Lembar 26
Malam itu Jooheon tengah bersantai di ruang kerjanya dengan posisi setengah berbaring, membiarkan satu sikunya menahan beban tubuhnya di saat kedua tangannya yang sibuk memainkan ponsel di tangannya.
Ruangan gelap yang minim cahaya, namun apa yang berada di dalam ruangan itu masih bisa di lihat oleh orang yang berada dalam ruangan tersebut.
"Ya ampun, tamak sekali. Bisa-bisanya dia ingin membunuh adiknya sendiri," monolognya yang saat itu tengah melihat informasi dari korban yang baru saja di kirimkan oleh kliennya.
"Sadar diri! Kau pun juga melakukan hal itu, biadab!"
Jooheon menolehkan kepalanya dan menatap jengah pada Kihyun yang tiba-tiba muncul di sampingnya dengan membawa umpatan yang merusak suasana hatinya.
"Hyeong bilang ingin pergi, kenapa masih di sini?"
"Aku tidak akan pergi sebelum bisa membunuhmu!"
Dengan malas Jooheon mengambil setangkai bunga kecil yang berada di atas meja dan memberikannya pada Kihyun.
"Itu bunga bekas."
"Aku sengaja menyediakannya untukmu, diam dan makan saja ini. Jangan mengangguku."
"Kau memberiku bunga bekas!" Kihyun meninggikan suaranya dan kembali membuat Jooheon jengah.
"Buka mulutmu."
"Tidak mau!"
Jooheon tiba-tiba meninggikan suaranya, "jika tidak mau jangan bergentayangan di sekitarku! Hyeong tidak tahu aku sedang bekerja?"
"Membunuh orang? kau sebut itu sebagai pekerjaan?" balas Kihyun tak mau kalah.
"Siapa bilang aku membunuh mereka? Tidak semuanya aku bunuh."
"Membuat mereka sakit lalu mati dengan sendirinya, di mana letak perbedaannya?"
Wajah Jooheon mengeryit, dia menggaruk telinganya dengan frustasi. Namun tiba-tiba sesuatu dari atas jatuh tepat di atas meja ritualnya dan membuatnya terlonjak.
"Argh!!! Aish!" Ponsel Jooheon terlempar dari tangannya ketika ia refleks bergerak mundur karena terkejut dengan sesosok pria yang jatuh di meja ritualnya.
"Ya!!! Kau sudah tidak waras!" sarkasnya setelah sadar bahwa hantu itu adalah Roh yang ia suruh untuk memasuki tubuh seseorang sebelumnya.
Berbeda dengan Jooheon yang bersikap berlebihan, Kihyun hanya memandang tanpa ekspresi pada keduanya.
"Berhenti membuat drama, kalian sama-sama busuk!"
Jooheon menggaruk keningnya dengan kasar ketika mendengar Kihyun yang kembali mengumpatnya. "Pergi dari situ," ujarnya yang di tujukan pada hantu yang baru saja jatuh itu. Ia kemudian mencoba menemukan ponselnya yang sebelumnya terlempar sebelum pergerakannya terhenti ketika pendengarannya mendengar seseorang menggedor pintu rumahnya.
"Hyeong, tolong bukakan pintunya."
Kihyun menatap dengan wajah pucat tanpa ekspresi hingga gedoran pintu kembali terdengar membuat Jooheon berbalik memandangnya.
"Kenapa masih di sini? Aku bilang bukakan pintunya."
"Aku benar-benar ingin menarik lidahmu keluar dan memotongnya, memasukkannya ke dalam sup dan memaksamu untuk memakannya," perkataan tenang namun dengan sedikit penekanan sontak membuat tengkuk Jooheon meremang.
Dia menutupi mulutnya menggunakan tangannya dan baru teringat jika Kihyun tidak bisa memegang apapun. Tak ingin berlama-lama mendapatkan aura mengerikan dari Kihyun, ia pun segera melarikan diri.
Keluar dari ruang kerjanya, Jooheon bergegas menuju pintu untuk melihat siapakah yang bertamu ke rumahnya tengah malam seperti ini. Pintu terbuka, menampakkan Changkyun yang begitu asing bagi Jooheon.
"Bocah? Siapa kau?"
Changkyun menggeleng, bukan karena ia melupakan namanya sendiri, melainkan karena ia yang tak mengerti kenapa ia harus berdiri di sana.
