One Shot

Gift © Yue. aoi

Rate : M

Pair : Artem Wing x Reader

Disclaimer : Tears of Themis and all of the character belongs to Mihoyo.

Note : Explicit Sex Scene, BDSM.

.

.

Tatapan perempuan berambut coklat itu tertuju pada layar komputer yang memperlihatkan sebuah email yang baru saja diterima beberapa menit yang lalu. Rasanya benar-benar sulit dipercaya. Berapa kali pun melihatnya, apa yang tertulis di email itu masih tak berubah. Email itu berasal dari lembaga yang berwenang mengadakan ujian pengacara di Stelis, isinya mengenai dirinya yang lulus ujian sebagai pengacara senior.

Ia tak mampu menahan diri untuk tidak tersenyum sumringah. Terlihat jelas kalau suasana hatinya sangat baik saat ini. Kalau saja ia tidak sedang berada di dalam ruangan bersama sang partner yang sedang sibuk membaca berkas kasus, rasanya ia ingin menjerit keras-keras.

Rasanya ia harus memberitahu sang partner sesegera mungkin ketika waktunya tepat. Ia segera melirik sang partner sekilas dan tersenyum, namun lelaki itu menyadari tatapannya dan segera meletakkan berkasnya begitu saja di atas meja, lalu menengadah.

"Kau terlihat senang, [y/n]," ucap Artem seraya tersenyum lembut.

Ya, lelaki itu tersenyum tipis bahkan tanpa ia sadari saat menyadari perempuan yang dicintainya itu terlihat bahagia meski ia tidak tahu alasannya. Di matanya, perempuan itu tampak begitu manis dan melihat senyumnya saja sanggup membuat penatnya langsung sirna.

"Artem, terima kasih banyak! Berkat rangkuman yang kau berikan, aku berhasil lulus ujian pengacara senior," ucap [y/n] sambil tetap mengulas senyum.

Rasanya perempuan itu benar-benar tidak tahan lagi. Kalau saja mereka tidak sedang bekerja, ia ingin segera menghampiri sang partner lalu memeluknya erat-erat. Ia menyadari kalau lelaki itu adalah tipe orang yang sangat menjunjung tinggi profesionalitas. Kehidupan personal dan pekerjaan adalah dua hal yang berbeda.

Artem segera bangkit berdiri dan mengabaikan berkasnya untuk kali ini. Persetan dengan berkas itu, ia memutuskan untuk mengikuti impulsnya kali ini. Tanpa sadar, ia bahkan sudah melangkah mendekati perempuan berambut coklat dengan mata besar yang indah itu, lalu merentangkan tangan dan memeluknya begitu erat.

"A-artem?" ujar [y/n] dengan sedikit tergagap. Sesaat tubuhnya seolah membeku karena terkejut dengan apa yang dilakukan lelaki itu.

Aroma cedar samar-samar menguar dari tubuh Artem. Kehangatan pelukan lelaki itu seolah menjalar ke seluruh tubuh [y/n] dan sensasi otot yang terbungkus di balik kulit lembut yang menyentuh kulit [y/n] itu terasa bagaikan candu yang tak sanggup dilepaskan.

Rasanya hangat, namun juga kokoh. Sulit menampik bahwa sentuhan Artem melahirkan sebuah kenyamanan instan.

"Selamat, [y/n]. Ini hasil kerja kerasmu," bisik Artem dengan suara yang rendah dan sedikit berat.

Hembusan napas lelaki itu terasa membelai permukaan kulit [y/n] dan sedikit menggelitik. Ini benar-benar tak bisa dibiarkan kalau ia tidak mau kehilangan kendali serta merisikokan profesionalitasnya sebagai seorang pengacara. Sangat memalukan kalau ia kehilangan kendali atas gairah yang mendadak memuncak dan melakukan hal yang tidak senonoh di kantor.

Wajah perempuan itu sedikit memerah. Pikirannya mulai liar kalau saja ia tak segera mengendalikan diri dengan mengingatkan bahwa ia sedang berada di kantor. Ia segera membalas pelukan sang mentor dan sepenuhnya merasakan kehangatan tubuh itu.

"Malam ini ... kau masih mengurus pekerjaan?" tanya [y/n] dengan suara pelan yang sedikit mengalun di akhir kalimat.

Wajah Artem sedikit memerah. Menghabiskan satu tahun sebagai pasangan hidup sekaligus pasangan kerja dari perempuan itu cukup untuk membuatnya menyadari ke mana arah percakapan semacam ini.

Sepertinya perempuan itu memang sedang beruntung. Berkas yang ia tinggalkan tadi adalah berkas terakhir yang harus dibacanya. Sesudahnya ia memiliki waktu luang karena besok adalah akhir pekan dan minggu depan tidak ada jadwal persidangan.

"Tidak. Aku sudah mempersiapkan hadiah untukmu," ucap Artem seraya menepuk pungung perempuan itu dengan lembut.

"Ahaha .. Mendadak kau membuatku jadi penasaran dengan hadiahnya," ucap [y/n] sambil tertawa pelan.

Suara tawa pelan yang mengalun itu bagaikan sebuah mantra sihir bagi Artem Wing. Rasanya lelaki itu bisa begitu bahagia hanya dengan mendengarnya. Ia bahkan rela melakukan apapun demi menyaksikan perempuan itu tertawa.

