V

Tatapan sinis lagi-lagi didapatkan oleh Gia begitu kakinya melangkah masuk dalam kelas. Aneh, padahal matahari sedang cerah-cerahnya pagi ini, tapi suasana di kelas seperti mendung seakan badai siap menerjang.

Entahlah, Gia terlalu malas menghiraukan mereka. Selagi tidak membahayakan diri, ia tetap berjalan dengan santai. Namun, baru tiga langkah ia berjalan, kotak roti yang dibawanya harus jatuh ke lantai sebab bahunya baru saja ditabrak oleh seseorang.

"Eh, sori, sengaja," ucap gadis berkaca mata dengan bibir merah menggoda bak buah cherry.

Gia berdecak kesal, mungkin gadis itu pikir tindakannya lucu, padahal tidak sama sekali. Gadis itu juga sempat menendang kecil kotak rotinya, sebelum berlalu. Untung saja tidak diinjak.

"Bilang maaf, Kek...."

"Ngomong apa lo barusan?

Kepala Gia rasanya berdenyut, mau marah. Namun, mengingat dirinya ingin punya banyak teman, ia harus bersikap kalem. No ngegas. Berhubung sekolahnya dicap sebagai buangan, tidak heran jika siswa-siswi di dalam kelas ini bertindak semaunya; memang patut dibuang. Kalau bukan karena nilai tes yang jelek, Gia pasti sudah masuk sekolah unggulan dan belajar bersama mantan sahabatnya dulu.

"Gak jadi."

"Tau gak, gara-gara lo sama Gilang berantem kemarin, kelas kita di cap buruk sama senior."

"Eh, lo liat sendiri kan kalau Kevin duluan yang mukul Gilang."

"Yah gue liat lah. Semua orang juga liat. Tapi coba lo pikir, senior mana yang mau minta maaf ke adek kelas. Setidaknya, sebagai adek kelas mau ngalah-lah biar masalahnya gak tambah ribet."

"Au ah, males gue."

"Bukan gitu, nanti ke depannya kelas kita yang susah."

"Iya, iya, nanti. Cuma minta maaf doang, gak usah takut kali sama senior. Dia juga makan nasi, kalau makan beling, aing maung namanya."

"Aing maung apaan?"

"Kesurupan! Itu aja gak tau lo jubaedah."

Gadis itu menunjukkan deretan giginya, tertawa sampai-sampai memegangi perut. Emosi Gia perlahan lebur, padahal ia berniat mencaci makinya tadi.

"Lo lucu juga, ya. Oh ya, kenalin nama gue Vanila. Berhubung gue sekretaris baru di kelas ini, lo bisa minta bantuan gue. Siapa tau gue bisa bantu. Salam kenal."

"Salam kenal juga, nama lo unik."

Gia berjabat tangan dengan gadis itu. Rasanya ia ingin terbang melayang ke atas awan karena berhasil mendapatkan teman baru. Benar kata orang, masalah itu harus dihadapi dengan kepala dingin, berbeda dengan amarah meluap-luap yang justru menimbulkan masalah baru.

Setelah gadis itu pamit keluar kelas, Gia lanjut berjalan menuju bangkunya, senyum mengembang tercetak di wajah Gia saat melihat Gilang tengah menari-narikan pena di atas kertas. Padahal mereka tidak memiliki PR apapun karena masih MOS. Tapi melihat Gilang yang rajin seperti itu Gia merasa adem.

"Nulis apa, Lang?" tanya Gia saat duduk di samping Gilang, tapi Gilang tak menggubris. "Gue bawain lo roti selai cokelat nih. Dimakan, ya."

Ucapan saja rasanya tak cukup, Gia ingin memberikan sesuatu yang lebih sebagai tanda terima kasih untuk Gilang, contohnya membawakan makanan tersebut.

Gilang menatap manik mata Gia dengan eskpresi datar, seperti biasa. "Gak usah repot-repot."

"Gapapa, Lang. Gue mau makasih karena lo udah ngasih gue balon kemarin."

"Balon gak seberapa."

"Roti ini juga gak seberapa kok."

"Gak seberapa?"

Gia kaget saat tangan Gilang langsung mengambil potongan roti itu dan mengunyahnya. "Pelan-pelan, Lang. Gue tau lo lagi baper. Eh maksudnya, laper."

"Apanya yang gak seberapa?" Gilang berdesis, seperti tak suka dengan ucapan Gia sebelumnya. "Roti ini terlalu mahal. Udah dibuat dengan susah payah."

"Cuma ngolesin selai di roti doang. Apanya yang susah. By the way enak gak?"

Gilang mengangguk antusias. "Kasih yang lain juga." Dia hendak memberikan kotak berukuran persegi itu ke teman yang duduk di depan dan belakangnya, tapi langsung dicegat oleh Gia.

"Eh, jangan! Gue bikin khusus buat lo, Lang. Pokoknya lo harus habisin."

"Gue diet."

"Dih, cowok kok diet! Gak usah sok, mentang-mentang berotot."

"Gue berotot?"

"Masa lo gak sadar! Tuh, bahu lo aja gede gini!" Gia membuktikannya dengan menekan bahu Gilang.

"Eh, pegang-pegang."

"Maaf, Lang!" Pipi Gia langsung hangat sampai menampakkan warna merah merona, tanpa sadar ia memegang bagian tubuh Gilang. Padahal saat merangkul leher Gilang waktu itu, ia merasa biasa-biasa saja layaknya teman.

"Slow." Gilang terkekeh.

Tak mau terlihat salah tingkah, Gia lantas membuka aplikasi instagram di ponselnya, pura-pura sedang menikmati gambar langit senja. Gia mengerutkan kening, mendapati sebuah pesan belum dibaca di notifikasinya; sejak setengah jam yang lalu.

Kevin : Besok kita ketemuan, ya. :)

Ngapain ngajak ketemuan? Batin Gia. Ia lantas mengecek kalender di depan kelas, setelah dipikir-pikir ternyata besok hari ulang tahunnya. Mungkin saja Kevin mau memberinya kejutan.

"Besok gue ulang tahun loh, Lang."

"Happy birthday."

"Ih, kenapa ngucapinnya hari ini. Kan gue bilang besok."

"Karena besok gue belum mencintai lo."

"Dih, udah kayak Dilan aja. Gak tau kalo hari ini?"

"Yang bener kalo sore."

"Sama aja. Gapapa hari ini ucapannya aja, besok kadonya ya."

Gilang mengangguk santai.

"Serius, lo mau ngasih gue kado?"

Gilang mengangguk lagi.

"Asik! Gue tunggu, ya. Awas kalo bo'ong!"

Seandainya waktu bisa berputar lebih cepat, Gia ingin hari ini segera berakhir dan berganti menjadi hari esok. Ia sudah tidak sabar mendapatkan hadiah dari Gilang nanti. Semoga saja, isinya tidak mengecewakan.

----
Ada yang tau Gilang mau ngasih apa? :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top