"Ada perlu apa? Aku tidak mengenalmu."
Changkyun kembali menggeleng dan membuat Jooheon mendengus. "Aish... Benar-benar. Jika tidak ada keperluan, jangan menggangguku lagi." Jooheon hendak menutup pintu sebelum pergerakannya terhenti.
"Jika seseorang bertamu, seharusnya kau mempersilahkannya untuk masuk, Lee Jooheon Hyeongnim."
Netra Jooheon melebar seiring dengan pandangannya yang menangkap sosok Taehyung muncul dari balik punggung Changkyun. Sebuah cengiran kemudian terlihat di wajahnya, membuat mata sipitnya semakin menyipit dengan sepasang lesung pipi yang membuatnya terlihat begitu manis.
"Tuan ... Tuan di sini? Kenapa tidak mengabariku terlebih dulu jika ingin kemari?"
"Jika aku mengabari terlebih dulu, mungkinkah kau akan membuatkan pesta untukku?"
"Tentu saja," ucap Jooheon bersemangat namun di akhiri oleh seulas senyum canggung. "Mari, silahkan masuk."
Jooheon menyingkir dari pintu, membiarkan kedua tamunya untuk bersinggah ke dalam rumahnya. Taehyung duduk di sofa panjang, membimbing Changkyun untuk duduk di sampingnya. Pemuda itu sedikit merapat karena merasakan ada begitu banyak aura negatif di dalam rumah itu. Sedangkan Jooheon memutari meja dan berdiri di hadapan keduanya dengan kedua tangan yang saling bertautan di depan tubuhnya.
"Karena Tuan sudah berkunjung kemari, aku akan membuatkan minum sebentar." Jooheon sekilas menundukkan kepalanya dan berjalan ke arah dapur, dan tepat setelah ia menghilang dari peredaran, saat itu juga Kihyun muncul. Menembus pintu dan sempat mengejutkan Changkyun.
Namun bukan hanya Changkyun yang terkejut kala itu, melainkan juga Kihyun yang tampak terkejut setelah menemukan keberadaan Taehyung. Kihyun sekilas menoleh ke dapur sebelum berlari kecil melewati belakang sofa sebelum duduk bersimpuh di lantai tepat di samping Taehyung.
Tatapan kedua tamu Jooheon itu lantas terjatuh pada Kihyun yang menatap Taehyung dengan tatapan memohon.
"Apa apa?" Terdengar begitu tenang seperti biasa. Perlahan Kihyun mengangkat tangan kanannya dan menunjukkan jari telunjuknya.
Mengerti akan maksud dari Kihyun, Taehyung lantas memberikan sebuah gelengan. Namun Kihyun tak menyerah dan tetap memaksa dengan cara yang halus.
"Sekali saja ... setelah ini aku janji, aku akan mati dengan tenang. Aku sudah bosan menjadi arwah penasaran."
"Aku belum mengizinkanmu."
"Tuan... sebenarnya apa kesalahan yang sudah ku perbuat? Kenapa Tuan bersikap tidak adil padaku?"
Changkyun yang tidak mengerti arah pembicaraan Taehyung dengan hantu yang tidak ia ketahui namanya itu hanya bisa memandang keduanya bergantian.
"Tidak ada yang salah, hanya aku yang belum mengizinkanmu."
"Kenapa? Semasa hidupku, aku bahkan tidak mengenal Tuan."
"Tapi aku mengenalmu."
Kihyun sekilas mendongakkan wajahnya, tampak begitu frustasi setiap kali berbicara dengan Taehyung. Saat itu Jooheon datang dengan sebuah nampan di tangannya yang berisi dua cangkir teh. Seketika tatapan sinis keduanya saling di pertemukan.
"Berhenti menghasut Tuan Taehyung dan kembali ke kamarmu," sinis Jooheon yang meletakkan dua cangkir teh di hadapan masing-masing tamunya sebelum kembali berdiri di samping meja.
Kihyun mendengus dan duduk bersila. Namun sungguh, sedetik saja ia tak pernah bisa memandang Jooheon tanpa ada kebencian dalam sorot matanya. Sepertinya dendam arwah penasaran itu memang sudah tidak tertolong lagi.
Mengabaikan Kihyun, pandangan Jooheon lantas di pertemukan dengan Changkyun. Tentu saja merupakan hal yang aneh melihat Kim Taehyung yang Agung tiba-tiba membawa anak manusia bersamanya.
"Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba Tuan membawa anak manusia kemari?"
"Itu bukan urusanmu," ucap Taehyung dengan santai.
"Eih ... selalu saja bersikap seenaknya," gerutu Jooheon.
Taehyung lantas memandang Changkyun yang masih terlihat kebingungan. "Changkyun, perkenalkan dirimu pada Jooheon Hyeong."
Changkyun sedikit tersentak, namun dia segera berdiri dan membungkukkan badannya di hadapan Jooheon. "Namaku Lim Changkyun. Salam kenal, Hyeong."
"Lee Jooheon," balas Jooheon dan Changkyun pun kembali duduk.
"Ada perlu apa Tuan kemari? Bukankah aku tidak membuat masalah?"
"Itu menurutmu," sahut Kihyun tak sabaran. "Bahkan kemarin kau baru saja membunuh orang."
Dahi Jooheon mengernyit namun pernyataan itu berhasil mengejutkan Changkyun, membuat pemuda itu memandang Jooheon dengan tatapan menghakimi.
"Tutup mulutmu! Kau hanya arwah penasaran, berhenti mencampuri urusan manusia."
"Kau yang harusnya diam," sahut Taehyung yang seketika membuat Jooheon bungkam. "Diam ketika aku berbicara," lanjut Taehyung.
"Ye, ye."
"Berapa kali aku sudah mengatakan padamu?"
Jooheon sekilas mencuri pandang sebelum menundukkan kepalanya, tak berani menyanggah perkataan Taehyung.
"Berapa kali?" ucap Taehyung kembali.
Kihyun menyahut dengan sebuah cibiran, "otaknya pasti sudah bergeser."
"Kau tidak berusaha mengingatnya," tebak Taehyung dan lagi-lagi Jooheon sama sekali tak menyanggah.
"Lee Jooheon Hyeongnim."
"Ye, Tuan."
"Ini yang terakhir, berhenti dari pekerjaanmu."
Jooheon segera mengangkat wajahnya. "Jika aku berhenti, dari mana aku akan mendapatkan uang? Jika dulu Tuan tidak mengambilnya dari rumah Bangsawan Cha Eunwoo, mungkin aku sudah kaya sekarang."
Kihyun mencibir dengan suara yang tidak jelas, yang pasti saat ini arwah penasaran karena dendam itu sudah pasti mengucapkan sumpah serapahnya.
"Kau memiliki otak tapi tidak mau berpikir," ucap Taehyung yang terdengar seperti sebuah keluhan. Ia pun menyandarkan punggungnya, mencari posisi yang lebih santai.
Kihyun lantas menyahut, "dia satu-satunya manusia yang hidup tanpa otak."
Jooheon memberikan tatapan peringatan yang justru di acuhkan oleh Kihyun.
Taehyung kembali berucap, "kau bisa menggunakan keahlianmu untuk hal yang lebih positif lagi di bandingkan dengan harus mengirim penyakit kepada orang asing hanya untuk mendapatkan uang."
Otak Changkyun bekerja dengan cepat, mencoba menemukan arti sesungguhnya dari perkataan Taehyung sebelumnya. Dan setelah apa yang ia lihat sebelum datang ke sana, membuatnya sadar siapakah Lee Jooheon itu sebenarnya.
Changkyun memandang Jooheon dan perlahan bergeser ke arah Taehyung yang kemudian berhasil menarik perhatian ketiga orang di sana.
Kihyun kembali mencibir, "kau lihat sendiri, Lee Jooheon! Bahkan bocah itupun tahu seberapa busuknya dirimu."
"Ah, Hyeong! Tidak bisakah Hyeong diam satu menit saja? Kenapa terus membuat telingaku sakit dengan perkataan kasarmu itu?"
"Kau biadab! Untuk apa aku mendengarkanmu?"
Jooheon mengusap wajahnya beberapa kali, tampak dahinya yang berkerut. Menunjukkan seberapa frustasinya ia setiap kali di hadapkan dengan sumpah serapah dari arwah kakak sepupunya itu. Laki-laki bermata sipit dan berlesung pipi itu lantas menjatuhkan pandangannya pada Taehyung.
