Susu Pisang

"Katanya, cemburu itu tandanya sayang, ya? Kalau iya bener gue cuma mau lo rasain yang namanya cemburu. Biar gue, sayang ke lo-nya nggak sendirian. Mau, kan?"

—Ghea Anastasya.

Happy Reading🌝

****

Berbeda dengan cowok yang masih menatap punggung Ghea yang semakin menjauh, cewek itu justru melangkah dengan tergesa. Selagi matanya menatap sekeliling, mencari tempat yang sekiranya bisa dia duduki, telapak mungil Ghea memegang dadanya yang berdenyut nyeri. Sedikit sesak, itu tidak bisa dia elakkan.

"Heh, homo! Gue duduk di sini, ya?" katanya, "Oke, sama-sama," sambung Ghea.

Tanpa berpikir lebih lama lagi, Ghea mendudukkan tubuhnya di sebelah seorang cowok yang sedang menikmati semangkuk soto. Namun, ekspresi cowok itu tetap datar. Berbeda dengan sosok yang ada di hadapannya, Satria sudah mencibir tanpa suara ke arah Ghea.

Bukannya merasa tidak enak atau canggung Ghea malah bersikap semakin tidak tahu diri dengan meminum es jeruk milik Daniel. Sang empunya hanya memprotes lewat tatapan, tak ada satu patah kata pun yang terlontar dari bibir tebal berwarna merah muda itu.

Gadis itu mengembuskan napas lega, sembari mengusap kerongkongan yang sudah dia siram dengan es jeruk di tengah suasana terik.

"Lan, sini!" seru Satria tiba-tiba.

Tubuh Ghea membatu di tempat, dia membulatkan matanya ke arah Satria. Dalam hati, dia berdoa; jika yang dipanggil bukanlah Alan.

Daniel sudah selesai memakan sotonya, kemudian beranjak pergi untuk membeli air mineral, katanya. Sedangkan Satria masih sibuk memasukan sesuap demi suap bakso ke dalam mulutnya.

Sosok yang tadi dipanggil oleh Satria, sekarang sudah berdiri di hadapan Ghea. Tinggi menjulang, dengan aroma bakso yang menguar. Gadis dengan rambut sebahu itu mendongak, dengan detak jantung yang berdetak terlalu cepat.

Suasana hiruk-pikuk kantin tak lagi dia hiraukan, fokusnya saat ini adalah pada cowok dengan semangkuk bakso yang dia bawa di tangan kiri, sebelahnya lagi menggenggam botol air mineral. Kedua sudut bibirnya terangkat, membuat wajah yang dibingkai kacamata agak tebal itu semakin menawan di hati Ghea.

"Gabung, ya," katanya ramah.

Ghea masih membatu, dia tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari cowok itu barang sedetik saja.

"Yaelah santai kali, Lan." Satria menyahuti sembari mendorong mangkuk baksonya yang sudah kosong.

Merasa diperhatikan, Alan mendongak. Menatap gadis di hadapannya dengan senyum bak gula batu andalannya. "Ghea, mau?" tawarnya.

Mata Ghea membulat, pipinya terasa panas menahan malu karena sudah ketahuan menatap Alan dengan begitu terang-terangan. Dia berdeham singkat, sembari mengusap wajahnya. Detik selanjutnya, dia menggelengkan kepala, menandakan dia menolak tawaran cowok itu.

"Lo yang terbaik!" seru Ghea bersemangat kala Daniel menyodorkan susu kotak rasa pisang.

Jarum jam sudah menunjukkan hampir pukul 11 siang, tetapi suasana kantin bukannya bertambah sepi, justru semakin dipadati oleh siswa-siswi Pelita yang berniat mengisi perut. Atau yang baru selesai pelajaran olahraga pasti akan datang sekadar untuk membeli air minum.

Suara adu mulut sudah sangat biasa untuk menjadi back sound suasana kantin. Potret orang-orang untuk berdesak-desakan, memadu kasih, bergosip atau sekadar merokok di bangku paling ujung, itu sudah sangat-sangat biasa. Dan, yang melakukan hal serupa adalah anak-anak itu-itu saja.

"Gue duluan yang antre!"

"Yaelah, di mana-mana itu ladies first. Ngalah dong sama cewek!"

"Lah, lo emang siapa?! Adek gue bukan nyuruh gue ngalah. Minggir!"

Meski suara itu samar-samar terdengar karena suasana kantin yang bak pasar pagi, tetapi nada cempreng itu tidak asing di telinga Ghea. Gadis itu menatap sekeliling kantin mencari sumber kegaduhan siang ini, dan tetap sasaran matanya menangkap dua pelajar yang berdiri di depan kedai siomay. Salah satu di antaranya adalah Rachel--sahabatnya--berkacak pinggang sembari melorotkan matanya ke arah cowok yang sedang bersedekah dada dengan dagu terangkat.

