Semakin Dalam

15.347♥️
G.Antsy_ Iya tau, kok mukanya Rachel emang serem🤣

Ghea membuka kembali ponselnya, ia melihat foto yang terakhir kali ia posting di akun Instagramnya. Ia mengamati gambar itu dalam diam, dengan sengaja ia mematikan kolom komentarnya, ia hanya sedang malas membaca komentar orang lain.

Semakin lama ia mengamati gambar tersebut, ingatannya kembali mengulang kejadian kemarin malam. Mana mungkin ia bisa melupakan hari yang sudah mampu membuat perasaannya jungkir balik. Bukan hanya wajah Alan yang melintas dalam benaknya, tetapi perkataan Rachel berhasil membuat ia merasa ada yang salah dengan semua ini.

"Eh, naik itu, yuk!" Rama menunjuk wahana kora-kora.

Rachel menggelengkan kepalanya cepat. Cewek itu menolak permintaan Rama, tentu saja. Ia melirik wahana berbentuk perahu yang mengapung. Ada besi penyangga di sisi kanan dan kirinya.

"Yang selow-selow dulu, kek. Itu ekstrim banget tau." Rachel memeluk tubuhnya sendiri.

Apalagi mendengar suara teriakan yang berasal dari wahana itu membuat gadis itu semakin menolak mentah-mentah.

"Alah, ayo cepetan!" Rama menarik lengan Rcahel. "Lo berdua ikut, kan?"

"Tentu," sahut Alan.

Ghea menggelengkan kepalanya, bukan karena takut, tetapi karena sikap Alan yang begitu humble membuat ia tersenyum senang. Yang ia pikir akan akan canggung, namun dugaannya salah. Alan cepat akrab dengan teman-temannya yang berisik.

Keempat remaja itu berjalan menuju loket tiket, antrean yang lumayan panjang membuat mereka menunggu cukup lama. Rachel tak henti-henti menarik kaus yang dipakai Rama. Kulitnya yang berwarna kuning langsat terlihat memerah, serta-merta buliran keringat nampak di permukaan wajahnya.

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya mereka berempat menaiki wahana berbentuk perahu itu. Ghea merasakan telapak tangannya mulai basah oleh keringat dingin. Rachel pun nampak mengalami hal yang sama. Berbeda dengan kedua cowok yang berada di sisi mereka, terlihat sangat tenang.

"Pegang ini." Alan menunjuk besi pegangan yang ada di depan mereka.

"Yakin ini aman, Lan?" tanya Ghea sedikit ragu. Entah kenapa nyalinya mendadak menciut saat sudah berada di tempat duduk wahana kora-kora.

"Aman, kok. Santai aja." Alan menyahuti dengan seulas senyum.

Perahu yang mengapung itu mulai bergerak, belum terlalu cepat. Namun berhasil membuat Ghea memejamkan matanya saat wahana itu berada di ketinggian.

"AAAAAA GILA WOY INI GILA!" Rachel mulai berteriak saat perahu itu terayun ke atas.

"Mulut lo ya Tuhan. Ini masih pelan, Chel. Santai elah," sahut Rama sembari membekap mulut Rachel.

Kecepatan wahana itu semakin bertambah. Suara-suara teriakan yang berasal dari orang-orang yang menaiki wahana itu terdengar memekakkan telinga.

"JANTUNG GUE MAU LEPAS!"

"NYAWA GUE TERBANG, YA ALLAH!"

"RAMA-RAMA, DI TEMPAT GUE LEBIH KERASA GOYANGANNYA." Rachel semakin keras meneriakkan kalimatnya.

"Ye si bego. Apa bedanya? Orang kita duduknya sebelahan," sahut Rama santai. Cowok itu justru merekam mereka bertiga melalui ponselnya.

"GILA SIH INI NYAWA GUE TERBANG, AAAAA!" Ghea pun ikut berteriak saat perahu itu mengayun lebih cepat.

"BANG UDAH BANG! YA TUHAN GUE KEBELET PIPIS!" Suara Rachel terdengar bergetar.

"LAN, GUE DIPEGANGIN, NANTI GUE KELEMPAR."

Alan tertawa, wajah yang biasa dihiasi kacamata sekarang tak terlihat. Membuat matanya semakin terlihat jelas menyipit saat tertawa.

"Iya aku pegangin."

Wahana itu terus terayun-ayun dengan tempo yang cepat. Membuat orang-orang yang menaikinya semakin berteriak histeris. Ada yang tertawa, meminta wahana ini diberhentikan atau justru mereka yang menutup matanya selama wahana ini bergerak.

"WOY RAHANG GUE MAU LEPAS TERIAK-TERIAK MULU!"

"RAMBUT GUE TERBANG!"