Mungkin, Artem telah kehilangan sedikit rasionalitasnya. Namun sejujurnya ia merasa warna baru bagi kehidupannya yang monoton dan lonjakan hormon endorfin adalah pertukaran yang sangat adil.

"Nanti kau juga bakal tahu."

[Y/n] benar-benar tak sabar membayangkan hadiah seperti apa yang akan diberikan lelaki itu untuknya. Yang jelas, hadiah dari seorang Artem Wing pasti bukanlah hadiah abal-abal.

.

.

Bagaimana rasanya menjadi istri dari seorang pengacara senior termuda yang sanggup membuat lawan di persidangan merinding? Setiap perempuan yang pernah bertemu, apalagi pernah bekerja bersama Artem akan menganggap hal itu sebagai hal yang menegangkan. Lelaki itu terlihat sebagai tipe yang protektif, namun juga sedikit menekan.

Artem Wing adalah pria yang begitu mendominasi di ruang sidang yang merupakan area familiar baginya. Maka bisa dipastikan kalau lelaki itu juga akan bertindak sama di tempat tidur. Mustahil lelaki semacam itu menjadi pihak yang didominasi. Kalau hal itu sampai terjadi, bisa-bisa dunia langsung kiamat.

Namun dalam menilai seseorang tidak bisa hanya berfokus pada kesan yang terlihat. Setiap orang bisa jadi memiliki sisi tersembunyi yang hanya diperlihatkan pada orang tertentu. Hal yang sama juga berlaku pada Artem.

Siapa yang menyangka kalau Artem cukup pandai berurusan dengan anak-anak? Bahkan anak-anak di panti asuhan terlihat menyukai lelaki itu. [y/n] bahkan masih mengingat seorang anak perempuan yang menangis dan malah mendatangi lelaki itu, lalu sampai memiliki nama panggilan kesayangan untuknya. Saat itu ia begitu terkejut hingga hampir pingsan di tempat saat menyaksikan Artem tersenyum dan berbicara dengan suara yang lembut.

Kalau saja ia menceritakan ini pada siapapun selain Celestine, barangkali kewarasannya akan dipertanyakan. Ia juga mengira dirinya berhalusinasi, namun segala hal terasa terlalu nyata. Ternyata, hal itu memang bukan halusinasi.

Sisi tak terduga dari seorang Artem, lelaki itu sebetulnya sangat pemalu dengan lawan jenis kalau berkaitan romansa. Lelaki itu bahkan bisa terlihat kikuk dengan wajah yang memerah ketika berada di situasi tertentu. [y/n] bahkan pernah berniat sedikit menjahili Artem dengan menarik dasinya, lalu sesudahnya wajah lelaki itu langsung merona. Demi menutupi reaksinya, Artem langsung berpura-pura batuk. Menggemaskan sekali.

Tidak hanya itu, Artem masih memiliki sisi tersembunyi yang bahkan baru diketahui [y/n] setelah resmi menjadi istri lelaki itu setahun lalu. Sebagai seorang perempuan heteroseksual, [y/n] mengakui bahwa Artem bagaikan sebuah medan magnet yang penuh daya tarik. Lelaki itu memiliki wajah tampan dengan kulit putih mulus serta tubuh tinggi semampai. Gaya berpakaian lelaki itu juga sangat rapi, ditambah lagi dengan kecerdasan serta sikapnya yang rasional dan cenderung profesional. Bukan cuma perempuan, sebagian pria pun menganggap Artem Wing adalah seorang role model yang nyaris sempurna.

Pada malam kedua sesudah pernikahan mereka, iya, malam kedua karena malam pertama dihabiskan dengan tidur karena terlanjur kelelahan sesudah resepsi pernikahan, Artem membuat sebuah pengakuan dengan wajah memerah bagaikan kepiting rebus. [Y/n] masih ingat saat itu mendadak Artem terlihat gelisah. Lelaki itu bahkan mondar-mandir di dalam ruangan, lalu akhirnya mulai berbicara tanpa menatap mata sang lawan bicara.

Saat itu, lelaki itu meminta maaf karena ia bisa saja menyakiti [y/n]. Hal ini sungguh di luar dugaan. [y/n] tak pernah membayangkan seorang suami, apalagi yang sejenis Artem, malah akan meminta maaf terlebih dulu sebelum bercinta dengan istrinya untuk pertama kali. Hal ini benar-benar mengejutkan sekaligus lucu, hingga perempuan itu tak mampu menahan diri untuk tidak tertawa dan malah membuat sang suami semakin tidak nyaman.

Pada akhirnya, Artem mengaku kalau ia sebetulnya belum memiliki pengalaman bercinta sama sekali meski usianya sudah lebih lebih dari tiga puluh. [Y/n] adalah perempuan pertama yang pernah menjadi kekasih, istri, sekaligus yang akan mencicipi tubuhnya.

Sesuai dugaan [y/n], malam pertama mereka berakhir dengan kegagalan. Artem langsung berhenti dan merasa bersalah setelah melihat sang istri yang kesakitan saat percobaan penetrasi. Setelah percobaan kesekian kali selama lebih dari tiga minggu, lelaki itu baru berhasil melakukannya untuk pertama kali.

