XV

Biar enjoy, yuk di play lagu di mulmed.
.
.
Now Playing | Pura-pura lupa.
----

"Dah, gue ke kelas dulu. Jangan terlalu rajin gotong royong-nya, entar capek."

"Makasih udah nganterin gue, Kak."

"Apa yang enggak buat lo." Kevin tersenyum lebar. "Nanti sore gue jemput." Kemudian Kevin mengacak pelan rambut Gia. Merasa tidak enak, Gia terpaksa menyunggingkan senyum sampai cowok itu menghilang dari pandangannya.

Pake ngacak rambut gue segala, pasti tangannya belum dicebok.

"Cie, cie, yang baru jadian sama senior eksis. Pajak jadiannya dong," ucap Vanila yang langsung berjabat tangan Gia saat masuk dalam kelas.

"Kok lo tau sih?"

"Ya, taulah. Kan Kak Kevin masang status nama lo di biografi instagram-nya. Gila beruntung lo bisa macari kakak OSIS ganteng," ucap yang lain dengan wajah berseri-seri.

Perasaan gue deh yang jadian, tapi rasanya biasa aja. Kok mereka malah seneng?

"Gilang, jangan sedih ya. Gia udah diambil Kak Kevin tuh," goda Vanila kepada Gilang yang sedang menghapus tulisan di papan tulis.

Masih saja sama, cowok itu tak pernah menggubris ucapan orang lain apalagi kalau sudah menyangkut namanya. Padahal Gia berharap Gilang akan cemburu melihatnya bersama Kevin tadi. Ah, sudahlah ia memang tak lebih dari sekedar debu, tapi tunggu dulu barusan ia berharap agar Gilang menyukainya?

"Temen sebangku lo sombong amat, diem mulu kerjaannya. Untung aja masih kita anggap," celetuk yang lain lagi.

"Iya kelas kita jadi gak seru. Cowoknya pada memisahkan diri, kayak anak IPA serius mulu bawaannya," sambung yang lain.

"Maaf ya, Gilang emang gitu," ujar Gia berusaha, agar Gilang tak terus dicemooh.

"Ya udah karena lo telat dateng, pel seisi kelas ini. Kami semua udah pada nyapu sih. Jadi mau cabut rumput di depan," ucap Vanila sambil menyodorkan kain pel.

"Ok, deh."

"Bye, Gia. Jangan lupa urusin Gilang biar rajin." Vanila dan teman-teman lain pun keluar dari kelas, meninggalkannya berduaan dengan Gilang di kelas.

Aneh, cowok-cowok pada sibuk di luar, tapi Gilang sendirian di kelas. Kasihan, apa tidak ada yang mau berteman dengannya? Nolep (No Life) sekali cowok itu.

Sedari tadi Gia memperhatikan gerak-gerik Gilang yang tak selesai-selesai menghapus tulisan di papan tulis, beberapa huruf bekas spidol masih nampak di sana. Gilang seperti tak bertenaga, benar-benar lambat. Rasanya muak, ia saja sudah hampir selesai mengepel lantai.

"Lang, sini gue bantu hapus!" Gia langsung merampas penghapus yang ada di tangan Gilang dan sekuat tenaga membersihkan bekas spidol di papan tulis putih sampai rasanya mau jebol. "Tuh, bekasnya baru ilang. Lo laki, tapi kok gak ada tenaga!"

"Sori."

Gia lanjut menghapus, kali ini tekanannya lebih kuat. "Capek gue sama lo Lang. Kayak gak mau liat gue. Emang muka gue jelek? Apa lo alergi natap mata gue? Hah?" Gia menoleh ke samping dan terkejut karena Gilang tiba-tiba menghilang. Perasan cowok itu masih ada di sana, jangan-jangan hantu?

Ke mana lagi tuh cowok?

Gia langsung berlari keluar kelas untuk mencari Gilang, ternyata Gilang sedang memperhatikan teman-teman lain dari belakang yang sibuk mencabuti rumput kemudian dimasukkan dalam ember besar.

Gilang tampak susah payah mengangkat ember yang sudah penuh itu seperti mengangkat beban 100kg. Secepat kilat Gia mendekat ke Gilang untuk membantunya.

"Biar gue aja yang bawa."

"Gak usah."

"Ih, biar gue aja!"

"Berat. Lo cewek gak bakal kuat."

"Gue bukan cewek lemah, Gilang."

"Jangan batu."

"Biar, makanya gue aja yang bawa!"

"Lepas!"

