Yes! Date!!
Sekiranya dengan kalimat apalagi yang pas untuk menggambarkan rasaku atas dirimu? Coba beri tahu aku, satu saja.
—gadis abu-abu
🐒🐒🐒
Alan terlebih dahulu membuka kaca helmnya. Cowok yang memakai jaket berwarna hitam itu melirik cewek yang sedang duduk di atas jok motornya, ia diam-diam tersenyum.
"Lo emang selalu punya tempat asyik buat didatengin!" seru Ghea saat melihat beberapa wahana permainan yang ada di pasar malam.
"Jadi nggak nyesel?" tanya Alan setelah dia selesai membayar kontribusi parkir.
Ghea menggeleng dengan kepala yang masih diselimuti helm bermotif kumbang berwarna merah gelap.
Mata cokelatnya berbinar, ia senang tentu saja. Sudah lama sekali ia tidak mengunjungi tempat seperti ini.
Setelah melepaskan helm, mereka berdua berjalan memasuki gerbang tempat pasar malam diadakan. Luas tanah yang digunakan sekitar selebar lapangan sepak bola.
Berbagai wahana permainan ada di sini. Pun dengan sederet pedagang jajanan yang sudah sangat jarang ditemui di jaman serba modern seperti sekarang.
Salah satunya ada gula kapas, dan Ghea sudah mewanti-wanti Alan agar mengingatkan untuk membeli makanan manis itu.
Alan menyetujui, dan bergerak melangkah menuju ke arah bianglala berada. Ghea hanya mengikuti saja, ia berjalan di belakang tubuh tinggi Alan. Sepasang iris cokelatnya menatap sekeliling, hiruk-pikuk khas sekali dengan suasana pasar malam.
Ya, memang belum terlalu ramai karena ini masih sore. Tapi siapa pun bisa menjamin, semakin malam maka akan semakin semarak.
"Naik ini dulu, ya?" pinta Alan.
Ghea mengangguk dan mengikuti Alan membeli tiket masuk.
Langit bagian barat sudah nampak keemasan. Cowok yang memakai kacamata itu mengadah, melihat tiga burung berwarna putih melintas tepat di atasnya menuju barat. Mereka tampak tergesa ingin segera menembus senja.
Sekarang mereka berdua sudah ada di dalam bianglala. Keduanya duduk berhadapan. Alan memilih duduk menghadap timur, sedangkan Ghea ke arah barat.
"Mau dengar?" Alan menyodorkan sebelah earphone yang akan ia pasang ke lubang telinganya.
Ghea mengangguk, ia sedikit penasaran dengan selera musik Alan.
Saat earphone itu sudah memasuki salah satu lubang telinganya, suara intro lagu yang sedang Alan putar, membuat Ghea mengangguk-anggukkan kepalanya, seirama dengan lagu You Are the One yang mulai memanjakan telinganya—salah satu lagu milik penyanyi indie.
Tepat saat bianglala berada pada ketinggian dan lajunya masih belum terlalu cepat, lukisan semesta tentang betapa manisnya matahari sore benar-benar menjadi santapan menakjubkan bagi mata sipit milik Ghea.
Pasalnya gadis, itu hanya diam saja seperti terhipnotis oleh keindahannya. Apalagi lagu yang sedang berputar benar-benar membuat dirinya terhanyut dalam suasana yang entah dengan sengaja atau tidak Alan ciptakan.
Alan tersenyum melihat hal itu, ia merasa tidak sia-sia mengajak cewek itu ke sini. Ia memutar badannya, ikut menatap ciptaan semesta yang selalu menakjubkan itu; sesuatu yang patut dijadikan sebagai candu.
Bialanglala itu bergerak turun, selama itu pula tidak ada kalimat yang tercipta di antara keduanya. Hanya ada musik yang terdengar menelusup masuk dalam gendang telinganya.
Bianglala berhenti, dan giliran mereka berdua untuk turun.
