Lastia Che Io Ti Ami
Jatuh cinta adalah sebuah kesalahan yang menyedihkan, terutama jika kau jatuh cinta kepada seseorang yang kau menyakiti dirimu. Jika ada orang yang mengatakan bahwa dirinya adalah seorang masokis dan pengecut, dirinya tidak akan mengelak sama sekali sebab itu adalah fakta.
Azazel, Azel, atau Ajul. Nama seorang pemuda yang entah bagaimana caranya bisa menarik perhatiannya, meskipun pemuda itu jelas-jelas ikut serta saat menghancurkan rumahnya.
Netra merahnya yang bersinar indah, wajahnya yang rupawan, suaranya yang entah kenapa memiliki kesan imut meskipun aura pembunuh dari pemuda itu begitu kuat.
Sungguh, dirinya merasa iri dengan orang-orang yang dapat berada dekat dengan pemuda manis itu.
Dirinya tentu saja tidak bodoh hanya karena dirinya menyimpan perasaan untuk pemuda itu, ia masih mempertahankan egonya untuk berada di pihak Aliansi. Namun bagaikan batu yang senantiasa terkena tetesan air, lama kelamaan batu itu akan melunak.
Apa sebenarnya yang ia dapatkan di pihak cahaya? Tubuhnya yang semakin sekarat, sedangkan Noya yang semakin lama seakan mengacuhkan mereka semua.
Hilang arah, tenggelam dalam rasa ragu dan amarah membuatnya tersadar. Kegelapan yang memanggil jiwanya adalah jalan yang benar, mereka bukanlah seperti cahaya yang hanya tahu omong kosong.
"Apakah kau ingin merasakan kekuatan dari Leviathan sekali lagi, Febfeb?"
Tawaran yang tidak terduga itu benar-benar membuat pertahanan dirinya runtuh, dirinya benar-benar berada di jurang keputusasaan.
Perkataan yang terucap langsung dari mulut pemuda yang selama ini ia kagumi, sekaligus penawaran agar dirinya dapat kembali seperti sedia kala.
"Memangnya bagaimana caranya kau melakukan itu, Ajul?" Dirinya kemudian menatap Riviel yang berada di sebelah pemuda itu sebelum mendengus. "Memangnya apa yang bisa Ragnarok berikan kepadaku?"
"Jadilah satu persenku, Febfeb. Dengan begitu, kau akan merasakan kembali kekuatan hebat dari Leviathan."
Dua tawaran yang sangat menggiurkan, namun baginya itu masih belum cukup untuk mengalahkan egonya. Bagaimanapun, dulu dirinya pernah memegang senjata Leviathan. Hanya memiliki satu persen kekuatan, itu tidaklah cukup.
Meskipun hanya mendapatkan satu persen kekuatan, dirinya bisa mendapatkan apa yang hatinya dambakan. Ia bisa dekat dengan pemuda itu.
"Akan aku pikirkan kemudian," balasnya setelah beberapa perdebatan kecil. Bagaimanapun, itu adalah kesempatan sekali seumur baginya untuk bisa dekat dengan pemuda itu.
Ya, cinta telah membuat dirinya bodoh dan membutakan matanya.
Namun bagaimanapun, dirinya tidak dapat mendekati pemuda itu meskipun kini dirinya telah berada di sisi yang sama dengannya. Dirinya iri kepada semua orang yang berada di Ragnarok, terutama kepada Riviel.
Bagaimana bisa Riviel yang notabenenya juga seorang satu persen bisa dekat dengan Ajul yang merupakan salah satu dari pemegang senjata dosa?
Bukankah seharusnya dirinya yang bersama dengan Ajul? Dirinya adalah satu-satunya persen dari pemuda itu, bukan Riviel!
Dirinya benci saat melihat pemuda itu bahkan bisa tertawa lepas saat bersama dengan Riviel, ia juga benci saat melihat pemuda itu berpergian bersama sang pemilik satu persen dari Satan itu.
Memperbaiki senjata Leviathan menjadi satu-satunya saat di mana hanya ada dirinya dan juga pemuda itu. Keduanya menjelajahi segala penjuru dunia, mencari serpihan milik Leviathan untuk memperbaiki senjata yang rusak itu.
Mata dari Leviathan, sebuah benda yang kini tengah mereka cari.
Tidak ada sepatah kata yang keluar dari bibir pemuda itu kecuali perintah, berbeda sekali saat pemuda itu bersama dengan Riviel. Kenapa harus Riviel yang notabenenya sama sepertinya?
Kenapa harus Riviel dan bukan dirinya?
Kuil demi kuil mereka masuki, hingga akhirnya keduanya tiba di hadapan bangunan tua yang dindingnya telah dipenuhi oleh tanaman rambat.
