Lembar 12

    "Kenapa lama sekali?" gumam Changkyun di saat ia tidur dalam posisi tengkurap dan membenamkan wajahnya pada bantal. Merasa bosan karna Taehyung terlalu lama berada di luar, dan bahkan ia tidak bisa sekedar mengintip karna Junhee berjaga di dekat pintu.

    Pintu balkon terbuka secara perlahan dan hal itu membuat Changkyun tak mengentahui bahwa Taehyung berjalan masuk. Sebelah alis Taehyung terangkat sekilas ketika samar-samar mendengar suara gerutuan Changkyun yang masih berlanjut, atau mungkin lebih tepatnya pemuda itu tengah bersenandung.

    Taehyung sekilas mengarahkan pandangannya pada kedua orang yang berdiri di ruangan tersebut, seakan tengah menanyakan apa yang sedang di lakukan oleh Changkyun melalui tatapan matanya. Namun Chunghee hanya memberikan senyum simpul di saat Junhee tak melakukan apapun dan tetap berdiri seperti patung.

    Dia kemudian berjalan menghampiri Changkyun dan merebahkan diri di samping Changkyun dengan hati-hati. Dia menyangga kepalanya dengan tangan kirinya dan mengulas senyumnya ketika Changkyun tetap menggumamkan sesuatu dengan tak begitu jelas.

    Perlahan tangannya terangkat dan mendarat pada bagian belakang kepala Changkyun yang segera menghentikan gumaman pemuda yang dengan segera mengangkat wajahnya, mengarahkannya padanya.

    Dengan senyum yang masih bertahan di sudut bibirnya. Taehyung berucap, "apa yang sedang kau lakukan?"

    Changkyun segera bangkit. "Di mana Anjing nya?" ujarnya antusias dan langsung mengarahkan pandangan ke balkon yang kosong.

    "Dia sudah pergi."

    "Pergi?" Changkyun segera menjatuhkan tatapan menuntutnya pada Taehyung.

    "Kenapa di biarkan pergi? Aku kan belum melihatnya."

    "Kau sudah melihatnya tadi."

    "Hanya sebentar." ralat Changkyun dan membuat senyum Taehyung mengembang.

    "Apa Anjing tadi adalah Anjing liar?" tanyanya kemudian.

    "Dia bisa marah jika kau memanggilnya Anjing."

    "Bentuknya seperti Anjing, memangnya bagaimana aku memanggilnya kalau bukan Anjing?"

    "Son Hyunwoo."

    Changkyun sejanak terdiam, tanpa bergerak namun masih ingat untuk bernapas. Merasa sedikit aneh dengan nama yang baru saja di sebutkan oleh Taehyung.

    "Kenapa kau diam?" tegur Taehyung.

    "Bukankah itu tadi nama manusia? Kenapa di berikan kepada Anjing?"

    Taehyung sekilas menggerakkan bola matanya ke atas, terlihat seperti tengah mempertimbangkan sesuatu dan kembali menjatuhkan pandangannya pada Changkyun setelah berselang beberapa detik.

    "Aku tidak tahu siapa yang memberinya nama. Tapi itulah namanya."

    "Apa dia melompat ke halaman?"

    "Benar, dia bisa melompat tinggi sekali."

    "Sebesar itu, dia makan apa?" ujar Changkyun dengan nada menerawang.

    "Dia memakan manusia." cetus Taehyung yang di akhiri dengan senyum lebarnya, dan itu berarti yang baru saja ia ucapkan merupakan sebuah candaan.

    Taehyung kemudian meraih telapak tangan Changkyun dan sedikit menariknya. Menyadari ada hal yang sedikit aneh pada Changkyun.

    "Kau memakai pakaian yang sama seperti dua hari yang lalu."

