04. ASAKUSA, EDO
天省22年 10月 4日
4 Oktober, Tahun ke-22 Tenshō. 1915.
Tujuh tahun sesudah berakhirnya Pertempuran Musim Gugur.
——————————
MALAM ITU, ASAKUSA DILANDA HUJAN. Kishiga menjejakkan kaki keluar dari taksi dan mengembangkan payungnya, lalu berjalan menuju sebuah gang sempit. Kubangan-kubangan kecil menggenangi aspal, memantulkan cahaya lampu jalan dan bangunan. Setiap kali melangkah, jejak kakinya meninggalkan riak-riak yang bergolak bersama tetesan hujan. Pantulan lampu menjadi pudar.
Kishiga sesekali melompat menghindari genangan-genangan yang dalam. Ia menjaga agar tubuhnya tidak basah ketika angin bertiup dan menerbangkan rintik-rintik hujan, tetapi percikan air itu berhasil mengguyur paha dan betisnya. Payung tersebut tampak kekecilan jika dibandingkan dengan proporsi tubuh Sang Kapten.
Setelah kematian kakak laki-lakinya, Kishiga meninggalkan rumah kediaman di Kanda untuk kembali ke rumah masa kecil. Di sana ia tinggal bersama kakak ipar serta keponakan yang baru beranjak remaja. Sebelum berangkat ia bermaksud meminjam payung milik sang kakak ipar. Sayangnya, dengan keliru ia justru membawa payung milik keponakannya.
Kishiga menggigit bibir sembari menggigil.
Bunyi kecipak-kecipuk dari sol sepatunya meninggalkan kesan yang sepi di antara rinai hujan. Tidak seorang pun tampak di sepanjang gang kecil itu. Pagar batu setinggi bahu mengapit di sisi kiri dan kanan menyerupai sebuah miniatur labirin. Tetesan hujan mengetuk-ngetuk permukaan payung kelabu yang menutup tubuh Kishiga.
Beberapa jam sebelumnya, di sore hari, ia menerima pesan mendadak dari Jenderal Nagayama agar datang ke suatu tempat di Asakusa. Tepatnya ke sebuah kedai teh bernama "Shiramori", kedai teh kelas atas yang hanya disinggahi oleh kalangan tertentu.
Oleh sebab itulah ia sekarang berada di sini. Kishiga terus meniti langkah menyusuri gang sempit tersebut. Kemudian begitu tiba di persimpangan bercabang tiga, ia berbelok ke arah kanan dan memasuki gang yang lebih lebar. Gerbang "Shiramori" tampak di ujung gang tersebut. Sepasang lentera berwarna merah tergantung di depan gerbang. Sepasang gadis belia sedang berdiri seolah-olah tengah menantikan seseorang. Keduanya adalah hangyoku¹ yang bekerja di "Shiramori".
Langkah Kishiga lurus ke arah gerbang. Kedua gadis itu pun menyadari kedatangannya. Mereka membuka payung kertas yang dihiasi dengan motif bunga ajisai, berjalan di bawah rinai hujan, dan menghampiri Kishiga. Ayunan kaki mereka meninggalkan bunyi gemerincing yang ringan, seolah-olah menentang muramnya rinai hujan. Kaki mereka bergerak dalam langkah-langkah kecil yang anggun, tidak terusik oleh desir hujan yang gaduh.
Krincing .... Kedua gadis itu berhenti tepat di hadapan Kishiga. Suara genta kecil dari bakiak mereka pun ikut berhenti. Keduanya membungkukkan tubuh dengan sopan, dan salah satunya bertanya, "Tuan Kishiga?"
"Mm," sahut Kishiga singkat disertai anggukkan kecil.
"Mari ikuti kami, Tuan."
Kedua hangyoku itu pun berbalik dan berjalan menuju gerbang. Suara genta kembali terdengar, memikat pendengaran Kishiga dan membuat kakinya ikut melangkah dengan sendirinya. Di gerbang "Shiramori" terpampang aksara "白森" pada tabir merah yang menutupi pintu.
"Hutan Putih." Kishiga bergumam. Tangannya menyibak tabir tersebut dan melangkah masuk.
***
SALAH SEORANG DARI HANGYOKU ITU MEMBAWA KISHIGA ke sebuah ruang jamuan. Dari dalam terdengar nyanyian dan petikan dawai, diselingi dengan tawa beberapa orang pria. Kishiga termenung sejenak dan menengok pada arloji di tangan. Seketika ia menyadari bahwa tampaknya ia sengaja diminta datang lebih lambat dari waktu pertemuan yang sesungguhnya. Apa tujuan Jenderal Nagayama? Kishiga bertanya-tanya dalam hati.
