Mi Manchi

Melupakan dan mengikhlaskan kepergian seseorang bukanlah hal yang mudah, terutama jika seseorang itu adalah cinta pertama dalam hidupmu. Bagi Ajul, meskipun ia kini sudah memiliki seorang kekasih, dirinya masih saja tidak bisa melupakan perasaannya kepada OmenD. Rasa penyesalan juga menjadi salah satu alasan kenapa dirinya masih belum bisa berpaling, dirinya bisa saja mencegah pemuda itu sebelum dirinya memutuskan untuk mengorbankan dirinya sendiri.

Meskipun sudah satu tahun sejak kepergian OmenD, dirinya masih sering mengunjungi pusara milik pemuda bermata oranye itu. Meskipun dirinya sering kali merasa bahwa MokaD adalah reinkarnasi dari OmenD, mereka sangatlah berbeda. Dirinya ingin OmenD kembali ke sisinya, bukan reinkarnasi atau semacamnya.

Saat ini, dirinya tengah berada di rumah milik OmenD, lebih tepatnya rumah pertama milik pemuda itu. Dirinya duduk di atas kursi, menatap diam ke arah dapur. Di dalam benaknya, terputar kenangan saat keduanya terakhir kali makan bersama (baca AZAZEL).

Ajul pun tersenyum getir saat mengingat percakapan terakhir mereka. "Kapan-kapan, huh? Kau bohong padaku, OmenD ...."

Ia tahu, sampai kapanpun pemuda itu tidak akan pernah menepati janjinya. Namun di saat yang sama, ia juga tidak bisa membenci dirinya. Mungkin jika dirinya menerima pemuda itu lebih cepat, semua ini tidak akan terjadi.

"Dasar bodoh ...."

Ajul kemudian bangkit dari posisinya dan mulai berjalan menuju kamar tidur milik OmenD, tampak debu tipis yang mulai menutupi kasur tersebut. Dengan hati-hati ia memukuli kasur tersebut dengan pedang miliknya, dengan niat untuk menghilangkan debu-debu yang menempel di sana.

Setelah dirasa cukup bersih, dirinya pun merebahkan tubuhnya di atas kasur tersebut. Cukup lama ia terdiam sembari menatap langit-langit hingga akhirnya dirinya memutuskan untuk memejamkan kedua kelopak matanya.

Pemandangan di sekitarnya perlahan berubah, saat ini dirinya berada di taman kastil Ragnarok. Pemuda itu memperhatikan ke sekelilingnya hingga akhirnya dirinya melihat seseorang yang berdiri di dekat salah satu paviliun, seseorang yang sangat ia rindukan.

Dengan ragu, dirinya mulai menghampiri pemuda itu. "OmenD? Apakah itu benar-benar kau?"

Pemuda itu terkekeh sebelum menoleh ke arah Ajul. "Sudah lama ya sejak terakhir kali kita bertemu? Bagaimana kabarmu, Jul?"

Bukan jawaban yang diterima oleh pemuda bermata oranye itu, melainkan sebuah tamparan yang cukup keras di pipinya. "Kau! Kau bilang kau mencintaiku! Tapi kenapa ... kenapa kau malah meninggalkan diriku? Kenapa kau malah mengorbankan dirimu sendiri? Kau ...."

Melihat pemuda berambut putih itu sudah tidak mampu melanjutkan perkataannya, OmenD pun segera memeluknya erat. Dirinya paham betapa kecewanya pemuda itu atas kepergiannya, hal itu dapat ia rasakan dari tamparan yang dirinya terima. "Maaf karena telah membuatmu kecewa, Jul. Namun ... aku harus melakukannya agar Maji dapat mengambil senjatanya."

Isak tangis terdengar jelas dari pemuda berambut putih itu, menandakan bahwa dirinya benar-benar merindukan orang yang saat ini tengah ia peluk erat. "Kau bodoh .... Kau benar-benar bodoh ...."

OmenD pun tersenyum tipis sembari mengelus rambut pemuda itu. "Apakah setelah aku pergi Maji memperlakukan dirimu dengan baik?"

"Ya ... sebelum dirinya memutuskan untuk keluar dari Ragnarok." Ajul kemudian menggeleng. "Lupakan ucapanku tadi, Maji benar-benar seorang bedebah."

Kini OmenD terkekeh mendengar jawaban dari pemuda itu, dirinya masih setia mengelus rambut pemuda itu dengan lembut. "Bahkan setelah apa yang kau lakukan dengan Maji, kau masih juga belum bisa melupakan diriku?"

"Tidak. Sekeras apapun aku mencoba untuk melepaskanmu ... aku tetap tidak bisa."

"Maji yang malang, ternyata dirinya hanya dijadikan pelampiasan olehmu," kekeh OmenD, dirinya kemudian memeluk pemuda itu. "Lalu bagaimana dengan kekasihmu yang sekarang? Riviel, apakah aku benar?"

Kini Ajul menatap pemuda itu. "Bagaimana kau tahu? Apakah MokaD itu memang dirimu?"

"MokaD, ya?" OmenD pun tersenyum tipis sebelum menggunakan ibu jarinya untuk menghapus air mata pemuda itu. "Dirinya memang menggunakan tubuhku, namun jiwanya ... itu bukan aku. Namun ... aku mendapatkan sedikit ingatan miliknya."

"Tidak bisakah ... kau kembali?"

OmenD pun menggeleng, senyumnya tidak pernah luntur sedikitpun. "Aku memang mendapatkan sedikit ingatan, namun hanya sebatas itu. Aku sama sekali tidak dapat mengendalikan tubuhku, bahkan mengontak jiwanya saja tidak bisa."

Ajul kemudian kembali menyembunyikan wajahnya di bahu pemuda itu. "Riviel memperlakukanku dengan baik, jauh lebih baik dari Maji. Namun ... dirinya sedikit berubah sejak ia melakukan kontrak dengan Ubi."

"Senang mendengarnya, Jul." OmenD kemudian menghela napas panjang. "Namun sayangnya ... sepertinya kita harus berpisah di sini, Jul. Waktu kita sudah habis."

Mendengar hal itu, Ajul perlahan menatap wajah OmenD yang perlahan memudar. Dengan waktu yang tersisa, Ajul kemudian mengalungkan kedua tangannya pada leher pemuda itu dan menciumnya lembut.

Begitu pemuda itu lenyap seutuhnya, di saat yang sama pula dirinya terbangun pula dari tidurnya. Perlahan dirinya menyentuh bibirnya sendiri, mimpinya itu terasa benar-benar nyata.

"Sampai jumpa ... OmenD."

THE END

Thanks to Grazellaaaaaaa (semoga nggak salah tag, takut salah soalnya banyak yang mirip nama akunnya) udah request, semoga kamu suka!

So don't forget to vote, spam comments, follow, and share if you like this story!

Salam hangat,
Ra.
31/12/2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top