Langit sedang manis-manisnya, begitu pula dengan suasananya yang semakin semarak.
Mata sipit milik Ghea menelisik sekeliling, mencari wahana apa yang sekiranya asyik untuk dinaiki.
Sepasang iris cokelatnya, terhenti pada sudut lapangan. Ia menatap objek itu dengan binar tertarik sekaligus tertantang.
"Itu, yuk!" ajaknya pada Alan.
Alan mengikuti ke mana arah pandang Ghea. Ia mengernyit, sekaligus menatap Ghea dengan tatapan tidak percaya.
"Yakin mau lihat itu?" tanya Alan skeptis.
Ghea mengangguk antusias. Ia melangkah lebih dulu, meninggalkan Alan yang diam-diam menahan napasnya.
Setelah membeli tiket masuk, mereka berdua menaiki tangga yang akan membawa ke tempat pertunjukan roda-roda gila atau sering disebut tong setan.
Tempat itu berbentuk seperti tabung, terbuat dari papan yang dihubungkan dengan besi.
Tepat saat kaki yang dibalut dengan flat shoes peach milik Ghea menapaki anak tangga terakhir, suara deru knalpot motor terdengar memekakkan telinga.
Di sisi lain, Alan kembali menahan napas, kemudian mengembuskan secara perlahan.
Earphone yang tadi ia gunakan untuk mendengarkan musik bersama Ghea di atas bianglala, kembali ia sumpalkan ke lubang telinga.
Sepasang kaki itu, sampai pada tempat pertunjukan. Mereka berdiri di atas papan besi yang dibuat melingkar. Ada benda serupa tali yang membatasi mereka agar tidak terlalu dekat dengan sebuah lubang besar yang akan digunakan untuk para pemain roda-roda gila memulai aksinya.
Pertunjukan dimulai. Dua orang pemain roda-roda gila itu mulai memainkan tali pegas motor setipe dengan RX-KING.
Perlahan tapi pasti, kedua kendaraan roda dua itu berputar mengelilingi papan yang berbentuk tabung tadi.
Dari bawah, perlahan mulai naik ke atas. Suara knalpot yang amat sangat bising membuat Ghea menutup telinga.
Sesekali saat salah satu pemain membawa motornya ke sisi atas, cewek itu memejamkan matanya. Apalagi, seisi ruangan buatan itu bergetar karena roda-roda itu saling bergesekan dengan papan kayu.
Cukup tiga kali putaran sudah membuat Ghea menarik tangan Alan agar segera turun dari tempat pertunjukan.
Ia bisa merasakan telapak tangan milik Alan terasa dingin dan basah.
Begitu sampai di bawah, ia menatap cowok itu dengan sorot penuh tanya. Apalagi setelah mendengar embusan napas panjang dari hidung mancung milik Alan.
"Lo takut?" tanya Ghea.
Alan mengangguk polos. Ia menyeka keringat yang muncul di permukaan pelipisnya.
"Kok lo nggak bilang?" Ghea kembali bertanya.
Alan tersenyum. "Nggak apa-apa. Sekalian uji nyali."
Ghea yang merasa tidak enak dengan Alan, memutuskan untuk duduk di dekat wahana roda-roda gila. Ia pamit untuk membeli air mineral, dan meninggalkan Alan yang sedang duduk menetralkan detak jantungnya.
Sesekali, saat ia berjalan tanpa sengaja menyenggol lengan orang lain atau tanpa sengaja kakinya menginjak para pengunjung yang lainnya. Ia berdiri di dekat stand jajanan yang menjual minuman, setelah mengatakan apa yang akan ia beli, sepang iris cokelat terangnya memandang Alan dari kejauhan dan diam-diam ia menyunggingkan seulas senyum.
"Ghea?" panggil sebuah suara.