"Ih, kotoran di telinga gue bisa keluar kalau lo teriak di depan lubang telinga gue!" ujar Rama yang sedang memfokuskan kamera HP-nya ke arah lain.

Rachel tak menghiraukan Rama yang sudah kesal dengan teriakannya. Lagipula yang berkata-kata dengan suara keras bukan hanya dirinya. Seseorang yang duduk di belakangnya bahkan sampai menangis karena tidak kuat menahan gejolak di atas sini dan terombang-ambing selama 15 menit.

"Ini makin tinggi makin asyik tahu," ujar Alan pada Ghea.

Cewek yang sedari tadi memegang erat lengan Alan itu mendongak, menatap Alan dengan sorot mencibir. "Belagu lo! Tadi aja di tong setan lo keringat dingin."

Alan menanggapi hal itu dengan tertawa. Pegangan Ghea pada lengan Alan semakin mengerat saat perahu berada pada titik tertinggi, dan bersiap untuk mengayun turun.

"HAHAHAHA JANTUNG GUE DEG-DEGAN KENCANG BANGET! NGALAHIN PAS PERTAMA KALI GUE LIHAT SENYUMAN LO DAN JATUH CINTA PADA PANDANGAN PERTAMA!"

Senyum merekah yang sedari tadi tercetak di wajah Alan, sekarang berubah menjadi senyuman kaku. Ghea yang tak menyadari apa yang ia ucapkan malah semakin mengeratkan pegangannya pada lengan Alan. Tentu saja itu tidak baik untuk kesehatan jantung Alan.

15 menit berlalu dengan jantung yang terus berpacu, berdetak berkali-kali lebih cepat dari biasanya. Perahu itu resmi berhenti terayun. Rachel mendesah lega, air mata yang sejak tadi ia tahan-tahan, kini meluruh berasamaan dengan kakinya yang bergerak meninggalkan wahana kora-kora.

Ghea melepaskan tangannya dari lengan Alan. Cewek itu berjalan menghampiri Rachel yang sedang berjongkok beberapa meter dari gerbang wahana kora-kora. Bahu cewek itu bergetar, membuat Ghea menatap sahabatnya dengan sorot khawatir.

"Chel, lo oke?" tanya Ghea.

Rachel bergeming, yang terdengar hanya suara isakannya. Hal itu mengundang perhatian Alan dan Rama yang sedang berdiri sembari menonton video yang Rama rekam tadi.

"Lo nangis, Chel?" Rama ikut berjongkok, sembari mengintip Rachel dari sela-sela tangan gadis itu.

Masih belum ada jawaban, hal itu membuat Alan berinisiatif untuk memberikan Rachel air mineral yang ia beli pada pedagang yang ada di dekat mereka berada.

Rama semakin dibuat khawatir karena Rachel tak kunjung terjawab, justru suara isakanlah yang terdengar bertambah keras.

"Sorry, kalau gue udah buat lo nangis. Lo takut gara-gara tadi? Sumpah deh gue nggak ada niat buat bikin lo nangis. Udah ya jangan nangis? Nanti gue kasih kuaci bunga matahari yang paling gede, deh. Janji." Rama mengelus pelan rambut Rachel.

Cewek yang memakai rok berwana maroon itu, perlahan mendongak. Menatap teman-temannya dengan wajah yang masih basah oleh air matanya. Ditambah hidungnya yang memerah membuat gadis itu kesulitan bernapas, karena ada kotoran yang menyumpal di lubang hidungnya.

"Gue cuman pengen pipis." Cewek itu tersenyum malu-malu.

Rama melepas topi hitam yang sedari tadi ia kenakan. Cowok itu meremasnya sembari berdiri. Ia menghela napas lega, tak bisa dipungkiri bahwa ia tadi takut sudah membuat Rachel menangis.

"Amit-amit banget, ya lo. Pengen buang air aja nangis." Ghea memutar tubuhnya dan mengajak Alan pergi.

"Ya udah, yuk gue anterin." Rama memakaikan topi miliknya di kepala Rachel.

"Kita tunggu di depan kedai burger, ya?" kata Alan.

Rama mengacungkan jempolnya, dan menggandeng Rachel berjalan ke kamar mandi.

Ternyata benar, semakin malam justru akan bertambah ramai. Dalam beberapa jam saja, tempat ini sudah berubah menjadi lautan manusia. Tidak hanya remaja, bahkan yang sudah menginjak usia senja pun datang ke tempat ini.

Ghea dan Alan berdiri di depan kedai burger, Ghea sibuk memilih ukuran burger yang akan mereka beli. Alan bergeming di belakang Ghea, cowok itu hanya mengamati apa yang Ghea lakukan. Namun, fokus matanya tak lagi berpusat pada Ghea saat mendengar suara tangisan anak kecil.

