1. Hadiah

Kunikida pun memberi hadiah yang tak terduga oleh Dazai, sayangnya Dazai Osamu harus menolak hadiah itu.

.
.
.
.
.

This Story by Raizel_Frank

Bungou Stray Dogs by Kafka Asagiri and Sango Harukawa.

.
.
.
.
.

Setelah pesta kecil-kecilan untuk merayakan ulang tahun Dazai Osamu, anggota agensi pun memutuskan untuk pulang ke apartemen masing-masing. Memang, sudah waktunya untuk pulang kerja, toh mereka sudah melakukan pekerjaan mereka.

Kantor agensi pun terlihat sepi, tapi tidak kosong. Nyatanya ada dua manusia yang masih bertahan di tempat itu. Yang satu sibuk mengetik di laptop, dan satunya lagi entah melakukan apa, mungkin hal random.

"Aku bosaaan" keluh pria berperban yang sedang duduk di kursi putarnya, setengah tubuhnya terletak begitu saja diatas meja. Kepalanya menengadah, menatap rekan didepannya yang masih sibuk mengetik.

"Kunikida-kun" panggil Dazai lemas, dan tentu saja tak ditanggapi oleh si pirang kotor itu. Hening yang menyelimuti membuat suara ketikan jari Kunikida mendominasi. Hingga mungkin, Dazai tak nyaman akan hening yang tak berakhir-jika tak diakhiri

"Kunikida-kun, aku memanggilmu." Usaha kedua Dazai berhasil membuat si kacamata berhenti dan menatap dirinya. Cengiran yang khas pun Dazai perlihatkan secara percuma.

"Ada apa?"

Hanya itu yang keluar dari bibir Kunikida, singkat, padat, dan jelas. Dazai sedikit menghela nafas dan menegakkan tubuhnya.

"Aku hari ini berulang tahun loh.." Sedikit mengode untuk menggoda tak apa kan? Tapi sepertinya hal itu Dazai lakukan tak tepat pada waktunya. Nyatanya Kunikida hanya diam dan memasang ekspreksi seakan berkata 'lalu? Aku tau itu. Bukankah tadi kita merayakannya?'

Dazai menghela nafas lagi, sejak kapan Kunikida menjadi tak begitu peka?
"Kau belum memberiku hadiah." Sepertinya jika masalah ini, Dazai harus to the point.

Hening kembali menyelimuti, kali ini tak ada suara lain selain jangkrik yang berkerik. Kunikida mengerjabkan mata atas permintaan Dazai tadi.

Hadiah?

Dazai meminta hadiah ... bukan?

Dazai melihat Kunikida membenarkan kacamatanya dan menarik laptop mendekat.
"Kau mau apa?" Ucapan yang terdengar berhasil membuat pria makarel itu tersenyum lebar.

"Kunikida-kun tak menyiapkan hadiah untukku?"

Wajar saja jika Dazai bertanya begitu, sebagai teman dan rekan yang baik, seharusnya Kunikida menyiapkan hadiah untuknya.

Bukannya bertanya lagi pada Dazai.

Jemari Kunikida kembali terhenti, menatap Dazai dengan polosnya seperti tak ada dosa.
"Kau yakin ingin aku yang memberi?" Dan berhasil membuat heran seribu pikiran.

Ada apa dengan Kunikida?

Dazai pun hanya mengangguk pelan, ia ingin melihat seperti apa hadiah yang sudah disiapkan Kunikida untuknya.

Dengan cekatan Kunikida menutup laptopnya, membenarkan kembali letak kacamata, dan menatap lekat manik cokelat Dazai.

"Kau selalu ingin partner bunuh diri kan?"

Tunggu, apa? P-partner? Sekali lagi Dazai hanya mengangguk pelan. Yaa, dia memang tak bisa tak mengakuinya kan? Tapi kenapa Kunikida tiba-tiba memba-

"Kalau kau mau, aku bersedia menjadi partner bunuh dirimu."

Perkiraan yang tak pernah sekalipun terlintas diotak jenius Dazai tiba-tiba terucap begitu mudahnya oleh Kunikida.

Entah untuk yang keberapa kali, suasana di kantor kembali menghening. Dazai menatap Kunikida seakan tak percaya, sedangkan Kunikida hanya menampilkan wajah polos tanpa dosa.