    Changkyun mengarahkan pandangannya pada tubuhnya sendiri, begitupun dengan kedua orang yang berdiri di dalam ruangan tersebut. Memang benar yang di katakan oleh Taehyung, Changkyun mengenakan pakaian yang sama seperti dua hari yang lalu dan dia melakukannya karna dia menolak untuk memakai pakaian yang tersedia di lemari pakaian.

    "Ada begitu banyak baju, tapi kenapa aku tidak pernah melihatmu memakainya?"

    "Itu pakaian orang tua." cetus Changkyun, membuat Taehyung terdiam di saat Chunghee memalingkan wajahnya dan tengah menahan tawanya. sedangkan Junhee tak memberi respon apapun.

    "Dari mana itu terlihat seperti pakaian orang tua?"

    "Kemeja, celana bahan, jas. Hanya pria tua yang mengenakan pakaian seperti itu."

    "Chunghee." ujar Taehyung yang seperti tengah memperingatkan kakek tua itu untuk tidak menertawainya.

    "Ye, Tuanku." Chunghee menjawab sebisa mungkin di saat wajahnya terlihat sedikit memerah karna menahan tawanya.

    Taehyung kemudian kembali fokus pada Changkyun. "Aku selalu memakai pakaian itu setiap hari, apa itu berarti aku sudah terlihat sangat tua untukmu?"

    "Bukan begitu... Hyeong terlihat keren saat memakainya, tapi aku tidak nyaman dengan pakaian itu."

    "Saat kau sekolah kau juga akan mengenakan kemeja, jas dan juga celana bahan. Lalu apa bedanya?"

    "Tentu saja itu berbeda. Pakaian itu tidak cocok untuk pemuda berusia delapan belas tahun."

    "Tapi umurku baru..."

    Perkataan Taehyung menggantung dan itu membuat tatapan menyelidik Changkyun segera tertuju padanya.

    "Hyeong umur berapa?"

    Bukannya menjawab Taehyung justru tersenyum lebar dan semakin memicu kecurigaan Changkyun.

    "Aku lupa berapa umurku sekarang."

    "Itu tidak lucu."

    Taehyung kemudian meraih bantal dan menggunakannya untuk mengganjal sikunya. Dengan senyum yang mengembang di sudut bibirnya dia kembali berucap, "aku harus bagaimana? Aku sungguh tidak ingat berapa usiaku sekarang."

    "Hyeong ini manusia, kan?" selidik Changkyun.

    "Jika aku menjawab bukan, kau pasti akan lari."

    Benar, itulah yang ada dalam pikiran Changkyun jika Taehyung benar-benar mengatakan bahwa dia bukan manusia.

    "Jadi Hyeong ini manusia atau bukan?"

    "Manusia atau bukan?" gumam Taehyung dan seakan-akan tengah menggoda Changkyun.

    Menyadari tatapan tak bersahabat milik Changkyun, Taehyung pun mengangkat tangan kanannya ke udara dan menaruh jari telunjukkan di depan wajah Changkyun yang di buat bingung dengan hal itu.

    "Apa yang Hyeong lakukan?"

    "Coba kau gigit."

    Dahi Changkyun mengernyit, merasa aneh dengan perintah Taehyung.

    "Kenapa aku harus menggingit Hyeong?"

    "Jun."

    "Ye, Tuanku."

    Setelah Jun menyahuti panggilan Taehyung, Jun segera menggigit ibu jarinya sendiri dan membuat Changkyun sedikit kaget dengan hal itu. Jun kemudian menunjukkan bekas gigitannya ke arah Changkyun, dan bisa di lihat oleh Changkyun darah yang perlahan keluar dari ibu jari Jun. Namun bukannya berwarna merah, darah tersebut justru berwarna hitam.

    "Bagaimana bisa?" gumam Changkyun terperangah, dia tidak berpikir bahwa hantu memiliki darah. Perhatiannya kemudian teralihkan oleh teguran Taehyung.

    "Jangan kau pikir bahwa hantu tidak memiliki darah. Mereka memilikinya, namun dengan warna yang berbeda."