Kini, setelah resmi menjadi istri lelaki itu selama satu tahun, [y/n] menyadari sebuah sisi dari Artem Wing yang sulit dipercaya. Lelaki itu tipe lelaki yang pencemburu sebetulnya, namun berusaha menyembunyikannya dan menutupi dengan rasionalitas. Sebagai suami, Artem memperlakukannya bagaikan seorang ksatria yang melindungi tuan putri. Lelaki itu protektif pada ancaman dari luar yang bisa membahayakannya, namun bersikap begitu lembut padanya.

Artem termasuk tipe pria yang lembut sebetulnya. Dalam bercinta, lelaki itu bukan tipe pria yang penuh gairah. Lelaki itu melakukannya dengan penuh kelembutan dan disertai banyak sentuhan lembut, juga tatapan yang meneriakkan cinta serta pelukan yang hangat.

Menyaksikan kelembutan ini membuat sisi tak terduga [y/n] terbangkitkan. Sisi liarnya muncul, membuatnya membayangkan hal yang tak pernah ia duga sebelumnya. Ia mulai membayangkan dirinya bercinta dengan cara yang tak biasa dengan sang suami, ketika ia memberanikan diri mempraktekannya, semula lelaki itu kaget, namun malah menikmatinya.

Malam ini, Artem menepati janjinya untuk memberikan hadiah pada sang istri. Sesudah mengajak perempuan itu menikmati makan malam romantis dengan ditemani segelas anggur seraya menyaksikan kota Stellis yang gemerlap di malam hari, lelaki itu membawa [y/n] ke sebuah suite hotel bintang lima di tepi sungai Stellis.

"[y/n], malam ini lakukanlah semaumu."

Sebuah kalimat berupa penyerahan diucapkan Artem pada sang istri. Lelaki itu tak keberatan sama sekali jika hal itu membuat istrinya bahagia.

"Benar, nih? Kalau begitu, aku tidak akan segan, lho," ucap [y/n] seraya menyeringai.

Artem hanya mengangguk tanpa bersuara. Ia membayangkan apa yang akan dilakukan sang istri padanya, semoga saja tidak terlalu menyakitkan.

[Y/n] baru menyadari akhir-akhir ini, namun sebetulnya Artem terlihat sangat manis dan menggemaskan saat sedang bersikap pasrah. Sikapnya yang malu-malu dan wajahnya yang memerah membuat gairah [y/n] memuncak.

"Artem, kemarilah. Duduk di sini," ucap [y/n] dengan nada memerintah seraya mendekati sebuah kursi.

Bagaikan seekor anjing, Artem segera mendekati kursi itu dan kemudian duduk di sana. [y/n] segera menghampiri lelaki itu, kemudian mengelus pipi lelaki itu dengan ujung jemarinya. Sensasi kulit yang bersentuhan membuat Artem merasa sedikit geli dan wajahnya sedikit merona.

[Y/n] meletakkan kedua tangannya pada bahu Artem, membuat lelaki itu semakin gugup. Meski satu tahun sudah berlalu, ia masih tak begitu terbiasa berdekatan dengan perempuan. Apalagi mereka bukan tipe pasangan yang melakukan hubungan seks setiap hari meski baru menikah. Mereka hanya melakukannya kalau sempat dan suasana juga mendukung, kebetulan seks bukan merupakan prioritas utama. mereka.

Perempuan itu kemudian melepaskan jas yang dikenakan Artem, lalu meletakkannya di atas meja. Kemudian, ia mengeluarkan sebuah borgol dari tasnya dan segera memasangkannya pada kedua pergelangan tangan Artem.

"[Y/n] ...." gumam Artem dengan suara pelan. Sejujurnya,besi dingin yang melingkari pergelangan tangannya itu terasa tidak nyaman dan membatasi pergerakannya.

Sial! Suara rendah penuh kepasrahan itu benar-benar menggairahkan. Lihat saja sorot matanya yang tak menunjukkan perlawanan sama sekali. Lelaki itu sejak tadi hanya menatap sang pujaan hati dalam diam.

Ah ... [y/n] merasa dirinya benar-benar beruntung. Di kehidupan masa lalu, ia pasti seseorang yang begitu murah hati hingga ia diberkati dengan lelaki semacam Artem di hidupnya. Lelaki itu bukan hanya ksatria pelindungnya, namun sekaligus mentornya, juga seekor anjing di tempat tidur.

Tubuh lelaki itu benar-benar indah. Tubuh rampingnya terbentuk dengan jelas di balik kemeja slim fit yang dikenakan, membuat [y/n] merasa ingin menyentuhnya.

Perempuan itu mendekati wajahnya pada Artem hingga mata mereka saling bertatapan. Kehangatan napas [y/n] membuat tubuh Artem meremang dan lelaki itu tidak tahan lagi. Ia segera mengalihkan pandangannya karena wajah perempuan itu begitu dekat.

"Hey, lihat sini! Kau ini gimana, sih?" hardik [y/n] seraya mendorong wajah Artem dengan kasar sehingga lelaki itu terpaksa menatapnya. Ia kemudian melonggarkan dasi lelaki itu dan melepaskan dua kancing teratasnya.

Kulit putih dan mulus milik lelaki itu sedikit terpampang. [Y/n] meletakkan satu tangannya di sana, merasakan kehangatan lainnya. Jantung lelaki itu berdegup keras dan matanya tertuju pada [y/n].