"Ah! Kapten Kishiga sudah datang," ucap Sadayuki ketika melihat Sang Kapten memasuki ruangan. Beberapa kancing seragamnya dibiarkan terbuka. Sebelah lengan kemejanya digulung. Seorang geisha menemaninya sembari menggenggam segelas sake.
Kishiga kembali terdiam. "Apa yang dilakukan letnan muda ini di 'Shiramori'"?
Selain Sadayuki, beberapa orang lain juga berkumpul di sana. Semuanya adalah orang-orang berseragam. Para prajurit. Mereka menoleh ketika mendengar perkataan Sadayuki dan menyadari kehadiran Kishiga, lalu kembali berpaling dan menikmati jamuan.
Kishiga menutup pintu geser di belakangnya dan tetap berdiri sembari mengamati seisi ruangan. Sebuah meja panjang membentang di sisi ruangan besar itu. Jamuan terhidang di atasnya, memenuhi permukaan meja dari ujung ke ujung. Kemudian, perhatiannya terhenti pada seorang pria yang duduk paling ujung dari meja jamuan tersebut. Keberadaannya begitu mencolok. Garis-garis rambutnya sebagian beruban. Guratan-guratan kasar tertera di wajahnya. Namun, yang paling berkesan adalah nuansa yang terpancar darinya. Dominan dan kokoh.
Seseorang yang memiliki aura kepemimpinan yang kuat. Jenderal Nagayama.
"Selamat datang, Kishiga," sapa pria itu, sembari memberi isyarat agar sang tamu mengambil tempat bersama hadirin yang lain. Suaranya berat, tetapi tidak meninggalkan kesan mengancam, tenang dan mengandung kendali bagi siapa pun yang dituju olehnya.
Seorang geisha menghampiri Kishiga dan menuang sake ke dalam cawannya. Kishiga mengangkat cawan itu, mendekatkannya ke bibir dan meminumnya hingga tandas. Beragam kudapan yang menggugah selera terhidang di atas meja. Indah dipandang dan tentunya memanjakan lidah. Namun, perhatian Kishiga tetap tidak teralihkan dari Jenderal Nagayama.
Bagi Kishiga saat ini, yang "terhidang" di hadapannya adalah serangkaian pertanyaan yang sejak tadi berputar-putar di dalam kepala. Ia mengambil waktu untuk sekali lagi mengamati sekeliling dan menemukan beberapa wajah yang familier. Sebagian besar tamu jamuan adalah para atase militer yang memiliki jabatan terhormat. Baginya itu hal wajar, apabila Jenderal Nagayama mengundang orang-orang tersebut.
Namun, yang membuatnya heran adalah kehadiran prajurit-prajurit berpangkat rendah di antara para tamu terhormat. Bahkan Letnan Sadayuki, yang selama ini ia ketahui tidak pernah bergaul dengan para petinggi militer. Strata tamu yang hadir terlalu jomplang jika dibandingkan dengan sebuah undangan yang sewajarnya diadakan di suatu kedai teh, di mana privasi dan kerahasiaan adalah nilai yang dijunjung tinggi.
Kishiga menyimpulkan bahwa ini bukan sekadar jamuan biasa.
Salah seorang dari tamu-tamu itu menyadari raut wajah Kishiga. "Jenderal Nagayama, tampaknya ada hal yang membuat perasaan Tuan Kishiga kurang nyaman," tuturnya di sela-sela obrolan para tamu lain.
Kishiga menoleh pada tamu yang berbicara tersebut. Mayor Kawanishi Gunkan, komandan kavaleri lapis baja. Pamornya melambung sejak berhasil memimpin skuadron tank dalam pembebasan Osaka dari pendudukan Shūkoku ketika pemberontakan berlangsung.
Mayor Kawanishi meneruskan perkataannya. "Apakah Jenderal tidak keberatan untuk mengatakan sesuatu pada Tuan Kishiga?"
Sang Jenderal pun berdeham. Seisi ruangan sekonyong-konyong menjadi sunyi. Petikan dawai seketika terhenti. Para penyanyi diam dan terduduk, sementara para tamu mengatupkan mulut mereka. Atmosfer ruangan langsung berubah. Sang Jenderal telah mengambil alih seisi ruangan. Sosoknya yang sejak semula dominan, kini bahkan menjelma menjadi seperti raksasa. Segala yang ada di hadapannya seolah-olah tunduk.
