Fakta Sejarah & Lini Masa




"Fakta" Sejarah:

Cerita ini berlangsung dalam semesta paralel (alternate universe) dan berlatar di Kekaisaran Jepang. Keadaan dalam semesta ini dilandaskan ketika Armada Perang Mongolia menyerang Jepang di tahun 1274 dan 1281, di mana kamikaze tidak pernah terjadi dan Pulau Kyūshū berhasil dikuasai.


Lini Masa:

1230–1231: Paceklik Kan-Gi
Erupsi beberapa gunung merapi secara sekaligus melanda Jepang. Hal ini menyebabkan perubahan cuaca ekstrem, kegagalan pertanian, dan berujung pada bencana kelaparan besar. Situasi yang semakin buruk membuat penduduk Kyūshū menyeberangi lautan untuk menyerang kota-kota pesisir di wilayah Goryeo.


1274: Invasi Mongolia Pertama
Setelah Jepang berulang kali mengabaikan upaya "diplomatis" yang dilakukan oleh Kekaisaran Mongolia, Kublai Khan mengirimkan ekspedisi militer pertamanya ke Jepang melalui armada gabungan Dinasti Yuan dan Goryeo. Armada tersebut berhasil mengarungi keganasan laut di sekeliling Tsushima, mendarat di Teluk Hakata, dan merebut ibu kota Kagoshima, yaitu Dazaifu. Mereka membangun basis militer di kota tersebut sebagai persiapan invasi kedua.

Pendudukan ini juga dilatarbelakangi oleh balas dendam atas serangan terhadap Goryeo 40 tahun silam.


1281–1301: Invasi Mongolia Kedua
Armada Mongolia menginvasi Pulau Kagoshima dan mengambil alih titik-titik komando strategis. Pada tahun 1301, mereka juga berhasil menguasai kepulauan Shikoku, menyebabkan wilayah Kekaisaran Jepang terbatas hanya pada Honshū dan Hokkaido. Kublai Khan semakin menuntut Jepang untuk tunduk di bawah pemerintahannya.


1293: Gempa Kamakura
Gempa Kamakura mengguncang Region Kanagawa. Hal ini menyebabkan melemahnya kestabilan Kekaisaran Jepang, ditambah pula kekacauan dari ketidakpuasan rakyat terhadap keshōgunan di masa itu.


1331–1333: Insiden Kamakura
Kaisar Go-Daigo memulai pemberontakan terhadap Keshōgunan Kamakura. Pemerintah Mongolia yang mendiami Pulau Kagoshima dan Shikoku berpihak kepada Kaisar Go-Daigo, sehingga pada tahun 1333 berhasil menjatuhkan Keshōgunan Kamakura. Era ini mengawali berdirinya Dinasti Shūkoku (龍國, "Negeri Para Naga").

Pemerintah Mongolia mengambil alih fungsi samurai sebagai badan militer, sehingga samurai kehilangan pengaruh politik dan disingkirkan dari pusat kekaisaran. Sementara itu, jalan raya benteng dibangun di seluruh Jepang untuk menghubungkan pusat pemerintahan Mongolia di Pulau Shikoku hingga ke Kyoto dan kota-kota penting lainnya.


1337: Pemberontakan Samurai
Klan-klan samurai yang merasa terkhianati memutuskan untuk menggulingkan Kaisar Go-Daigo. Namun, upaya mereka dihancurkan oleh kekuatan militer Kekaisaran dengan bantuan dari pasukan Mongolia. Klan samurai yang tersisa terpaksa mundur ke Region Kantō dan sekitarnya.


1341: Era Dua Dinasti
Beberapa faksi samurai yang berbeda mengakhiri perseteruan di antara mereka, lalu membentuk aliansi baru yang kemudian dinamakan Dinasti Domugi (毒麦朝, "Dinasti Rumput Darnel"). Aliansi ini berpusat di Region Kantō dan dipimpin oleh Klan Ishinari dari Edo. Perang saudara terus berlangsung antara Shūkoku dan Dinasti Domugi selama ratusan tahun.