"Dasar malu-maluin," lirih Ghea.

Ghea menghela napas kasar, membuat ketiga cowok yang berada di dekatnya ikut menatap Ghea dengan pandangan penuh tanya.

"Udah biarin saja." Daniel yang pertama kali menyadari ke mana fokus mata cewek itu langsung berkata tak acuh.

Merasa bukan urusannya, Alan kembali melanjutkan kegiatan makan siang. Sedangkan Satria sudah kembali berkutat dengan gawainya. Menonton siaran ulang pertandingan sepak bola tadi malam di YouTube.

Srup ....

Suara itu terdengar di antara mereka. Ghea meremas kemasan susu kotak itu, kemudian melemparkan ke arah tong sampah yang ada di seberang meja yang sedang dia diami.

Cowok yang sedari tadi sibuk dengan benda pipih itu mendongak saat mendengar grasak-grusuk di depannya. Dia memutar bola mata, di mana ada Ghea pasti suasana tidak akan damai. Ada saja yang dilakukan oleh cewek itu, dan mampu menghasilkan keributan.

"Lo ngapain demen banget minum susu pisang?" tanya Satria.

Bukan hanya kali ini dia melihat cewek itu meminum minuman itu, tapi sudah berkali-kali. Dan, akan selalu tandas hanya dalam hitungan menit.

"Katanya minum susu sama makan pisang bisa bikin badan tinggi," jawab Ghea dengan nada gamang.

Satria tergelak keras, membuat mereka menjadi pusat perhatian beberapa penghuni kantin yang sedang mengisi perut. Pun dengan Alan yang ikut tertawa, tapi tidak sekeras Satria. Kalem, adalah ciri khas cowok itu, bahkan saat tertawa sekali pun.

Ghea melototkan matanya, ke arah Satria, mencoba mengingatkan jika mereka sedang menjadi pusat perhatian.

"Kata siapa?" tanya Satria masih dengan sisa tawanya.

"Daniel." Ghea menjawab dengan wajah polos.

Lagi-lagi, Satria terbahak mendengar jawaban Ghea. Cowok itu memegangi perutnya sendiri, wajahnya memerah hingga ke cuping telinga. Hiruk-pikuk kantin yang ramai tak menyurutkan Satria untuk membatasi gelak tawanya. Dia justru semakin semangat menertawakan Ghea yang sedang menekuk wajahnya.

Berbeda dengan Alan yang tercenung menatap wajah lugu Ghea. Dia merasa semakin banyak hal menarik dalam diri gadis itu.

"Kamu lucu," ucap Alan tanpa disadari oleh dirinya sendiri.

Tubuh Ghea mendadak kaku, dia merasa de javu dengan ini semua. Dulu Alan juga pernah mengatakan hal serupa, yang sempat membuat Ghea membumbungkan harapan.

Daniel yang sejak tadi sibuk dengan gawainya, tiba-tiba menyodorkan benda pipih itu ke hadapan ketiga remaja yang sedang saling menertawakan atau lebih tepatnya, Ghea yang sedang diejek habis-habisan oleh Satria.

Ponsel itu menampilkan sebuah artikel, yang mengatakan; Manfaat Pisang bagi pertumbuhan tulang.

"Halah, hoax, nih!" Satria menyangkal.

"Ish, lo nggak percayaan amat jadi manusia!" desis Ghea.

"Percaya sama lo musrik, pencil!" Satria menepuk puncak kepala Ghea.

Inilah salah satu hal paling menyebalkan menjadi orang pendek. Akan selalu dihina oleh mereka yang lebih tinggi. Padahal, menjadi pendek bukanlah pilihan Ghea, tetapi memang dasar tulangnya saja yang tidak mau tumbuh.

Ghea bercedak kesal, tetapi kekesalan itu tak bertahan lama karena Alan tertangkap sedang menatapnya dengan seulas senyuman. Dan lagi, hal itu membuat hawa di sekeliling Ghea mendadak panas, bertambah pula karena cuaca di luar sana sedang terik-teriknya.

"Kok lo kenal Alan?" tanya Ghea sembari menyingkirkan tangan Satria dari rambutnya.

"Kita kan sekelas," sahut Satria.

"Bego!" lirih Daniel.

"Aku kenal Satria dari TK, cuma pas aku SMP aku pindah rumah," terang Alan.

"Dan ketemu lagi di sini, di tempat ini. Bersamamu ... mengajarkanku apa artinya kenyamanan," Satria bersenandung. " Kok gue jadi nyanyi, ya?" Satria tersenyum cengo.

Ghea melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan mungilnya. Pantas saja hawa di ruangan ini sangat panas, dengan melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul 11 siang.