"Dengarkan, Kishiga." Suara Sang Jenderal yang sedikit parau tertuju tepat pada Sang Kapten. "Bukan tanpa alasan aku mengundangmu datang. Ada sesuatu yang harus kusampaikan dan sejujurnya aku ingin meminta bantuanmu."
"Aku pasti mengusahakan segalanya untuk memenuhi permintaan Jenderal."
"Tentu," ucapnya. "Tentu kau akan mengupayakan apa pun demi ini." Kata-kata itu dipenuhi oleh keyakinan yang tidak membuat pendengarnya merasa diremehkan. Jenderal Nagayama mengatur nada bicaranya sedemikian rupa agar tidak meninggalkan kesan yang mengusik, tanpa kehilangan kekuatan untuk mengendalikan seisi ruangan.
"Ketahuilah, orang-orangku sudah menemukan beberapa pelukis sutra yang selamat dari pembantaian yang dilakukan Kaum Shūkoku, dan sekarang mereka dikumpulkan di suatu kota, di Provinsi Izumo."
Mendengar itu, Kishiga segera mengangkat wajahnya. Ia sungguh terperangah, 'tak bisa berkata-kata.
Sang Jenderal menyesap secangkir hiyaoroshi. "Kishiga, beberapa hari yang lalu Kaisar memanggilku. Yang Mulia ingin supaya para pelukis sutra itu tiba di Edo dengan selamat. Kau mengerti maksudku, bukan? Ini kesempatan kita untuk menyelamatkan Yasuyo."
Yasuyo. Adik perempuan Kishiga.
Dalam peristiwa pemberontakan Kaum Shūkoku, Yasuyo dan pelukis sutra lainnya diculik demi upacara Onikisei yang terlarang itu. Dari antara semua pelukis sutra yang terlibat, Yasuyo adalah salah satu yang selamat dari pembantaian para Shūkoku. Mereka menjadi tawanan di Kagoshima, di Pulau Kyūshū.
Kishiga meremas kedua pahanya. Ia tidak sanggup menatap wajah Jenderal Nagayama. "Terima kasih ... sudah mengizinkanku mengetahuinya."
"Meskipun berbeda ibu, kita tetap satu ayah. Kita satu darah. Artinya, Yasuyo juga adikku." Perkataan itu membuat Kishiga kembali tersentak. Selama ini ia dan Jenderal Nagayama sepakat untuk menyembunyikan tentang hubungan darah itu rapat-rapat.
"Kenapa Jenderal mengungkapkan itu di sini?"
"Memang tujuan utamaku adalah menyelamatkan Dinasti Domugi yang sekarang dilanda krisis berkepanjangan, tetapi keselamatan Yasuyo juga tidak kalah penting."
"Bagaimana mungkin Jenderal Nagayama dengan tenangnya membeberkan tentang kebenaran itu? Bahkan di hadapan para geisha dan hangyoku yang satu pun 'tak kukenal?"
Saat itulah Kishiga menyadari sesuatu. Jika demikian, jawabannya hanya satu.
"Semua yang ada di sini adalah orang-orang kepercayaanku." Jawaban Jenderal Nagayama seolah-olah memang tertuju pada pertanyaan yang tersimpan dalam benak Kishiga, seolah-olah ia dapat melihat tembus ke dalam hatinya. "Aku mau kau membantu kami, dan aku tahu kau akan melakukannya dengan segenap hati. "
Kishiga kini mengerti alasan Sang Jenderal mengundangnya ke tempat ini. Tidak akan ada yang curiga jika seorang petinggi militer mengadakan jamuan malam di kedai teh elite bersama para bawahannya. Terlebih lagi, untuk sebuah pertemuan rahasia tidak ada tempat yang lebih aman dibandingkan sebuah kedai teh—sebuah miniatur benteng di mana privasi dan informasi dikawal ketat. Dengan kata lain, pertemuan tersebut memang dirancang agar hanya diketahui oleh orang-orang yang hadir saat itu.
"Apa yang harus kulakukan jika aku bersedia, Jenderal?"
"Para pelukis sutra itu akan diberangkatkan dari Provinsi Izumo menuju Kyoto. Tugasmu adalah mengawal mereka dari Kyoto supaya sampai ke Edo dengan selamat. Misi ini harus dilakukan dengan diam-diam."
"Misi pengawalan. Sudah kuduga." Kishiga berhasil menguasai diri dari keterkejutan yang sebelumnya melanda dirinya. Kini raut wajahnya berubah menjadi serius. "Bagaimana rencana detailnya?"