    Changkyun menggaruk leher bagian depannya, terlalu sulit untuk beradaptasi meski dia mengerti dengan apa yang baru saja di katakan oleh Taehyung.

    "Sekarang, gigitlah tanganku dan kau akan tahu jawabannya."

    Changkyun menatap ragu. Bagaimana bisa dia melukai seseorang menggunakan giginya? Itu terdengar tidak masuk akal baginya.

    "Tenang saja, aku tidak akan menggigitmu meski kau menggigitku nanti."

    "Tidak jadi."

    Raut wajah Changkyun berubah menjadi kesal, dan hal itu membuat Taehyung tertawa ringan sembari menurunkan tangannya.

    "Kenapa tidak jadi?"

    "Aku akan bertanya pada ibuku saja."

    "Ibumu? Tanyakan saja, karna dia akan menyuruhmu bertanya padaku jika kau bertanya padanya."

    Changkyun mengusak rambutnya frustasi. Apa salahnya hanya mengatakan umur? Lagi pula jika Taehyung manusia, apa susahnya tinggal menjawab 'Ya' tanpa harus membuatnya bingung seperti ini.

    "Kemarilah!"

    Taehyung menarik pelan lengan Changkyun dan membuat pemuda itu berbaring di sebelahnya.

    "Adakah hal lain yang ingin kau tanyakan?"

    Changkyun kemudian memiringkan tubuhnya menghadap Taehyung dan sedikit mendongakkan wajahnya.

    "Kenapa Hyeong memburu hantu di siang hari?"

    Dahi Taehyung mengernyit, merasa aneh dengan pertanyaan Changkyun.

    "Siapa yang mengatakan bahwa aku memburu hantu?"

    "Jun Hyeong."

    "Jun Hyeong?"

    Sebelah alis Taehyung terangkat sekilas. Dia lalu sedikit mengangkat kepalanya dan mengarahkan pandangannya pada Jun yang tiba-tiba berbalik memunggunginya seakan ingin melarikan diri dari semua tuduhan.

    "Bukankah akan lebih baik jika memburu hantu saat malam hari?"

    Pertanyaan Changkyun yang kembali menarik perhatiannya. Dia kembali menjatuhkan pandangannya pada Changkyun.

    "Aku tidak pernah menangkap hantu saat siang hari." cetusnya dengan santai dan lagi-lagi menciptakan misteri bagi Changkyun.

    "Jadi Hyeong menangkap mereka saat malam?"

    Taehyung mengangguk.

    "Lalu saat siang hari, Hyeong pergi kemana?"

    "Kemana saja, asal aku menyukainya."

    Mata Changkyun memicing tajam dan justru membuat senyum Taehyung melebar. Sepertinya menggoda Changkyun telah menjadi hobi barunya sekarang setelah mempersulit para roh yang berkeliaran.

    "Kalau begitu, kenapa setiap malam aku selalu melihat Hyeong ada di sini? Apa Hyeong tidak bekerja?"

    "Aku tidak bisa pergi karna kau takut dengan mereka. Jadi aku hanya berjaga di sini."

    Changkyun yang sudah penasaran setengah matipun beralih menyangga kepalanya menggunakan tangannya, mensejajarkan posisinya dengan posisi Taehyung.

    "Memangnya, bagaimana cara memburu hantu itu? Jika sudah dapat, apa Hyeong akan membunuh mereka?"

    "Mereka sudah mati, kenapa aku harus membunuhnya lagi?"

    Changkyun sejenak berpikir. "Tapi jika tidak di bunuh, lalu di apakan?"

    "Tuan hanya menangkap hantu yang masuk ke dalam tubuh manusia." Jun tiba-tiba menyahuti dan entah sejak kapan dia kembali menghadap ke arah keduanya.

    "Jadi Hyeong semacam Pendeta yang mengusir roh jahat yang merasuki tubuh manusia?"