Perempuan itu menyusupkan tangannya sendiri ke kanan Artem. Jemarinya menyentuh kulit lembut yang terbalut dengan tulang itu, lalu mulai mencakarnya dengan sekuat tenaga hingga kukunya menancap.

Rasa sakit seketika terasa pada bahu Artem. Lelaki itu meringis kesakitan, namun [y/n] malah menancapkan kukunya, membuat lelaki itu semakin meyakit.

"A ... aah!" pekik Artem dengan suara sepelan yang ia bisa. Terdengar suara borgol yang berguncang akibat tubuh lelaki itu yang bergoyang secara refleks karena kesakitan.

[Y/n] menyentuh leher sang suami dengan salah satu tangan, lalu kembali mendekati wajah lelaki itu. Ia kemudian menjilat bibir tipis nan lembut berwarna kemerahan yang ia yakin tak pernah tersentuh sebatang rokok pun. Aroma serta sedikit rasa wine yang tadi mereka nikmati samar-samar masih tertinggal di sana, membuat [y/n] berhasrat melumatnya.

[Y/n] mengecupnya sekali. Aroma wine itu tercium lebih jelas, bercampur dengan aroma cedar yang merupakan bottom note dari parfum yang dikenakan lelaki itu.

Kemudian [y/n] menarik kukunya dari bahu Artem dan lelaki itu kembali meringis. Sedikit noda merah berbau anyir mengotori kuku [y/n], sedikit darah membasahi kemeja Artem.

Ia merasa kesal dengan noda darah itu. Ia mengusap-usap kukunya pada bagian kain kemeja yang dekat dengan luka di bahu Artem akibat cakaran kukunya. Kukuknya mengenai luka lelaki itu, membuat lelaki itu meringis semakin keras.

[Y/n] menyadari kalau tubuhnya begitu dekat dengan wajah Artem. Payudaranya bahkan hanya berjarak sekitar sepuluh sentimeter dari wajah lelaki itu dan terus berguncang seraya ia mengusapkan kukunya.

Sesudahnya, perempuan itu mundur dan mendapati pemandangan yang begitu menggairahkan. Tubuhnya mulai sedikit meremang karena gairah dan vaginanya mulai terasa berdenyut-denyut.

Bagaimana tidak? Artem yang terlihat rapuh tampak begitu indah di matanya. Lelaki itu menoleh ke samping, tak berani menatap wajah [y/n] dengan noda darah yang membasahi pakaiannya. Wajah lelaki itu tetap tampan dalam situasi apapun. Hidung yang kecil dan mancung itu terlihat semakin menonjol dari samping, sedangkan mata birunya yang indah sedikit tersembunyi karena sang empunya tak menatap langsung wajah perempuan di hadapannya. Kulit lelaki itu putih, sehingga fitur-fitur wajahnya, termasuk rona merah di pipinya terlihat begitu jelas.

Tatapan [y/n] menyusuri wajah lelaki itu, kemudian bergerak ke bawah. Ia tahu bahwa sesuatu telah menonjol di antara selangkangan pria itu. Meski berusaha menyembunyikan ekspresi wajahnya mati-matian, lelaki itu tak menyembunyikan reaksi alamiah tubuhnya.

Artem menyadari ke mana arah pandang sang istri. Ia berniat merapatkan kakinya demi menyembunyikan kejantanannya yang menegang namun gerakan tubuhnya terhenti ketika perempuan di hadapannya kembali menghardiknya.

Rasanya ia ingin menghilang saja karena merasa malu. Meski perempuan itu istrinya dan hal ini adalah reaksi yang wajar, namun ia tetap merasa tidak nyaman.

Entah kenapa, lehernya terasa seolah tercekik setiap ia merasa gugup dan ia akan batuk. Ia yakin [y/n] sudah menyadarinya, apalagi perempuan itu pintar. Ia juga tidak mengerti kenapa, tubuhnya memiliki refleks seperti itu.

Demi menutupi rasa gugupnya, lelaki itu bahkan memejamkan matanya dan terbatuk-batuk begitu parah hingga tubuhnya berguncang hebat. Batuknya bahkan tak berhenti setelah lebih dari sepuluh detik dan wajahnya memerah. Tenggorokan lelaki itu bahkan mulai terasa sakit dan kering.

[Y/n] berhenti dan mulai khawatir. Ia tahu seperti apa kebiasaan sang suami. Sepertinya kali ini lelaki itu begitu gugup hingga mulai batuk tak terkendali. Seluruh wajah lelaki itu memerah dan ekspresinya terlihat tidak nyaman.

"Kau baik-baik saja? Kuambilkan minum, ya."

"[Y/n] ...." Suara Artem terdengar seperti sedang tercekik ketika berusaha menyebutkan nama sang istri.

[Y/n] menyadari kalau situasi saat ini benar-benar serius. Sebagai seorang istri, tentu saja ia merasa khawatir kalau sang suami sudah seperti ini. Bagaimanapun juga, ia tetap mencintai lelaki itu dan ia tidak merasa senang kalau lelaki itu mengalami sesuatu yang buruk. Lagipula kekerasan yang ia lakukan saat bercinta bersifat konsensual dan ia bahkan tidak selalu melakukannya saat sedang bercinta.