Cewek yang memakai kaus putih dan ditutup dengan jaket berwarna ungu itu menoleh ke sumber suara. Ia menatap dengan sorot penuh selidik, melihat dua orang yang amat dikenali sedang berdiri beberapa meter di belakangnya.
"Lo berdua nge-date?" tanya Ghea ke arah Rachel dan Rama.
Cewek yang dengan rambut tergerai itu melotot.
"Kita nge-date?" Rama tertawa. "Hahaha ya, iyalah."
Cowok itu membenarkan. Membuat Rachel semakin kesal. Sedangkan Ghea hanya mengangguk. Ia bersiap melangkah menghampiri Alan yang masih duduk di bangku tadi.
"Ish! Jangan ngarang cerita lo!" pekik Rachel.
"Emang bener, kan? Dari pagi lo spam di Line gue? Sampai nyamperin ke rumah segala." Rama membela dirinya sendiri.
Rachel mendengus. Ia berjalan sembari mengentak-entakkan kakinya. "Gue nggak spam, ya! Baru gue chat sebanyak 72 kali. Catat 72, belum sampai 999++."
"Lo berdua di mana-mana emang suka berisik!" Ghea bersuara. "Jonathan di mana?"
"Rachel kan emang berisik, G!"
Merasa tidak mendapat sahutan, membuat Ghea mengabaikan kedua temannya. Ia terus melangkah, membelah jalanan yang semakin dipadati oleh pengunjung. Suara-suara yang berasal dari pengeras suara menjadi backsound sore ini. Apalagi, matahari sudah resmi menyerahkan tugasnya kepada sang purnama.
"Ish, lo ngalah dong sama gue!"
"Mau banget gue ngalah sama lo?" Rama menjulurkan lidahnya.
Ghea menghentikan langkahnya, ia memberikan sebotol air mineral pada Alan. Cowok itu menerima dengan senyum seperti biasanya.
Ia melirik ke arah dua remaja yang berdiri di belakang tubuh mungil Ghea.
Alan kenal siapa mereka, ia hanya tersenyum saat mata legamnya bersitatap dengan Rama. Cowok itu pun balas tersenyum.
"Lo kalau mau ribut mending di lapangan!" acam Ghea.
"Kan ini emang di lapangan," sahut Rama enteng.
Kali ini, Ghea yang mendengus. Rama memang benar-benar menyebalkan.
"Jonathan mana?" Ia mengulangi pertanyaannya.
Rachel yang sedari tadi menekuk wajahnya karena kesal atas ulah Rama membuat cewek itu merasa haus dan merebut air mineral yang belum sempat Ghea minum.
"Oh, si Jo lagi ibadah." Rachel mendudukkan tubuhnya di sebelah Alan.
"Kok lo nggak ibadah?" Ghea menatap Rachel tidak suka.
"Gue udah ibadah kok tadi pagi. Lagian gue sama Jonathan kan beda gereja."
"Lo ibadah sambil mainan HP?" tanya Rama.
Rachel hanya mengangguk, mata cokelatnya menatap Rama dengan pandangan malas.
"Woooaahhh! Anak siapa lo ibadah bawa HP? Jahanam is waiting you, sister!" Rama menepuk-nepuk puncak kepala Rachel.
Ghea menggelengkan kepala, melihat kelakuan kedua temannya itu. Selalu saja ada yang mereka berdua ributkan.
Tanpa sengaja, iris cokelat terangnya memergoki Alan yang sedang tertawa sembari menatap ke arah Rachel dan Rama.
Baru Ghea sadari, bahwa Alan mampu terus tersenyum untuk hal-hal yang sederhana. Namun, tidak bisa ia pungkiri di dalam netra legam milik Alan, memiliki keteduhan sekaligus ketulusan yang semakin membuat ia jatuh ke dalam pesona Alan.
"Rasanya, gue semakin jatuh cinta sama lo, Lan," gumamnya dalam hati.
🐒🐒🐒
Next?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top