    "Begitu ya? Tapi aku terlalu kotor untuk di samakan dengan seorang Pendeta. Bukankah itu benar, Jun?"

    "Itu tidaklah benar, Tuanku berbeda dengan siapapun."

    Taehyung tersenyum, tampak puas dengan jawaban Junhee. Namun tidak dengan Changkyun.

    "Lalu dengan apa Hyeong mengusir mereka? Apa Hyeong juga memiliki Alkitab?"

    "Alkitab?" Taehyung sejenak berpikir, mungkin hanya sekedar untuk mengulur waktu.

    "Chunghee."

    "Ye, Tuanku."

    "Ambilkan Alkitab ku di balkon!"

    "Ye, Tuanku."

    Chunghee berjalan menuju balkon dan mengambil sebuah buku yang tergeletak di atas meja, lalu kembali memasuki kamar namun tanpa menutup pintu balkon.

    "Tuan." ujarnya setelah berdiri di sisi ranjang tepat di belakang Taehyung.

    Tak ingin repot-repot untuk bangkit dari posisi nyamannya, Taehyung hanya mengulurkan tangannya dan menerima buku tersebut. Dia kemudian memberikannya pada Changkyun yang menatap penuh tanya ketika mendapati buku yang pernah Taehyung berikan padanya.

    "Ini untuk apa?"

    "Alkitab, kau bilang ingin melihat Alkitab ku."

    Sungguh, jika Changkyun tidak sadar tempat. Dia benar-benar ingin memukul kepala Taehyung menggunakan buku di tangannya tersebut. Bagaimana bisa dia menyebut buku kosong sebagai Alkitab? Namun nyatanya yang di lakukan Changkyun hanyalah diam, merenungi nasibnya.

    "Kenapa diam?"

    "Menyesal aku bertanya pada Hyeong."

    Taehyung tersenyum lebar, menolak untuk tertawa namun apa yang di hadapannya terlihat begitu lucu.

    "Kenapa? Kenapa kau menyesal?"

    "Bagaimana bisa Hyeong menyebut buku kosong ini sebagai Alkitab? Hyeong ingin menghina suatu kepercayaan?" tuntut Changkyun yang seketika membuat senyum lebar Taehyung memudar.

    Taehyung kemudian bangkit dan duduk berhadapan dengan Changkyun yang sudah terduduk lebih dulu.

    "Siapa yang ingin menghina Tuhan, entah kalian menyebutnya sebagai Langit atau Dewa sekalipun. Tidak ada yang berhak memberikan penghinaan kepada Nya."

    "Hyeong menyebut buku ini sebagai Alkitab, itu merupakan salah satu bentuk dari penghinaan."

    "Tuan Muda," Chunghee mengambil alih pembicaraan, "sepertinya telah terjadi sebuah kesalahpahaman di sini. Tuan memang sedikit menutup diri dengan perkembangan jaman, jadi mohon agar Tuan Muda memakluminya."

    Mata Changkyun memicing tajam. Sebenarnya, seberapa tuakah seorang Kim Taehyung itu?

    "Aku tidak setua yang kau pikirkan." cetus Taehyung seakan mampu membaca apa yang kini di pikirkan oleh Changkyun.

    Taehyung kemudian mengambil buku di tangan Changkyun dan berucap, "buku ini bukan hanya sekedar buku kosong. Apa kau tahu kemana perginya semua tulisan ini?"

    Changkyun menggeleng dan itu adalah jawaban yang pasti.

    "Kau, semua tulisan di dalam buku ini ada pada dirimu."

    "Hyeong bicara apa lagi?"

    "Lost Child. Takdir seorang Lost Child telah terangkum dalam buku ini, dan ketika kau lahir. Maka takdir itu akan mengikutimu."

    "Hyeong ini... Mungkinkah seorang penyihir?"

    Kali ini Taehyung benar-benar tertawa, entah dari sudut mana pertanyaan itu terdengar lucu.