[Y/n] segera melangkah mengambil gelas yang tersedia tanpa sempat membilasnya dengan air. Ia segera menuangkan air mineral dalam botol kaca ke dalam gelas, lalu setengah berlati ketika menghampiri Artem. Tubuh lelaki itu bahkan sudah gemetar dan ia segera menepuk-nepuk punggung lelaki itu.

Ia kemudian mendekatkan gelas berisi air ke bibir lelaki itu dan berusaha membantunya untuk minum. Untunglah, batuk lelaki itu mereda pada akhirnya.

"Kau gugup? Mau kuhentikan?" tanya [y/n] seraya menatap Artem lekat-lekat. Sorot matanya tak menyembunyikan kekhawatiran sama sekali.

Artem menggelengkan kepala dengan wajah memerah. Ia lantas berucap dengan suara yang terdengar serak dan parau, "Lanjutkan. Ini hadiahmu, [y/n]."

"Tenggorokanmu sakit? Mau minum lagi?" tanya perempuan berambut coklat itu dengan nada yang menyiratkan kekhawatiran.

Tanpa menunggu jawaban lelaki itu, [y/n] kembali memberikan segelas air dan membantu Artem memenggaknya. Leher jenjang lelaki itu yang sedikit menengadah serta bergerak dan menimbulkan suara tegukan sebetulnya terlihat seksi.

Ah, menyaksikan seorang Artem Wing di posisi lemah begini benar-benar menggemaskan namun membuatnya sedikit kasihan. [Y/n] segera meletakkan gelas di meja dan berucap, "Kalau kau tidak kuat dan mau berhenti, bilang, ya."

Artem hanya mengangguk. Rasa sakit di tenggorokannya belum hilang dan ia tak ingin banyak bersuara sebisa mungkin.

[Y/n] menyadari suatu hal, sang suami adalah orang yang masih gugup akan hal-hal semacam ini. Demi kebaikan bersama, ia memutuskan mengambil sebuah penutup mata berwarna hitam, lalu memasangkannya pada wajah Artem.

"Good boy," ucap [y/n] seraya mengelus rambut coklat lelaki itu layaknya mengelus seekor anjing yang patuh, sesudahnya ia mendekati wajah lelaki itu.

Bibir merah yang tipis dn lembut itu terlihat begitu menggairahkan. Aroma wine masih tercium samar-samar dan membuat [y/n] kembali ingin merasakannya. Ia segera melumat bibir lembut itu dan membuka mulutnya.

Ketika kedua bibir bersentuhan, [y/n] menyadari kalau Artem sedikit tersentak. Namun pada akhirnya lelaki itu membuka mulutnya, membiarkan salivanya bercampur dengan sang istri.

Sensasi napas yang hangat dan menggelitik membuat temperatur udara di sekitar seolah semakin panas. Gairah yang memuncak membuat vagina [y/n] seolah berdenyut-denyut.

[Y/n] melepaskan pagutannya dan mulai melepaskan borgol Artem serta melepaskan kemeja lelaki itu. Ia mengusap tubuh lelaki itu dan dengan sengaja membuat lelaki itu tergelitik dengan ujung jemarinya.

Artem merasa tak tahan lagi. Tubuhnya yang mudah geli berguncang dan ia mulai tertawa sebagai refleks dengan suaranya yang dalam.

[Y/n] menepuk punggung telanjang Artem dengan keras hingga meninggalkan bekas kemerahan di kulit lelaki itu lalu berucap, "Kau yakin masih bisa tertawa soal ini, Artem Wing?"

Artem terdiam. Tenaga [y/n] cukup kuat untuk seorang perempuan. Punggungnya langsung terasa panas dan nyeri sesudah tangan perempuan itu mendarat di tubuhnya.

[Y/n] segera melepaskan ikat pinggang Artem, kemudian kancing celana dan seleting. Ia meletakkan tangannya pada selangkangan lelaki itu dan menyadari bahwa kejantanan Artem mulai sedikit menegang sehingga [y/n] menepuknya dengan keras.

Rasa panas seketika menjalar pada area pribadi Artem. Bibir lelaki itu refleks terbuka dan mengerang kesakitan seraya merapatkan kedua kakinya.

"Kakimu!" seru [y/n] seraya membuka kedua kaki Artem dengan paksa dan ia meremas kejantanan lelaki itu dengan tangannya.

"Nnnghh!"

Sial! Suara Artem yang menahan diri untuk tidak berteriak karena kesakitan malah terdengar begitu menggairahkan. [Y/n] segera melepaskan celana lelaki itu secepat yang ia bisa sehingga kini tubuh lelaki itu tak tertutup sehelai benangpun selain penutup mata.

Kulit Artem yang putih dan mulus tampak menggairahkan. Rasanya, kalau sedikit dinodai akan lebih menarik. Lelaki itu benar-benar menjaga kebersihan hingga mencukur semua bulu-bulu tebal yang menganggu, membuat setiap bagian tubuhnya dapat terlihat jelas.

[Y/n] menarik tangan Artem dengan kasar dan mencengkram perngelangan tangan lelaki itu. Kemudian ia menghempaskan tubuh lelaki itu ke tempat tidur dan memasangkan borgol pada tangan dan leher lelaki itu. Selain itu ia juga memasang borgol pada pergelangan kaki Artem sehingga lelaki itu tak bisa bergerak ke manapun.