Akhirnya terjadilah aksi tarik-tarikan ember dengan Gilang. Karena tidak ada yang mau mengalah, ember tersebut akhirnya jatuh dan semua rumput serta dedaunan berhamburan di sekitar lapangan.

"Tuh, kan jadi berantakan semua!" Gia berdecak kesal.

"Dua orang sialan, gak mau tau pokoknya bersihin semua itu!" teriak Vanila yang mendapat anggukan dari teman-teman lain, bahkan hampir semua yang ada di lapangan menatap heran ke arah mereka.

"Ok, ok, kita bawa bareng," kata Gilang.

Setelah semua bersih, sampah juga sudah dimasukkan kembali dalam ember, Gia dan Gilang bersama-sama membawa ember tersebut ke tempat pembuangan sampah umum tepatnya di belakang gudang. Keadaan tampak sepi hanya ada mereka berdua saja di sana. Mungkin karena banyak pohon menjulang yang menutup sinar matahari sehingga terkesan gelap.

Lo kenapa sih, Lang?

Seharian ini Gilang seperti orang sakit, lemas terkulai, seperti tak ada tujuan hidup. Rasanya Gia ingin membuatnya terkejut. Ia menatap sekeliling tanah, siapa tau ada benda bagus untuk dijadikan umpan. Melihat sebuah karet gelang putus berada di bawah sepatunya, ia pun ambil dan dengan jahilnya dilempar ke wajah Gilang.

"Gilang, awas ada ulet!" Gia tertawa dengan keras ia pikir Gilang akan melompat kaget, tapi nyatanya raut wajah Gilang hanya datar.

"Gak lucu."

"Ih, lo kenapa sih? Daritadi diem aja, masih marah sama gue?"

Gilang menggeleng lalu membuang karet gelang itu ke tong sampah.

"Ya udah, gue ada cokelat nih buat lo. Siapa tau bisa balikin mood lo."

Gilang menaikkan sebelah alis seolah tak suka dengan sodoran cokelat berukuran besar dari Gia. "Gue gak suka cokelat."

"Ini dari Kevin kami baru jadian."

"Selamat."

"Bukan gitu, Lang. Gue males makannya karena kebanyakan. Jadi buat lo aja semua."

"Gak, makasih."

"Ih, terima dong, Lang."

"Mau lo apa, hah?"

"Mau gue? Gue mau tau siapa cewek yang meluk lo kemarin?" Sangking tidak sabarnya, Gia langsung bertanya to the point.

"Bukan urusan lo."

"Wajahrlah lo dikatain ansos mulu sama anak kelas. Cuek mulu nanggepinnya."

"Bagus, biar mereka menjauh."

"Loh, lo mau dijauhin orang-orang. Kenapa sih? Coba cerita sama gue."

"Gak."

"Gue selalu cerita apapun ke elo, Lang. Tapi lo? Gak ada sedikitpun mau bersikap terbuka sama gue."

"Gak ada gunanya buat lo tau."

"Kenapa? Lo mau jauhin gue juga?"

Dengan santainya Gilang berjalan melewati Gia.

"Jangan jauhi gue, Lang, sebelum gue tau kenapa lo bersikap asing sama gue!"

Sekarang Gilang menatap matanya, entah kenapa rasanya sesak melihat kedua bola mata hazel itu, sama seperti saat kedua orang tuanya meninggalkannya karena sibuk bekerja.

Gilang benar-benar orang yang tertutup. Ia yakin Gilang sedang menghadapi banyak masalah sampai membuat dia membencinya. Bagaimana bisa dia masih bernapas dengan batin yang terus-terusan memendam beban. Entahlah, memang beban seperti apa sampai membuatnya begitu?

Lo sok tau, Gia. Jangan ikut campur urusan orang.

"Ok, kalau itu mau lo. Silakan sibuk dengan dunia lo sendiri." Gia hendak berlalu dari Gilang, tapi tangannya langsung dicegat.

"Tunggu."

Ah, lo bener-bener labil, Lang! Baru sekarang lo mau tahan gue.

"Ada ulet bulu."

"Hah! Di mana?"

"Di rambut lo."

"Mana! Mana!" Gia langsung meloncat seperti kodok dan hampir saja memeluk Gilang.

"Canda," kata Gilang masih dengan eskspresi datar sedatar triplek, seperti tanpa dosa.

"Dasar Gilang kamfret!" Gilang pasrah dipukul Gia sampai cowok itu meringis kesakitan.

Dia beneran ngerjain gue.

"Sori, kalau lo harus terima ini. Lo bukan temen gue."

---
Aku butuh komen dari kaliannn ramein dong :")

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top