"Jangan meminta bantuanku," ucap Taehyung bahkan sebelum Jooheon mengutarakan keinginannya. "Kau yang membuat kakakmu menjadi seperti ini, sekarang terimalah semua ini sebagai karma."
"Itu sama sekali tidak membantu," gumam Jooheon, terdengar begitu lirih ketika ia memalingkan wajahnya.
"Yoo Kihyun-ssi."
"Ye?" Dengan cepat Kihyun mengalihkan pandangannya pada Taehyung.
Taehyung mengulurkan tangan kirinya, membuat wajah Jooheon memucat, namun justru senyum kemenangan terlukis di wajah Kihyun yang langsung menengadahkan kedua tangannya.
"Y-ya! Jangan lakukan itu, dia benar-benar bisa membunuhku," panik Jooheon ketika justru seringaian muncul di wajah Kihyun.
Tak menunggu waktu lama, Jooheon lantas segera melarikan diri. Masuk ke dalam kamar dan menguncinya dari dalam.
"Selamat bersenang-senang, Tuan Yoo Kihyun."
Senyum Kihyun melebar, terlihat sangat mengerikan di saat ia benar-benar terlihat seperti seorang pembunuh ketika ia beranjak berdiri dan menyusul Jooheon. Tak ingin lagi menembus pintu ataupun tembok, Kihyun menendang pintu di hadapannya yang langsung terbuka dalam sekali percobaan.
Kihyun segera masuk dan tepat ketika ia sampai di dalam, pintu tiba-tiba tertutup dengan keras di susul oleh suara panik dari Jooheon.
"H-hyeong, tunggu dulu! Aku belum siap mati, sungguh! Aku belum menikah, j-jangan macam-macam padaku ... arghh!!!"
Changkyun menatap ngeri ke arah pintu kamar Jooheon ketika teriakan pemuda asing itu terdengar seperti orang yang tengah menerima siksaan.
"Matilah, kau!" murka Kihyun di susul oleh suara benturan benda keras serta teriakan Jooheon yang mampu membuat Changkyun meremang.
"Akh! Hyeong ... hentikan! Ampuni aku, aku bersalah..."
"Tidak ada maaf untukmu!"
"Arghhhh...."
Taehyung tampak menahan tawanya dan justru mengulum senyumnya. Di tariknya dengan lembut lengan Changkyun hingga pemuda itu semakin mendekat ke arahnya. Ia lantas merangkul bahu pemuda itu dan mendaratkan satu kecupan pada puncak kepala pemuda itu yang hanya memperhatikan pintu yang menyembunyikan adegan penyiksaan itu.
Tak tahan dengan suara Jooheon dan Kihyun, Changkyun lantas mendongak. "Hyeong."
Taehyung balas memandang. "Tidak ada yang perlu kau cemaskan," ujarnya sembari memainkan rambut Changkyun.
Perhatian keduanya teralihkan oleh pintu kamar Jooheon yang terbuka dengan kasar. Setelahnya Kihyun keluar dengan raut wajah yang sangat marah. Arwah penasaran itu berjalan dengan langkah yang lebar menuju dapur dan dalam waktu singkat kembali dengan membawa pisau dapur yang cukup panjang.
"Hari ini, ku pastikan balas dendamku akan terpenuhi!" gumam Kihyun di sela langkahnya yang kembali ke dalam kamar dan tertangkap oleh pendengaran kedua tamu mereka.
Kihyun kembali ke kamar, begitupun dengan pintu yang kembali tertutup di susul oleh suara panik Jooheon setelahnya.
"Ya! Ya! Apa yang ingin kau lakukan dengan itu? Singkirkan itu! Jangan mendekat! Ya!!! ... Hyeong..." Bentakan yang kemudian menjadi suara lirih yang terdengar begitu memohon dan berhasil membuat tawa ringan lolos dari mulut Taehyung.
Saat itu Changkyun memandang Taehyung seperti tengah melihat orang aneh. Bagaimana tidak aneh. Di dalam sana telah terjadi percobaan pembunuhan dan orang itu malah tertawa. Perhatian Changkyun kembali teralihkan oleh suara gaduh di dalam kamar, di mana Jooheon terdengar seperti orang yang sedang menangis.
"Pergilah ke alam baka bersamaku, Lee Jooheon!"
Selesai di tulis : 20.03.2020
Di publikasikan : 20.03.2020
MONSTA X Lee Jooheon.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top