[Y/n] mengambil lilin beraroma sandalwood yang telah dinyalakan lebih dari sepuluh menit yang lalu. Ia menatap tubuh Artem lekat-lekat, mengamati keindahan tubuh lelaki itu dengan jarak lebih dekat. Ia segera menuangkan cairan lilin itu ke puting Artem.

Terdengar suara hembusan napas berat yang tertahan. Lelaki itu menahan diri agar tidak menjerit meski rasanya benar-benar tidak nyaman.

[Y/n] beralih pada kejantanan sang suami yang sedikit menegang. Ia menyentuh penis dengan ujung yang berwarna kemerahan itu dengan tangannya sendiri. Diameter lelaki itu lumayan besar dan cukup panjang, dengan bentuk yang tidak bengkok sehingga lebih nyaman saat penetrasi. Ia segera menuangkan cairan lilin yang tersisa pada ujung penis Artem dan membuat lelaki itu berteriak.

"Aaargh! Aargh!"

Tubuh Artem menggelinjang namun tangannya terikat sehingga ia tak bisa melakukan apapun. Rasanya benar-benar menyakitkan.

[Y/n] segera memasang ring besi dan memasukkannya melalui ujung penis Artem, berniat meletakkannya pada pangkal penis, dekat biji pelir. Ia juga memasang ring di kepala penis dan mengeratkannya. Lelaki itu belum boleh ereksi, ini bahkan baru permulaan.

Ia juga mengambil mesin seks dengan ujung berbentuk pipih dan tumpul. Ia mengambil sebotol pelumas berwarna ungu dan mengusapnya pada anus sang suami dan sedikit memasukkan jarinya. Tidak diragukan lagi, lelaki itu benar-benar menjaga kebersihan tubuhnya.

Ketika lubang anus lelaki itu mulai lebih longgar, [y/n] segera memasukkan ujung mesin seks ke anus Artem dan mulai menyalakannya serta mengatur getarannya ke level rendah. Keberadaan batang besi yang meski tidak masuk seluruhnya itu membuat Artem merasa tidak nyaman. Tubuhnya benar-benar nyeri dan bibirnya mengerut menahan sakit.

[Y/n] segera mengaturnya ke level medium dan gerakan mesin seks itu menjadi lebih kencang. Bokong Artem bergetar mengikuti vibrasi mesin.

"Aargh! [Y/n]! Sakit!"

Sejujurnya teriakan Artem yang terdengar kesakitan dan putus asa benar-benar membuat bergairah. [Y/n] bahkan sudah menyentuh vaginanya sendiri. dengan ujung jari. Entah kenapa area klitorisnya terasa gatal, seolah ada cairan yang akan keluar. Liang vaginanya bahkan sudah basah.

"Aaargh!"

Artem kembali menjerit kesakitan. Rasanya [y/n] ingin melihat ekspresi wajah lelaki itu. Raut wajah lelaki itu pasti masih terlihat tampan.

[Y/n] sedikit menyingkap penutup mata lelaki itu sementara Artem terus menjerit kesakitan. Bibir lelaki itu sesekali menggumamkan nama sang istri dengan suara yang lirih. Kini, beberapa tetes air mata menetes secara refleks meski kedua matanya tertutup.

Menyadari sang istri berada di hadapannya, Artem memberanikan diri membuka mata. Iris birunya bertemu pandang dengan iris hazel sang istri. Manik biru itu tampak berkaca-kaca sebelum ia kembali memejamkan mata karena gugup.

[Y/n] kembali memagut bibir lelaki itu. Sesekali ia merasakan bibir lelaki itu sedikit gemetar karena kesakitan. Ia segera melepaskan bibirnya dan beralih pada leher jenjang Artem.

Leher putih mulus itu juga menggairahkan. Rasanya ia perlu meninggalkan tanda kepemilikan di sana, memberitahu orang-orang bahwa Artem Wing adalah miliknya dan bukan siapapun.

[Y/n] segera memagut leher jenjang Artem, kemudian menancapkan giginya serta menggigit. Kulit lelaki itu lembut serta sedikit kenyal, seolah menikmati marshmallow yang kenyal namun dengan tulang di dalamnya.

"Aaaargh!" Artem menjerit semakin keras ketika [y/n] menggigit lehernya. Gigitan [y/n] terasa sakit, namun membuatnya bergairah dan geli. Akan tetapi, penisnya tak dapat ereksi karena tekanan ring itu.

"Aduh, kalau berteriak-teriak terus, nanti kau serak," ujar [y/n]. Ia mematikan mesin seks dan mengeluarkan batang itu dari anus sang suami. Namun belum sempat lelaki itu menarik napas lega, ia segera meremas bokong mulus yang padat namun lumayan berlemak itu.

"Bokongmu benar-benar membuatku gemas, deh," ucap [y/n]. Ia merasa tak tahan lagi dan mulai memukul-mukul bokong Artem sedangkan lelaki itu mendesah.

Kulit bokong lelaki itu benar-benar lembut dan membuat [y/n] semakin gemas. Kulit lelaki itu mudah memerah dan terasa hangat ketika disentuh. Sesekali, [y/n] bahkan mulai meremas-remasnya.

Artem merasa bersyukur karena sang istri memakaikan penutup mata. Seandainya ia benar-benar harus bertatapan dengan perempuan itu sekarang, ia pasti benar-benar gugup. Sejak tadi, tubuhnya terasa sakit. Sekarang ia bahkan tak yakin kalau ia bisa duduk di atas kursi keras. Namun di saat yang sama ia juga merasakan sensasi yang sulit dijelaskan. Ia merasa sakit, namun ia tak keberatan merasakannya lagi jika [y/n] yang melakukan itu padanya.