    "Penyihir, ya? Kalau begitu, mau ku perlihatkan sebuah sihir?"

    "Hyeong bisa melakukannya?"

    "Tentu saja." ujar Taehyung dengan senyum yang penuh dengan kebanggaan diri.

    "Jun, menghilang!" ujarnya dan dalam sekali jentikan jarinya, Jun menghilang tanpa jejak sedikitpun.

    Bukannya terkesan, Changkyun justru merasa aneh. Tanpa menggunakan sihir pun, Junhee bisa saja menghilang sewaktu-waktu mengingat bahwa dia adalah hantu.

    "Bagaimana? Kau sudah melihatnya bukan?"

    "Hyeong ingin melihat sihir yang lebih keren?"

    Sebelah alis Taehyung sekilas terangkat. "Apa itu?"

    "Jun Hyeong, masuklah!" ujar Changkyun dan detik itu juga pintu kamar terbuka dari luar dan setelahnya Junhee benar-benar masuk ke dalam.

    Sudut bibir Taehyung terangkat, menciptakan seulas senyum tak percaya ketika menyadari bahwa tingkat kepekaan Changkyun semakin bertambah. Dari mana dia tahu bahwa Junhee berada di luar kamar.

    "Jika Hyeong bisa menghilangkan kakek, berarti sihir Hyeong lebih hebat dari sihirku." tantang Changkyun.

    "Begitukah?"

    Senyum Taehyung perlahan melebar, dia kemudian mengangkat tangan kananya setinggi bahunya.

    "Chunghee."

    "Ye, Tuanku."

    "Menghilang dalam hitungan tiga detik." ujar Taehyung dengan cepat sembari menjentikkan jarinya, dan tepat saat itu Chunghee pun berlari keluar kamar.

    "1, 2, 3."

    Tepat di hitungan ketiga, Chunghee tak lagi terlihat. Dan kali ini Changkyun tampak tercengang, sangat-sangat tercengang. Kenapa dia di pertemukan dengan sosok aneh yang sangat misterius seperti Kim Taehyung.

    "Itu tidak lucu."

    "Aku juga tidak sedang membuat lelucon." balas Taehyung dengan santai, namun dia segera menarik Changkyun dan memeluknya dengan gemas setelah menyadari raut wajah kesal anak itu.

    "Masih tidak mau memakai baju-baju itu?"

    Changkyun melepaskan diri dari Taehyung dan menggelengkan kepalanya.

    "Kalau begitu, besok pergilah dengan Jun untuk mencari apa yang kau perlukan."

    "Kenapa bukan Hyeong saja yang membelikannya?"

    "Kau menyebut gaya berpakaianku dengan sebutan tua, bagaimana mungkin aku bisa memilih baju yang cocok untukmu?"

    "Hyeong sama sekali tidak tau trend busana masa kini."

    Mendengar hal itu, Taehyung kembali tertawa ringan untuk beberapa waktu.

    "Kau benar-benar ingin melihat sihir?" ujarnya kemudian.

    "Aku tidak mau tertipu lagi."

    "Kali ini sungguhan."

    "Jangan menipu lagi!"

    "Tidak akan. Perhatikan baik-baik."

    Changkyun kali ini benar-benar memperhatikan Taehyung, namun Taehyung tak melakukan apapun selain hanya berdiam diri.

    "Selamat malam."

    Satu kalimat dengan suara yang melembut dan bagaikan mantra yang benar-benar ampuh, saat itu pula Changkyun limbung ke arah Taehyung ketika pemuda itu kehilangan kesadarannya. Menyisakan seulas senyum hangat Taehyung ketika tangannya mengusap bagian belakang kepala Changkyun yang jatuh di atas pangkuannya.

    "Tidurlah yang nyenyak untuk hari ini, Lim Changkyun."

Selesai di tulis : 27.10.2019
Di publikasikan : 30.11.2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top