1356–1370: Kemerosotan Kekuasaan Mongolia
Goryeo yang di masa itu berada dalam pemerintahan Raja Kongmin, melepaskan diri dari kekuasaan Mongolia. Di rentang waktu yang sama, stabilitas Dinasti Yuan terus mengalami keretakan sejak 1340-an. Di tahun 1370, pasukan Dinasti Ming mengambil alih kota Yingchang dan mengusir sisa-sia penduduk Dinasti Yuan kembali ke Mongolia, menyebabkan berakhirnya kekuasaan Dinasti Yuan. Dengan demikian, Mongolia kehilangan pengaruh politiknya di daratan Cina.


1370–1373: Berakhirnya Pengaruh Mongolia atas Jepang
Para bangsawan Dinasti Shūkoku yang berasal dari keturunan murni Yamato menyadari melemahnya pengaruh Mongolia. Mereka merencanakan pemurnian pemerintah dari kekuasaan Mongolia. Pada 1373, Kaisar Uskhal Temür yang berkuasa di Jepang tewas dalam sebuah upaya pembunuhan. Shūkoku mengangkat Kaisar Go-En'yu sebagai pemimpin Jepang yang baru. Begitu menduduki Takhta Dewa Naga, Kaisar Go-En'yu memerintahkan "pembersihan" atas sisa-sisa Mongolia.


1372: Manuver Militer Dinasti Domugi
Memanfaatkan pergolakan politik di pusat Kekaisaran Jepang, Ishinari Komatsu memimpin Dinasti Domugi dalam menginvasi wilayah kekuasaan Shūkoku. Hubungan antara Shūkoku dan Dinasti Domugi semakin keruh, ditandai dengan peperangan yang berlangsung selama tiga tahun berturut-turut.


1375–1869: Eon Persepakatan Damai Sementara
Pertempuran antara Dinasti Shūkoku dan Domugi secara tidak resmi dihentikan karena kekacauan yang melanda kedua belah pihak akibat beragam pemberontakan internal, bencana alam, dan wabah. Sebuah badan aristokrasi didirikan untuk menengahi kedua dinasti tersebut selama eon berlangsung, meskipun pada akhirnya dipenuhi dengan konflik internal.


Juli 1869: Gempa Mino–Ōwari dan Insiden Wanouchi
Sebuah kereta api tengah melintasi rel penghubung Provinsi Mino dan Ōwari ketika gempa lokal melanda Dataran Nōbi yang berada di wilayah tersebut. Akibatnya, kereta tersebut terguling keluar dari lintasan rel. Di antara para penumpang yang selamat terdapat beberapa bangsawan dari Dinasti Domugi, yang kemudian mengungsi ke kota terdekat bernama Wanouchi. Kota tersebut berada dalam wilayah kekuasaan Shūkoku.

Beberapa hari setelah peristiwa gempa, sekelompok bandit menghampiri Wanouchi dan menjarah para pengungsi. Terjadi perlawanan sengit yang berujung pada pembantaian terhadap bangsawan Dinasti Domugi. Kabar tentang insiden itu sampai kepada pemerintah Dinasti Domugi, sehingga berujung pada berakhirnya persepakatan damai selama ratusan tahun di antara kedua dinasti tersebut.


1870: Akhir Persepakatan Damai
Ketidakmampuan Shūkoku dalam mempertanggungjawabkan ketidakadilan atas pembantaian bangsawan Dinasti Domugi di Wanouchi membuat pihak yang dirugikan merasa tidak puas. Hal ini berujung pada agresi militer oleh Dinasti Domugi.

Ishinari Tokiyasu dari Dinasti Domugi diam-diam membentuk pasukan khusus, merancang manuver militer, dan berhasil mengambil alih kota-kota perbatasan milik Shūkoku. Pertempuran panjang pun kembali terjadi. Kekuasaan Dinasti Domugi terus meluas hingga ke Provinsi Tōtōmi dan Shinano, serta beberapa wilayah strategis di pesisir utara. Jalan raya benteng dibangun kembali dan diperkuat di sepanjang pesisir utara dan selatan agar mengokohkan lalu lintas militer.


1887–1888: Insiden Kyoto
Kaisar Go-Shi'en yang berpihak kepada Shūkoku dibunuh oleh para simpatisan Dinasti Domugi yang berada di Kyoto, menyebabkan kekacauan di kota tersebut.