"E-etto ... Kunikida-kun, kau tau aku ingin bunuh diri dengan wanita cantik bukan?"

Ya, itu tak perlu ditanya lagi. Semua orang tahu keinginan gila Dazai itu, dan Kunikida termasuk yang mengetahui sangat jelas.

"Tapi ... kau laki-laki, Kuni-"

"Apa karena aku tak cantik?"

"E-eh apa?"

Lagi-lagi Dazai dibuat spechless oleh sikap Kunikida, ada apa dengannya hari ini, hah?

Dalam diam yang kembali mendominasi, Kunikida menunduk. Dengan lembut melepas ikatan ponytail yang mengekang rambutnya, membiarkan rambut panjang itu terurai. Jari-jemari lentik Kunikida menyisir rambut, helainya dengan lembut melewati sela-sela jari.

Oke, mari masuk ke dunia romantis picisan untuk sebentar.

Entah karena apa, mungkin sekarang bumi sedang mendukung adegan ini.

Cahaya bulan yang bersinar terang, menyinari Kunikida dengan begitu indahnya. Ekspreksi kaku yang biasa tertampil di wajah itu pun seakan meluap, malah menampilkan wajah sedih dengan pipi sedikit memerah. Manik jade green yang biasanya tajam, berubah menjadi sayu nan lembut.

Sial! Apa dunia berkonspirasi untuk membuat iman Dazai hancur berkeping?

"Ma, apapun yang kulakukan ... aku takkan bisa menjadi cantik seperti yang kau inginkan."

Dazai tersadar dan menatap Kunikida heran.

"K-Kunikida-kun, ada a-"

"Kau pasti lebih memilih Nakahara-san. Sudah pasti, saat melihatnya dari foto saja aku mengira ia wanita."

"Chotto, Kuni-"

"Atau kau akan memilih Atsushi ... walaupun begitu, ia lebih imut. Atau juga Akutagawa ya-"

Brak!

Ucapan Kunikida terhenti begitu saja saat Dazai menggebrak meja dan menarik kerahnya begitu saja hingga ia berdiri.

Brown bertemu jade green.

Dazai menatap Kunikida tajam, jarak mereka pun hanya terpaut lima senti. Hening lagi-lagi betah mendominasi.

Kerah Kunikida terlepas, Dazai memutuskan kontak pandangan dan kembali duduk di kursi putarnya. Helaan nafas yang terdengar membuat Kunikida lagi-lagi menunduk.

"Maaf, tapi bukan karena itu aku menolak. Aku tak mau kau mati, Kunikida-kun." Ucap Dazai saat memastikan Kunikida juga duduk dikursinya.

"Kenapa?" Tanya Kunikida dengan suara pelan, tidak, itu lebih mirip bisikan. Walaupun begitu, Dazai tetap bisa mendengarnya.

"Karena kau temanku. Aku tak mau mati dengan temanku."

Ucapan Dazai membuat Kunikida mendongak menatapnya. Masih terdiam walaupun ekspreksi tampak kaget.

"Dan satu hal lagi, kau tampak 'cantik' jika begitu." Lanjut Dazai sambil menggaruk pipinya walaupun tak gatal.

Kunikida mengerjabkan mata, memalingkan wajah, dan dengan gugup berkata, "A-apa-apaan itu? Kuso jisatsu maniac!" Walaupun begitu, senyum tipis terulas dibibirnya.

Tentu saja, tak luput dari mata Dazai.

"Jadi, kau benar-benar tak menyiapkam hadiah untukku?"

Ucapan Dazai membuat Kunikida sedikit terperanjat, menoleh menatap Dazai dengan kikuk.
"M-maaf?"

Dazai menghela nafas, entah sudah keberapa kali. Tubuhnya bangkit dan berjalan mendekat ke Kunikida yang masih terduduk.

"Baiklah, akan kuambil hadiahku sendiri"

Kunikida hanya mampu terdiam saat kecupan mendarat di bibirnya. Tunggu, Dazai tadi ... menciumnya.

"Otanjoubi Omedetou to me." Bisik Dazai yang berhasil membuat Kunikida terdiam memerah.

Kunikida memang memberi hadiah, walaupun Dazai menolak. Tapi, Dazai mengambil 'hadiah'nya yang lain.

END

Happy birthday my precious Dazai!

Raizel_Frank disini!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top