penjelasan dari Alan.

"Err... Ris, kenalin dia adik sepupu gue. Namanya Ariana. Dan Na, ini Riska."

Sedikit, senyum tersungging di wajah cantik gadis tinggi itu. "Oh... halo Ariana."

"Halo kak... lagi kencan ya?" nada itu terdengar seperti sindiran untuk Alan. Terlebih, Ana memperjelasnya dengan lirikan dan senyuman mencurigakan padanya.

Tentu saja Ariana seperti itu. Adik sepupunya tentu masih ingat janjinya yang serius suka dengan Wika dan gak main-main. Tapi kini ia ketangkap basah tengah jalan dengan seorang gadis dan terlihat mesra. Pasti Ariana berpikir bahwa dirinya tak lebih dari seorang penipu ulung dan playboy kelas teri.

"Ah, gak kok. Cuma jalan-jalan biasa aja. Ariana sendirian?"

"Iya kak. Tapi gak papa kok. Hahaha..."

Alan terdiam. Ia lebih melihat-lihat buku-buku yang berjejer daripada mendapatkan lirikan tajam dari Ariana yang seperti mengulitinya.

"Kak Riska sama bang Alan rada deketan donk. Aku mau ambil foto kalian."

"Ana! Lo apa-apaan sih?!" Alan menarik lengan Ariana hingga menjauh sedikit dari gadis bernama Riska itu yang memandang mereka dengan heran. Hingga ia merasa tersingkir dan mencoba berjalan mendekati mereka.

"Alan!" Riska menarik tangan Alan hingga berdiri bersisian dengannya.

"Apa?"

"Ayo, Na. fotoin kita!"

"Ris, kamu apaan sih?"

"Loh, kamu gak mau foto sama aku gitu?"

"Bu-bukan begitu, tapi –arghh!" Alan dengan kesal menggaruk rambutnya kasar, "oke. Cepat foto kita!" perintahnya pada Ana yang di sambut oleh Ana dengan suka cita. Ia bahkan lebih bersemangat saat Alan dengan tanpa dosa mengalungkan lengannya di bahu kecil Riska itu. Membuat Ana terkekeh dan dengan cepat mengambil gambar mereka.

"Sip! Udah. Bagus banget fotonya~ ah... aku save ya sebagai oleh-oleh."

Gadis itu terkekeh geli, "Alan, adek kamu kok lucu banget sih?"

Alan hanya memutar kedua bola matanya bosan. Bagi orang lain mungkin adik sepupunya terlihat Nampak lucu, tapi baginya saat Ariana berbuat manis, itu adalah bencana baginya. Alan masih menduga-duga, tujuan Ana itu apa mengambil gambarnya dengan Riska. Dalam pikirannya sudah ia duga-duga sebenarnya, tapi berharap dugaannya itu salah dan adik sepupunya itu tidak membuat ulah.

"Udah sana lo pergi!"

"Iya bawel!" lalu Ana berpaling dan mengarahkan senyum pada gadis yang ada di samping Alan, "sampai jumpa lagi ya kak. Semoga kita bisa ketemu lagi."

"Iya sama-sama. Kamu mau pulang sendirian?"

"Iya. Aku bawa motor kok kak. Kalo ikut kalian takut nanti ganggu kencannya. Kalau begitu, aku pamit."

Sebelum Ariana berbalik dan berjalan pergi, Alan melihat bahwa adik sepupunya itu tersenyum licik padanya hingga membuat dirinya mendengus kesal.

"Adik kamu lucu juga ya?"

Alan tersenyum masam untuk menanggapi ucapan Riska. Dan detik berikutnya ia mengalihkan pada ponselnya yang bunyi dengan sebuah pesan dari LINE nya.

Alan mendengus kala melihat nama Ariana di sana, ia mengirimkannya gambar dirinya dan Riska yang baru saja Ariana ambil dengan sebuah pesan di bawahnya.

Ariana

<picture>

Ini sebagai bukti kalo lo mau mainin Wika. Gue kasih foto ini ke Wika dan lo TAMAT!

"ARGGHHH sial!"

"Alan? Kamu gak papa?"

Alan mengabaikan pertanyaan gadis itu. Dia kini sedang memikirkan nasibnya. Memang Ariana itu setan. Iblis jahanam baginya yang dengan seringnya membuat hidupnya tak berjalan mulus. Kalau dia tadi tidak menuruti ucapan Ariana, pasti kejadiannya tidak seperti ini.