Alan menoleh, kemudian berjongkok menyamakan tinggi badannya dengan bocah itu. Ia melirik ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan orang tua anak kecil yang usianya sekitar empat tahunan itu. Merasa tidak menemukan siapa pun yang mendampingi bocah itu membuat Alan mengulurkan tangannya, berusaha meraih tangan mungil itu.

"Kok nangis? Mamanya mana?" Alan mengelus kepala bocah itu dengan lembut.

Masih dengan air mata yang mengalir di pelupuk matanya, bocah yang memakai piyama tidur bergambar kartun spongebob itu menunjuk sosis yang sedang dipanggang oleh pemilik kedai burger.

Alan paham maksud anak itu, ia segera bangkit dan menggandeng tangan mungil milik bocah itu agar berdiri di dekat Ghea yang sedang menunggu pesanan mereka.

"Tambah sosis ukuran jumbo dua, ya?" kata Alan ke arah penjual jajanan.

Pedagang itu mengangguk. Mendengar pesanan Alan, membuat Ghea menoleh menatap cowok itu dengan alis yang terangkat sebelah. Pasalnya ia tadi mendengar jika Alan tidak menyukai sosis, tetapi kenapa sekarang malah memesan sosis?

Alan mengerti apa yang dimaksud tatapan Ghea, cowok itu tersenyum sembari mengangkat dengan lembut tangan anak itu. "Bukan buat aku, tapi buat dia."

"Siapa, Lan? Adek lo?" tanya Rama tiba-tiba.

Alan menggeleng pelan. "Anak orang, pengen beli sosis."

Alan termenung sesaat, melihat bocah itu mengingatkan akan sesuatu memori yang ada di otaknya. Segala hal yang tak mungkin bisa ia lupakan begitu saja. Buru-buru Alan mengucap syukur sebelum benaknya memunculkan perdebatan-perdebatan yang tidak perlu.

"Wawa," panggil sebuah suara.

Bocah itu melepaskan genggaman Alan, kemudian berlari menghampiri wanita yang usianya sudah menginjak senja. Rambut-rambut yang mulai ditumbuhi uban, punggung yang mulai membungkuk. Alan lagi-lagi bergeming, menatap hal itu dengan tatapan nanar.

"Ini dimakan, ya. Biar cepat gede. Oke?" Ghea menyerahkan dua sosis yang dibubuhi mayones di atasnya.

Bocah itu menerimanya dengan senyum riang. Nenek yang tadi memanggil bocah itu dengan sebutan Wawa menyerahkan satu lembar uang bernominal lima ribu. Ghea menolaknya dengan halus, kemudian menepuk lengan Alan pelan saat dua orang itu beranjak pergi.

"Lo kenal sama mereka?" tanya Ghea.

"Enggak. Berbagi kan nggak perlu dengan hal yang mewah. Selagi bisa membuat orang lain senang, kayaknya itu sudah dihitung sebagai pahala." Alan tersenyum

Rama dan Ghea mengangguk paham. Dalam diam, Ghea bersyukur sudah menjatuhkan hati pada seseorang yang mempunyai hati lembut dan setulus milik Alan. Dan mungkin saja, perasaannya untuk Alan semakin mendalam.

"Guys, rumah hantu, kuy?" ajak Rachel yang baru saja datang dengan gula kapas ditangannya.

"Nanti lo nangis lagi," cibir Ghea.

Rachel terkekeh, cewek itu memberikan gula kapas yang ia bawa pada Ghea. Cewek itu menerimanya dengan senang hati.

"Nggak kok. Itu kan cuma hantu bohongan."

"Oke, Ready guys?" ujar Rama.

Mereka bertiga—Ghea, Alan dan Rachel mengangguk kompak. Derap langkah ketiganya terdengar menapaki rerumputan. Saling bergantiang dengan tapak kaki pengunjung yang lainnya.

"Btw, apa Cuma gue yang ngerasa kalau Jonathan jadi kayak jaga jarak gitu sama kita?" tanya Ghea saat berjalan bersama Rachel.

"Ghea Anatasya, bisa menjelaskan apa yang dimaksud dengan Averange Total Revenue?" ucap ebuah sebuah.

Sial! Ghea mengumpat dalam hati, gara-gara melamun, ia tidak mendengarkan penjelasan Pak Joko tentang Penerimaan (Revenue). Cewek itu menggaruk tengkuk, sembari tersenyum kikuk. Ia merasa percuma menanyakan hal itu pada Rachel, karena cewek itu pun sejak tadi sibuk dengan akun Instagramnya.

🐒🐒🐒

Udah sampai part 28 nih? Gimana?
B aja, ya?
Hm, okelah.
Tenkiu yang udah mau baca, apalagi vote dan komen. I wuf u♥️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top