Memasuki musim dingin Desember 1886, pasukan Dinasti Domugi berhasil mengepung Provinsi Ōmi dan Ise, serta mengisolasi sebagian dari wilayah Yamato. Pengepungan berlangsung hingga memasuki musim semi di bulan April 1887. Selama itu, kedua belah pihak kembali melakukan perundingan damai.

Pembangunan jalan raya berkubu tetap dilanjutkan.


1887–1888: Perang Musim Semi (戦争)
Perundingan damai gagal mencapai titik temu. Pasukan Dinasti Domugi maju dan menduduki Provinsi Yamashiro dan Yamato. Sebagian besar bangsawan Shūkoku meninggalkan Kyoto dan menyeberang mundur hingga ke Kagoshima.

Bulan Juni 1888, Dinasti Domugi berhasil mengambil alih Kyoto dan secara de facto mengakhiri kekuasaan Dinasti Shūkoku yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Pertempuran selama empat belas bulan ini dikenal sebagai Perang Musim Semi (戦争, Haru Sensō).


Agustus 1888: Supremasi Edo (江戸至上主義, Edo Shijōsugi)
Ishinari Tokiyasu dinobatkan sebagai Kaisar Shinmei dan memerintah selama lima tahun. Ibu kota negara secara resmi dipindahkan dari Kyoto ke Edo, region asal Klan Ishinari dan pusat pemerintahan Dinasti Domugi. Sisa-sia dari bangsawan Kaum Shūkoku pun ditundukan dan ditempatkan sebagai kepala daerah berpangkat kecil, di bawah pengawasan ketat pemerintah yang baru.

Pembangunan jalan raya berkubu terselesaikan. Tiga jalan utama terbesar adalah Tōkaidō, Nakasendō, dan Hokurikudō, yang menghubungkan Edo dan Kyoto.


1893: Peralihan Kekuasaan
Karena alasan kesehatan, Kaisar Shinmei turun takhta menjadi kaisar emeritus. Pemerintahan dilanjutkan oleh Putra Mahkota Takahiro, yang dilantik sebagai Kaisar Tenshō.


1908: Krisis Tenshō, Agresi Kaum Shūkoku
Kaisar emeritus mangkat. Namun, upacara pemakaman yang sakral dikacaukan oleh kemunculan seekor iblis yang membunuh hampir seluruh orang yang hadir. Kaisar Tenshō selamat dari bencana tersebut, tetapi kekacauan itu memberi dampak politik yang besar bagi pemerintahan Dinasti Domugi.

Di bulan Mei 1908, Kaum Shūkoku menyatakan pemberontakannya terhadap Dinasti Domugi. Pertempuran berlangsung selama enam bulan.


November 1908: Pertempuran Musim Gugur (秋の戦い)
Kendati bertahan selama enam bulan, pemberontakan Kaum Shūkoku diluluhlantakkan pada November 1908.


November 1908–1911: Krisis Tenshō Berlanjut
Jepang harus menghadapi bencana lain. Sekelompok besar iblis—berwujud sama dengan yang pernah muncul dalam upacara pemakaman kaisar emeritus—berdatangan dari Kanazawa, kemudian dari Nara, Osaka, Niigata, dan Himeji. Mereka membunuh semua orang yang ditemui, sehingga menebarkan teror ke seluruh negeri.

Setelah tiga tahun, pasukan Dinasti Domugi berhasil mengusir iblis-iblis itu dari wilayah pemerintahan, tetapi tidak mampu menghentikan serbuan mereka. Memanfaatkan keuntungan geografis dan dinding pertahanan yang mengelilingi perbatasan, mereka menghalangi iblis-iblis itu agar tidak masuk. Namun, dalam situasi tertentu tetap ditemukan kasus di mana mereka berhasil menyusup serta menghancurkan desa-desa setempat.


1911–Sekarang: Gakidō (餓鬼道)
Jepang memasuk sebuah era baru yang dipenuhi dengan krisis: terkurung dalam kungkungan tembok-tembok pelindung, di bawah ancaman iblis-iblis buas dan wabah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top