Kafetaria sudah tak seramai pertama kali Ghea menyambangi tempat ini. Intensitas keramaiannya sudah berkurang, karena murid-murid itu mulai beranjak, meninggalkan kantin.

Suara ketukan sepatu terdengar berjalan mendekat ke arah empat remaja yang sedang sibuk dengan dunianya sendiri.

"Hai, Sherin!" sapa Satria yang pertama kali menyadari keberadaan gadis itu.

Suara Satria membuat Ghea mendongak, diikuti oleh Daniel dan Alan yang melakukan hal serupa.
Daniel hanya melirik sekilas kemudian kembali terhanyut dengan ponselnya, sedangkan Alan menatap cewek itu dengan senyum hangat.

Oh namanya Sherin, batin Ghea yang mulai resah.

Ghea jadi menebak-nebak hubungan apa yang dimiliki oleh Alan dan Sherin. Melihat keduanya tersenyum, hati Ghea semakin bergejolak. Sungguh, dia ingin segera beranjak dari tempat ini. Namun, logikanya menyuruh agar dia tetap tinggal.

"Hai, Kak Satria." Gadis itu membalas sapaan Satria dengan hangat.

Ghea mendecih tak suka. Entah kenapa dia merasa kesal dengan keberadaan Sherin. Senyum tulusnya tampak memuakkan di mata Ghea. Atau ini sejenis cemburu?

Cemburu? Big No! Dewi batin Ghea menyangkal.

"Alan, nanti anterin Sherin ke toko kue, ya?" katanya sembari mendudukkan tubuh di samping Alan.

Ghea memutar bola mata jengah. Sepertinya, setelah ini dia akan melihat adegan sepasang kekasih yang akan saling bermanja-manja. Menggelikan!

"Jangan dilihat kalau emang nggak perlu dilihat," bisik Daniel.

Cewek dengan rambut sebahu itu terkesiap, lalu menoleh ke arah sahabatnya dengan alis yang terangkat sebelah. Menuntut Daniel untuk menjelaskan perkataannya. Sedangkan cowok berwajah datar itu hanya mengangkat bahu tak acuh.

"Mau ke sana lagi?" Alan menambahkan kata 'lagi' karena memang kemarin dia baru saja mengantar Sherin untuk membeli black forest.

"Iya. Nanti juga anterin Sherin jenguk teman yang sakit, ya?" Mata cewek itu berkedip-kedip lucu.

"Iya, Sherin," sahut Alan kemudian.

Paras cantik Sherin membuat Satria enggan mengalihkan perhatiannya dari Sherin. Dia bertopang dagu, sembari berdecak kagum.

"Lo udah gede tambah cantik, aja." Satria masih meluruskan pandangannya ke arah Sherin yang sedang tersipu.

Ghea semakin memutar bola matanya melihat adegan itu. Apalagi melihat senyum Alan yang sedari tadi tidak pernah luntur, terus mengembang selama Sherin mengajaknya berbicara.

Dalam sekejap, manik mata milik Ghea bersitatap dengan Sherin. Iris cokelat terang milik Ghea menatap datar ke arah Sherin. Sedangkan cewek itu tersenyum ramah.

Mirip Alan, pikirnya.

Dalam sepersekian detik, adu tatap itu masih terus terjadi. Sherin seperti sedang mengamati Ghea melalui bola matanya.
Merasa jengah ditatap seperti itu, Ghea beranjak dari tempat duduknya. Dibarengi oleh suara bel tanda istirahat sudah berakhir.

Ghea melangkah terlebih dahulu, tanpa pamit kepada mereka yang masih duduk di bangku yang sama dengannya.
Daniel ikut menyusul, lalu Satria pun ikut berlalu setelah pamit dengan Sherin dan Alan yang masih berbicara.

Lengan Satria melingkari pundak Ghea, mereka bertiga berjalan beriringan. Dan, sempat menjadi perhatian beberapa siswa yang masih ada di kantin.
Mungkin, yang ada dalam benak mereka, bahwa anak IPA dan IPS itu tidak bisa berjalan bersisihan. Tanpa perselisihan di dalamnya. Tetapi, mereka salah. Pada akhirnya Ghea akan tetap bersahabat dengan Daniel dan Satria si anak IPA.

"Alan sama Sherin itu pacaran?" tanya Ghea tiba-tiba.

Satria tergelak mendengar pertanyaan Ghea. Cowok itu mencubit pipi Ghea sebelum berpisah di lorong yang memisahkan gedung IPA dan IPS.

***

Sumpah, demi kerang ajaibnya Spongebob. Ini panjang gesssss...

Jangan lupa tinggalkan jejak🌟🌟

To be continue, babe🌜

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top