Jenderal Nagayama menoleh pada Kawanishi. Itu adalah isyarat agar perwira muda itu menerangkan detail misi pada Kishiga. Kawanishi mengangguk, lalu mendekat tubuhnya ke meja.
Sepuluh hari lagi, tanggal 14 Oktober, akan diadakan perundingan damai antara bangsawan Shūkoku dan Dinasti Domugi di Kyoto. Kastil Nijō ditetapkan sebagai tempat diselenggarakannya perundingan tersebut. Selain orang-orang berpengaruh dari kedua belah pihak, pertemuan ini juga akan dihadiri oleh tokoh-tokoh dari kalangan penting.
Salah satunya adalah Tsuneyoshi Kihei, seorang pemilik perusahaan industri raksasa yang mempunyai hubungan khusus dengan Jenderal Nagayama. Ia merupakan salah satu tokoh yang pro terhadap Dinasti Domugi dan berperan dalam pertempuran melawan Shūkoku. Ia mendirikan pabrik-pabrik yang menyuplai perlengkapan perang bagi Dinasti Domugi.
"Tuan Tsuneyoshi akan berangkat ke Kyoto sehari sebelum Perundingan Damai diadakan, dengan didampingi oleh sebuah regu khusus. Tuan Kishiga dan regu yang berbeda akan diberangkatkan bersama dengan regu khusus tersebut, membaur bersama penumpang lainnya." Sembari menjelaskan, Kawanishi menggunakan telunjuknya menggambarkan garis khayal di permukaan meja. "Begitu tiba di sana, para pelukis sutra itu akan disusupkan bersama rombongan Tuan Tsuneyoshi yang tiba dari Edo. Pertemuan tertutup antara Regu Kishiga dan para pelukis sutra sudah dirancang untuk menghindari pengawasan dari mata-mata musuh. Setelah itu, Kapten Kishiga dan regunya segera kembali ke Edo bersama rombongan pelukis sutra itu."
Menjelang Perundingan Damai di Kyoto, alur pergi-pulang akan meningkat tajam. Pengamanan dan screening yang ketat tidak mungkin diterapkan di seluruh wilayah Kyoto, sehingga dikonsentrasikan pada kawasan khusus di mana pertemuan akan diadakan dan tempat tinggal pihak-pihak yang terlibat dalam pertemuan tersebut. Hal ini mengakibatkan sebagian dari pos-pos yang biasanya terpantau menjadi ditinggalkan untuk memenuhi pengamanan yang ketat di kawasan pertemuan. Dengan demikian, celah akan terbuka. Rencana ini memanfaatkan momen tersebut untuk menyusupkan para pelukis sutra, mempertemukannya dengan Regu Kishiga, lalu kembali ke Edo.
"Begitulah garis besarnya. Jika semua berjalan sesuai rencana, maka misi ini akan berlangsung tanpa halangan yang berarti."
"Jika semua berjalan sesuai rencana". Kishiga menekankan itu dalam pikirannya. Ada nada yang tidak mengenakkan dari perkataan tersebut. Itu berarti peran Kishiga yang sesungguhnya dimulai ketika misi tersebut "tidak berjalan sesuai rencana". Sejak semula, pihak yang merancang rencana itu tentu sudah mengetahui bahwa besar kemungkinan keadaan nyatanya melenceng dari rencana.
Kishiga memberanikan diri untuk mengajukan keberatan. "Mengenai misi ini, tentu ada pertimbangan lain yang harus kuketahui. Benar begitu, Mayor Kawanishi? Rencana akan selalu mulus selama di atas kertas."
"Baik. Apa yang ingin Anda ketahui?"
"Setidaknya beritahu aku apa saja ancaman yang harus diwaspadai dan bantuan apa yang bisa didapat selama menjalankan misi ini."
Kawanishi melirik pada Jenderal Nagayama. Sang Jenderal pun mengangguk, memberi tanda agar Kawanishi menerangkan semuanya pada Kishiga. "Sebenarnya hubungan antara Kaisar dengan Kaum Shūkoku sangat tidak stabil. Mata-mata musuh berkeliaran di antara prajurit Dinasti Domugi dan mereka sudah mengendus tentang rencana ini. Itulah mengapa kami tidak bisa membeberkannya, bahkan di antara kalangan militer sendiri. Kami akan memberikan daftar nama orang-orang yang terlibat dalam misi ini. Selain dari nama-nama itu, Anda patut berhati-hati ketika berinteraksi dengan mereka. Kami memercayakan Kapten Ōyama untuk memandu Regu Kishiga dalam perjalanan."