Hei, salahkan Wika! Pemuda itu seakan-akan tidak menginginkan kehadirannya dan terus mengharapkan kakak kelasnya yang tak peka seperti Rifki. Jangan salahkan Alan jika ia mencari selingan untuk mengurangi rasa frustasinya akibat penolakan Wika terus menerus terhadapnya.

Dan Alan kini merasakan pusing yang teramat sangat mengetahui fakta bahwa sebentar lagi ia tidak bisa mendekati Wika lagi.

.

.

.

.

"Wah... makasih lo Wik udah di beliin minum."

Wika terperanjat kaget saat dari belakang ada sebuah tangan dan langsung menyambar jus jeruknya. Saat orang tersebut mendudukkan dirinya di sebelah Wika, ia baru sadar bahwa orang itu adalah seniornya –yang juga orang yang ia anggap sebagai lawan dalam merebut hati Rifki. Dia. Ariana.

Wika mendengus saat dengan tidak sopannya, gadis itu meminum minuman yang ia pesan.

"Wueek! Puih! Ini jus jeruk Wik? Kok manis banget?!"

Ariana segera meletakkan gelas berisi jus jeruk itu di hadapan Wika dan kini ia terbatuk-batuk akibat rasa manis berlebih pada minuman itu. Walaupun Ariana adalah seorang gadis yang notabene penyuka hal-hal manis, ia tidak suka jika sesuatu yang harusnya tidak terlalu manis malah manis. Seperti halnya jus jeruknya Wika.

"Salah sendiri merebut minuman orang."

Ariana melirik Wika yang tadi berucap dengan nada dingin padanya.

"Mana Rizal? Biasanya lo sama dia kan barengan terus."

Bukannya Wika menjawab, ia malah balik bertanya, "Kak Ana juga. Kemana kak Rifki? Biasanya kalian barengan terus." Namun Wika mengucapkannya dengan nada menyindir yang membuat kerongkongan Ariana tiba-tiba mongering.

"Err... itu –ah! Gue ada sesuatu yang mau gue tunjukin ke lo."

Wika kembali mendengus kasar, ia seperti tak peduli dengan Ariana dengan kembali memakan burger yang ia pesan tadi.

"Nih! Lihat deh Wik."

Dengan malas, Wika melirik pada ponsel Ariana yang ia sodorkan ke hadapannya. Seketika ia terkejut melihat gambar yang terpampang di layar smartphone milik Ariana.

"Itu..."

"Iya. Bang Alan...dan gebetan barunya."

Wika merebut smarphone milik Ariana untuk memperjelas bahwa apa yang dilihatnya itu benar atau tidak.

"Kemarin gue ketemu mereka di toko buku. See? Gue bener kan? Abang gue tuh emang sedikit brengsek. Lo beruntung belum diapa-apain sama dia."

Wika menghela napas. Lalu ia serahkan kembali ponsel itu pada pemiliknya. Pandangannya menerawang jauh ke depan.

Sebenarnya Wika sudah ada niat, jika memang ia terus-terusan merasa sakit dengan menyukai Rifki, ia akan berusaha untuk mencintai Alan yang memang sejak pertama kali mereka bertemu, pria itu telah tertarik padanya. Namun memang nasib percintaannya tak semulus harapannya. Baru ia akan membuka hatinya pada pria itu, malah ia kembali dihadapkan dengan pengkhianatan. Pengkhianatan? Sepertinya bukan. Tapi lebih menjurus dengan kebohongan.

"Maafin Rifki juga ya. Lo ngajauhin dia tanpa alasan yang jelas. Rifki kasihan bingung gitu."

Pemuda kelas sebelas itu langsung mengalihkan pandangannya ke Ariana. Sebelah matanya memicing da nada kiliatan rasa marah di matanya.

"Tanpa alasan? Bukankah sudah jelas? Gue gak mau ganggu hubungan kak Ana sama kak Rifki. Apa itu kurang jelas?"

"Lo salah paham, Wik."

Wika berdecak, ia memasukkan burger itu pada mulutnya dengan memotongnya besar-besar, mengabaikan pandangan kakak kelasnya itu yang peduli padanya.

"Wika!"

Ariana kesal disini merasa terabaikan. Dia kan disini mau nyelamatin Wika yang kena jebakannya bang Alan.

"Apa lagi sih?"

Ariana menghela napas, "Lo boleh bersikap dingin ke gue, tapi jangan ke Rifki."

"Memang kenapa? Bukankah jika gue jauh dari dia, kalian bisa cukup senang berduaan terus."