"Tempat apa ini? Apakah kau yakin kita tidak salah?"
Febfeb kemudian mengangguk. "Ini adalah salah satunya bangunan yang terhubung langsung dengan alam milik Leviathan. Aku yakin, pasti benda itu ada di sini."
Pria itu kemudian berjalan masuk terlebih dahulu, tentu saja dirinya khawatir jika ternyata terdapat jebakan di dalam sana. Bagaimanapun, dirinya harus melindungi pemuda itu dengan segenap nyawanya.
Tiba di taman bangunan itu, tiba-tiba Ajul menyuruhnya untuk berhenti. Di saat netra oranye miliknya menatap pemuda itu, terlihat dirinya sedang memejamkan kedua kelopak matanya sembari memegang senjata miliknya.
Ah, Leviathan tengah berbicara pemuda manis itu. Dirinya teringat saat senjata itu masih menjadi miliknya, benar-benar luar biasa saat itu.
Perlahan Ajul membuka kembali kedua kelopak matanya dan menatap ke arah Febfeb. "Vita et mors, mane et nok, lux et tenebrae, universum mundum. Hic iuro naturae extreme. Sic mundus creatus est mors igitur mos absoluta est."
Ajul kemudian berjalan mendahului Febfeb. "Aku harus menyebutkan mantra itu di atas dengan penuh iri dengki untuk melewati ujian milik Leviathan, kau lebih baik tinggal di sini saja."
Pria itu tahu, Ajul akan mengemban beban kontrak yang sangat berat jika pemuda itu melakukannya seorang diri. Dirinya memilih untuk melanggar perintah pemuda itu dan ikut naik ke atas.
"Sic mundus creatus est mors igitur mos absoluta est!" serunya melanjutkan ucapan dari Ajul, yang tentu saja membuat pemuda itu terkejut.
Tiba-tiba pandangannya memudar, sebelum penglihatannya berubah menjadi kegelapan tanpa akhir. Entah berapa jam dirinya tidak sadarkan diri, yang jelas dirinya terbangun saat hari sudah gelap.
"Bangun, kita tidak ada waktu lagi."
Dingin, sikap pemuda itu kepada dirinya selalu saja seperti itu. Dirinya telah mempertaruhkan segala yang ia punya demi bisa berada dekat dengan pemuda itu, kenapa malah ini yang terjadi?
Dirinya bangkit perlahan mendekati pemuda itu, di tangannya sudah ada mata milik Leviathan yang telah utuh. Ajul kemudian meletakkan benda tersebut di dekat, yang kemudian tiba-tiba mereka berada di sebuah ruangan gelap tanpa ada cahaya sedikitpun.
Entah mengapa tubuhnya terasa sangat sakit, seakan saat ini tubuhnya tengah dikuliti hidup-hidup. Di saat dirinya membuka kedua kelopak matanya, dirinya melihat tubuhnya kini dipenuhi oleh bercak ungu.
Apakah itu adalah dampak dari membantu pemuda itu dalam menanggung rasa sakit? Kalau iya, maka dirinya tidak merasa menyesal sedikitpun. Demi Ajul, dirinya rela melakukan apapun.
Tidak lama kemudian pemuda itu kembali muncul, aura kebencian dan iri dengki yang memancar dari tubuhnya terasa semakin pekat. Pemuda itu tidak apa-apa, nampaknya dirinya berhasil berkontrak dengan Leviathan.
Pemuda itu tidak memberikan komentar apapun saat melihat tubuh Febfeb yang terkena dampak dari membantu dirinya, justru tatapan dingin yang pria itu dapatkan.
"Kembalilah ke Ragnarok, Febfeb. Aku ada urusan penting yang harus aku kerjakan." Tanpa menunggu jawaban dari pria itu, Ajul segera menggunakan kemampuan portal miliknya dan meninggalkan Febfeb sendirian di tempat itu.
"Setelah apa yang telah aku lakukan untuknya ... kenapa ini yang aku dapatkan? Apakah ... aku memang tidak layak untuknya?" Febfeb pun menatap ke langit dengan penuh keputusasaan.
"Kenapa ini yang aku dapatkan? Aku telah mengorbankan segalanya demi dirinya, tapi ... apa yang aku dapatkan?"
Nampaknya sekeras apapun dirinya mencoba, hubungannya dan Ajul tidak akan pernah lebih dari sebatas tuan dan anak buahnya.
"Setidaknya ... tolong izinkan aku untuk mencintaimu ... Ajul."
The End
Terima kasih untuk ItzAriaxyz karena udah request oneshoot ini, semoga kamu suka.
So don't forget to vote, spam comments, follow, and share if you like this story!
Salam hangat,
Ra.
29/12/2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top