Perempuan itu sekarang meremas-remas bokongnya yang terasa panas. Ketika sensasi tangan lembut itu menyentuh bokongnya sendiri, ia merasakan kehangatan yang lembut di belakang sana.

Ketika perempuan itu mulai mencambuk sekujur tubuhnya, ia secara refleks berguling dan [y/n] segera menahan bahunya. Ia merasa nyeri, terlebih karena [y/n] mencambuk punggung, anus dan sesekali kejantanannya. Ia merasa geli ketika cambuk itu menyentuh penisnya.

"Kalau kau terus berteriak begini, bisa-bsa kau tidak bisa bersuara di persidangan, lho," ucap [y/n] seraya menepuk punggung sang suami. Ia sudah merasa cukup dengan menikmati teriakan lelaki itu, lalu memasangkan mouth gag serta membiarkan lelaki itu mengigit bola empuk itu ketimbang berteriak.

[Y/n] kembali mencambuk lelaki itu lagi. Ia sendri sudah benar-benar bergairah dan vaginanya semakin berdenyut. Putingnya juga sudah menegang sejak tadi. Ia sepenuhnya menikmati fisik Artem Wing, hingga suara teriakan tertahannya.

Ia kembali menghampiri Artem, lalu mulai menjilati leher lelaki itu. Lidahnya bergerak turun, menjalar ke bagian dada, lalu pada puting. Puting lelaki itu pun sedikit menegang karena gairah. [y/n] segera menggigit dada lelaki itu, sedangkan putingnya sendiri bersentuhan dengan kulit lembut Artem dan membuatnya juga merasa geli.

Lidah [y/n] menjilat puting sewarna kulit milik Artem, lalu bergerak turun hingga ke tangan lelaki itu yang terikat borgol. Jari-jari lelaki itu lenting dan panjang dengan telapak tangan yang lembut dan lumayan hangat. Jemari indah Artem benar-benar menggairahkan. Rasanya ia harus membuat jari-jari itu masuk ke dalam vaginanya nanti.

[Y/n] mengecup jari lelaki itu sebelum mulai menjilati setiap bagian jemari lelaki itu bagaikan seekor kucing yang menjilati sesamanya. Setelah puas, ia melepas penutup mata lelaki itu dan meletakannya di nakas. Ia bisa melihat raut wajah itu sekarang, raut wajah yang terlihat sangat pasrah dan kesakitan.

Rasanya benar-benar menyenangkan menjadi satu-satunya perempuan yang pernah melihat Artem dengan raut wajah seperti ini. Lelaki itu terlihat rapuh saat ini dan tidak melawan sama sekali, bagaikan seekor anjing.

"Artem, buka matamu."

Lelaki itu menuruti ucapan sang istri. Ia membuka mata dan terkejut mendapati sang istri sudah telanjang. Wajahnya benar-benar memerah dan ia cepat-cepat memejamkan mata. Ia merasa gugup melihat tubuhnya sendiri dalam posisi seperti ini dan membayangkan apa yang sesungguhnya ia lalui tadi membuatnya merasa ingin menghilang saja.

[Y/n] tersenyum maklum. Sepertinya memang perlu waktu lama untuk membuat lelaki semacam Artem tidak lagi gugup dalam hal seperti ini.

Ia segera melepaskan ring pada kejantanan Artem, lalu menjilatnya. Kejantanan lelaki itu kembali menegang dan mulai terlihat memerah. [Y/n] segera menjilatnya, berusaha merangsang lelaki itu.

[Y/n] menyentuh biji pelir sang suami lalu meremasnya dengan pelan dengan satu tangan. Tangan lainnya memegang penis lelaki itu dan kemudian mulai menghisap air mani yang perlahan merembes keluar.

Cairan itu sedikit amis dengan rasa yang sedikit asin, namun [y/n] tak ragu untuk menghisapnya serta memasukkan ujung penis itu ke mulutnya sendiri. Sesudah selesai, ia kembali menjilat seraya perlahan mengeluarkan benda itu dari mulutnya.

Sudah selesai. Rasanya sudah cukup ia memuaskan diri dengan melakukan apapun yang ia inginkan pada tubuh lelaki itu. Sekarang, ia perlu sungguhan dipuaskan. Lelaki itu tak akan bisa melakukannya selama tubuhnya masih terikat. Lelaki itu juga masih terlalu pemalu jika ia minta untuk menjilat vaginanya.

[Y/n] segera melepas mouth gag serta borgol yang mengikat tubuh Artem lalu menyingkirkannya. Lelaki itu baru berani membuka mata sesudahnya dan ia langsung memeluk [y/n] dengan lembut, membiarkan perempuan itu merasakan kehangatan tubuhnya.

Kalau boleh memilih, Artem tetap pada preferensinya bercinta dengan penuh sentuhan lembut, pelukan, serta kecupan dengan ritme yang tidak cepat. Namun jika sang istri berniat bercinta dengan cara tadi, ia lebih menikmati jika perempuan itu melakukan apapun yang diinginkan pada tubuhnya. Jika ia diminta melakukan sebaliknya, ia tak akan bisa bergairah karena merasa tidak tega. Ia terlalu mencintai perempuan itu dan merasa ingin melindunginya, bukan sebaliknya.