Salah satu dari tamu itu mengangguk. Seorang pria yang usianya tidak terpaut jauh dari Kishiga. Kemudian, ia menatap Kishiga dengan selengkung senyuman. Kishiga mengenal baik Kapten Ōyama sepanjang karirnya sebagai militer Dinasti Domugi.
Ada dua hal yang bisa ditangkap dari keberadaan seorang pemandu. Pertama, itu dimaksudkan untuk menolong Kishiga mengarahkan pergerakannya dan menghindari mata-mata musuh. Kedua, itu berguna untuk membatasi interaksinya. Menetapkan dengan siapa saja ia boleh berinteraksi, Sang Jenderal bisa melacak keberadaan Kishiga dan regunya, serta memantau tindakan mereka. Selain itu, ia pun menyediakan daftar nama orang-orang yang terlibat dalam misi ini. Orang-orang itu tidak hanya berperan sebagai "penolong" bagi Regu Kishiga, melainkan juga sebagai "perpanjangan syaraf sensor" Jenderal Nagayama. Apabila Kishiga bergerak di luar perintah, Sang Jenderal bisa segera mengetahuinya.
"Mengenai fasilitas, kebutuhan Anda dan tim akan dipenuhi oleh intendans³. Kami sudah menempatkan mereka di kota-kota sepanjang jalur Edo—Kyoto. Secara khusus, Anda diizinkan menggunakan 'tanda identitas' yang hanya dimiliki penanggung jawab pasukan." Kawanishi mengatupkan kedua tangannya, disertai gerak-gerik yang berarti ia menutup penjelasannya.
Kishiga mengangguk tanda mengerti. Secara garis besar, misi tersebut berhubungan erat dengan Perundingan Damai yang akan diselenggarakan di Kyoto.
Selama ini Kaum Shūkoku menawan para pelukis sutra di Kagoshima. Dalam perundingan damai tersebut, mereka akan menggunakan para pelukis sutra sebagai jaminan untuk menang. Dinasti Domugi tidak punya banyak pilihan dan hanya pelukis sutra yang bisa menghentikan krisis Gaki. Oleh sebab itu, ditemukannya para pelukis sutra yang selamat dari penyanderaan Kaum Shūkoku merupakan titik balik yang tidak boleh disia-siakan.
Jika para pelukis sutra dari Izumo itu berhasil sampai di Edo, lalu diamankan di bawah pengawalan Dinasti Domugi, maka pelukis sutra yang disandera oleh para Shūkoku akan kehilangan "harga" dalam perundingan tersebut. Dengan demikian, situasinya menjadi berbalik.
Jenderal Nagayama bermaksud memenangkan dua pertempuran sekaligus: membungkam para Shūkoku dalam Perundingan Damai itu, sekaligus memaksa mereka melepaskan pelukis sutra dari Kagoshima dengan tanpa syarat.
"Tindakan yang sangat berisiko," pikir Kishiga. Lidahnya membasahi bibirnya yang kering. Tidak ada yang bisa menjamin keselamatan Yasuyo dan pelukis sutra lainnya di Kagoshima. Selain itu apabila misi itu gagal, maka posisi Dinasti Domugi akan semakin terdesak.
Kendati demikian, jika dilihat dari sisi sebaliknya, tidak mengambil tindakan pun tidak akan memberikan situasi yang menguntungkan bagi Dinasti Domugi. Perundingan itu akan berakhir dengan tawar-menawar yang berat sebelah.
³Seseorang tidak bisa menangkap anak harimau tanpa masuk ke dalam liang induknya. Kishiga tersenyum ketika teringat dengan pepatah itu. Namun, segera dihapusnya senyuman itu dan mengembalikan keseriusan di wajahnya.
Kishiga sudah menetapkan keputusannya. "Yasuyo, kita akan bersama-sama lagi."
Ia menghela napas dalam-dalam, lalu mengangkat mukanya. Jenderal Nagayama memandang Sang Kapten dan menunggu-nunggu.
"Aku siap, Jenderal."
—————————————————————
¹Geisha (芸者) adalah wanita yang melayani pelanggannya dengan pertunjukkan seni atau sebagai pendamping di suatu perjamuan tertutup. Hangyoku (半玉) adalah calon geisha.
²Quartermaster atau intendans adalah bagian organisasi militer yang mengurus kelengkapan prajurit, logistik, dan kebutuhan lain.
³Artinya, "Hasil yang besar berasal dari kesulitan yang besar pula."
——— Ω ———
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top