Ingin sekali Ariana menggigit kepala Wika yang keras itu! Sikap Wika yang seperti wanita yang sedang terkena PMS membuat dirinya cukup kesal dan dia khawatir kalau-kalau nanti dia hilang kendali dan menghajar Wika.

"Lama-lama gue hajar juga ni bocah." Gumam Ariana lirih pada dirinya sendiri, sementara Wika masih menghabiskan burgernya.

"Tadi lo ngomong apa kak?"

Tersentak kaget, Ariana segera menguasai dirinya dan tersenyum kaku pada Wika. "Gak ngomong apa-apa kok~"

"Gue mau balik ke kelas jika kak Ana udah selesai urusannya sama gue." Rifki mulai berdiri dan merapikan seragamnya yang sedikit kusut.

"Ehh! Belom selesai, Wik."

"Terus mau ngomong apa lagi? Kan semuanya udah jelas!" ucap Wika kesal.

Ariana mengerucutkan bibirnya. Ia pandang Wika dengan serius. "Lo yakin udah nyerah untuk dapetin Rifki?"

Kedua belah bibir Wika kaku untuk menjawab pertanyaan Ariana. Mana mungkin ia dengan gampangnya menyerah? Tentu dia ingin mendapatkan orang yang ia cintai untuk terus berada disisinya. Namun bagaimana ia terus pertahankan kalau orang yang ia cintai belum jelas mencintainya?

"Itu... gue –"

"Nah, lo bingung kan jawabnya?!"

Merasa terhina, Wika dengan kesal menjawabnya dengan lantang tanpa pikir panjang, "Yaudah sana! Kak Ana saja yang sama kak Rifki. Toh meski gue pertahanin untuk dapetin dia, kak Rifki gak bakal balik bales perasaan gue."

Kedua mata Ariana membulat. Ini pasti bukan Wika. Wika kan biasanya bersikap lembut dari cara ngomongnya dan tidak sekasar ini.

"Wik lo –"

"Udah, Na. semua udah jelas. Ngapain lo bujuk dia terus?"

Baik Ariana maupun Wika membeku di tempat kala sebuah suara baritone yang sangat mereka kenali mengusik pembicaraan mereka. Tepat di belakang Ariana, di sana ada sesosok pemuda tegap nan jangkung dengan wajah tampannya yang menatap Wika dengan kesal.

"Kak Rifki –"

"Rifki?!"

Rifki masih memandang dingin Wika dengan kedua mata tajamnya. Membuat Wika menunduk takut dan diam membeku di sana.

"Gue udah denger omongan lo tadi Wik. Jika itu mau lo, oke gue gak papa."

"Rif –ah, lo tadi salah denger. Wika itu –"

"Udah, Na. gue itu gak budeg!"

Seketika Ariana langsung menelan ludahnya dengan takut-takut saat melihat sorot mata tajam Rifki yang di arahkan padanya.

"Ayo balik ke kelas!"

"Apa?!"

Rifki dengan kasarnya menarik tubuh Ariana yang kecil hingga gadis itu terpaksa berdiri dan berjalan tak beraturan saat Rifki menariknya untuk keluar dari kantin.

Sebentar, Ariana melirik Wika yang kini kedua matanya tampak berkaca-kaca dengan masih memandanginya.

Tak kuat melihat Wika yang begitu menyedihkan di sana, Ariana menggerakkan kepalanya ke depan dan pasrah mengikuti Rifki yang masih saja menariknya.

Sementara itu, Wika berusaha untuk menahan air matanya agar tidak terjatuh melihat dan menghadapi kejadian yang amat pahit baginya.

Ia menyesal telah mengucapkan hal tadi karena ia tak bisa mengendalikan egonya sendiri.

Dan Wika tidak tahu, akan bagaimana nantinya dirinya setelah kejadian ini. Ia sejujurnya masih sangat mencintai Rifki. Sangat. Dan ia yakin, kini ia tak mempunyai kesempatan untuk mendapatkan cinta seniornya itu.

.

.

END! (woii ngajak ribut main ending aja XD )

A/N : halo? Apa kabar? Long time no see ya readers? Hahahaha~ maaf ya menunggu lama. Biasalah. Kalo udah mulai sibuk emang gitu. Apa lagi saya seorang moody writer jadi mohon maklumi ya teman-teman~

Hahahaha~

Gimana chapter ini? Maaf jelek dan menye-menye dan terlalu drama. Saya udah mentok idenya. Jadi silahkan para readers ungkapin uneg-uneg pada part ini di kolom komentar. Dan beri vote ya~

Hayooo voment voment~

see ya~

Akhir kata,

Arigatchu~ :*


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top