"Mau mandi?" tanya Artem.

[Y/n] mengangguk, lalu berucap, "Aku ingin menyiapkan air hangat di bak. Kita perlu berendam air hangat malam ini."

Artem memahami maksud perempuan itu. Maksudnya, ronde kedua.

.

.

Kehangatan air dengan aroma mawar yang merengkuh kedua insan berlainan jenis itu terasa benar-benar menenagkan. [Y/n] menggelinjang tertahan ketika kejantanan Artem perlahan memasuki vaginanya, sedangkan pinggang lelaki itu mulai bergerak maju mundur.

Tangan lelaki itu memeluk tubuh [y/n], sedangkan [y/n] membalas pelukan sang suami seraya memejamkan mata. Tanpa bicara, hanya kehenigan yang mengalir di antara mereka disertai suara air yang bergerak.

Namun bercinta dengan posisi klasik semacam ini tidak buruk. Setiap sentuhan lembut lelaki itu seolah meneriakkan 'aku cinta padamu', juga perasaan aman dan terlindungi. Lelaki itu sungguh melindunginya dalam situasi apapun, dan ia merasa bahagia.

"Aargh ...." [Y/n] mendesah penuh nikmat. Ia menyadari sebuah cairan hangat baru saja keluar di dalam vaginanya.

[Y/n] merasa benar-benar bahagia hari ini. Bagaimana tidak? Ia bisa menghabiskan momen intim bersama sang suami, juga menuntaskan gairahnya.

Rupanya stamina lelaki itu cukup oke. Bahkan sanggup melakukannya lebih dari satu ronde. Entah berapa lama waktu yang telah berlalu, namun sepertinya ini perlu diakhiri.

Artem mengeluarkan kejantanannya dari vagina [y/n] dan menangkup wajah [y/n] dengan jemarinya yang lentik. Lagi-lagi, kedua mata itu berpandangan.

Lelaki itu sudah kehilangan perasaan gugup yang semula ia rasakan dan ia kemudian mengecup bibir [y/n]. Namun [y/n] segera mencium bibirnya dan ia memejamkan mata sejenak lalu membalas ciuman perenpuan itu.

Pada akhirnya, ia memutuskan keluar dari bathtub terlebih dahulu dan berjongkok. Tubuhnya mulai terasa lelah dan ia segera membelai rambut [y/n] dengan lembut.

"Maaf, aku mengantuk," ujar Artem.

[Y/n] tersenyum tipis dan menggelengkan kepala. Ia merasa nyaman dengan perlakuan lembut lelaki itu. Lelaki itu sungguhan memandang kesetaraan di rumah tangga, hingga meyakini bahwa seks bukan soal kenikmatan suami saja, melainkan suami dan istri. Sekarang, lelaki itu bersalah karena tidak bisa memuaskannya.

"Ini hadiahmu? Hadiahnya masih kurang, nih," ucap [y/n] seraya mengerucutkan bibir meski sesungguhnya ia.mati-matian menahan tawa. Sesekali, ia perlu mempermainkan lelaki itu.

"Kalau begitu, ada sesuatu yang kau inginkan? Aku akan menyiapkannya untukmu, [y/n]," ucap Artem dengan raut wajah serius.

"Besok aku mau menikmati makanan buatanmu seharian."

Artem langsung mengangguk tanpa berpikir dua kali. Ia segera berucap dengan nada suara yang lebih lembut, "Kau mau makan apa [y/n]?"

"Ikan Song Sao buatanmu. Sisanya terserah," sahut [y/n] seraya membayangkan sup ikan dengan arak beras yang dibuatkan Artem di musim dingin atau ketika ia sedang sakit.

"Terserah aku? Bagaimana kalau kita memasak bersama? Ada resep yang mau kucoba."

Sebetulnya kemampuan memasak [y/n] tidak sebanding dengan Artem. Ia hanya bisa memasak hidangan sederhana. Namun kalau ia harus memasak bersama Artem, ia akan melakukannya dengan senang hati demi menghabiskan momen bersama.

"Mohon bantuannya, Chef," goda [y/n] sambil memperlihatkan raut wajah serius.

Wajah Artem langsung merona. Lelaki itu menggelengkan kepala dan menyahut, 
"Hmm? Jangan bicara sembarangan. Kemampuan memasakku biasa saja."

[Y/n] mengulurkan tangan dan menyentuh wajah Artem serta mencubitnya, membuat wajah lelaki itu semakin memerah. Ia kemudian berusaha bangkit berdiri dengan berpegangan pada tepi bathtub, namun lelaki itu langsung berdiri dan memegang tangannya.

"Awas. Nanti kau jatuh."

Kali ini [y/n] tersipu dengan wajah memerah. Rasanya, memiliki seorang suami seperti Artem adalah hadiah terbaik dalam hidupnya. Ia sangat beruntung memiliki seorang suami yang juga merupakan partner yang saling membantu dalam kehidupan profesional dan personal serta mentor terbaiknya.

Ia mencintai Artem Wing dan tak mau menukarnya dengan apapun di dunia ini. Tanpa harus mendengarnya setiap hari atau setidaknya sebulan sekali, ia yakin perasaan lelaki itu juga sama.

-Tamat-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top