Patah Sebelum Memulai.

      “Terkadang aku lupa, bahwa aku harus menyediakan tempat di hatiku untuk sebuah rasa yang bernama; kecewa.”
—Ghea Anastasya.

Happy Reading❤

***

         Ghea menaikan resleting jaket yang dia kenakan. Angin musim kemarau berembus pelan, tetapi cukup untuk membuat jemarinya kaku. Langkah kaki mungil Ghea menyusuri halaman SMA Pelita Bangsa yang mulai ramai oleh para pelajar. Bisa dia lihat, jika sebagian besar dari mereka juga mengenakan jaket atau sweater.

        “Pagi, Ghea.” Suara serak khas anak laki-laki terdengar dari belakang tubuhnya.

Dia menoleh ke arah sumber suara. Udara yang semula terasa dingin, kini berangsur menghangat karena sebuah senyuman yang cowok itu berikan.

Ghea ikut menyunggingkan senyum ramah, “Pagi juga, Lan. Hari ini dingin ya, gue ngerasa lagi di kutub utara,” sahut Ghea.

       Mereka berdua jalan beriringan, mulai menyusuri koridor sekolah yang cukup ramai dengan lalu lalang murid.

      “Iya, padahal cuaca cerah,” sahut Alan.

Ghea melirik Alan dari ekor matanya, dilihatnya sesekali cowok itu tersenyum membalas sapaan yang diberikan oleh beberapa murid. Hati Ghea berdesir hangat, dia tidak tahu kenapa bisa jatuh hati pada laki-laki yang sedang berjalan di sampingnya. Jika ada pepatah yang mengatakan; kita bisa berencana untuk menikah dengan siapa, tetapi kau tidak bisa memprediksi dengan siapa kau akan jatuh cinta. Maka, Ghea akan menyetujuinya.

        Tidak pernah sedikit pun terbersit dalam benaknya, untuk menjatuhkan hati pada lawan jenis—ini bukan berarti dia tidak normal. Hanya saja, dia terlalu malas memikirkan hal-hal semacam itu.
Dulu, dia berpikir bahwa jatuh cinta itu adalah sesuatu hal yang rumit. Semua yang awalnya, sederhana mendadak dibuat runyam.

Saat orang sedang terserang virus merah jambu, logika tidak akan berfungsi dengan normal. Ibarat kata, kotoran ayam bisa berubah menjadi cokelat di mata orang sedang dimabuk asmara. Atau bagian menjengkelkan dari sebuah jatuh cinta adalah, ketika seseorang merasa rindu dengan pasangannya. Mereka akan saling melempar kode rahasia—yang hanya dimengerti oleh mereka saja. Semestinya, jika dua orang saling merindukan adalah mengagendakan sebuah pertemuan, bukan saling melempar sebuah kode.

       “Kok ngelamun?” tanya Alan.

       Suara Alan berhasil membuat semua lamunan Ghea buyar. Dia tersenyum kikuk ke arah Alan, tanpa dia sadari mereka berdua sudah sampai dia lorong pemisah antara kelas XI IPA dan IPS.

Kenapa waktu muternya cepet banget, ya? Ini koridor yang biasanya panjang juga berasa pendek. Ternyata segini hebatnya kekuatan jatuh cinta, pikir Ghea.

       “Hehehe, gak apa-apa. Gue Cuma lagi mikir aja,” alibi Ghea.

Alan tersenyum. Dia merapikan kacamatanya yang sedikit melorot. Kemudian, satu tangannya yang sedari tadi berada di saku celana, kini dia keluarkan.

       “Oke. Duluan, ya!” kata Alan sembari bersiap melangkahkan kakinya.

Ghea mengangguk, seraya tersenyum manis. “Bye!” Ghea melambaikan tangannya.

Baru beberapa langkah di depan Ghea, Alan menoleh ke belakang. Menatap Ghea dengan tangan yang terangkat. Telapak tangan itu terjulur, berusaha meraih puncak kepala Ghea.

        “Kamu imut, kalau pake jaket gini,” ujar Alan sembari mengusap rambut Ghea.

         Tubuh Ghea membeku. Kalimat singkat itu berhasil membuat pusat dunianya berhenti. Sialan! Dia gak mikir apa kalau omongannya bisa buat jantung gue lepas? batinnya.

         Pipi Ghea memanas. Hatinya berdebar kencang. Otaknya masih belum bisa memproses apa yang baru saja dia dengar; semua tindakkan Alan benar-benar membuat sekujur tubuhnya gemetar, dengan perut mendadak mulas.

Setelah kejadian beberapa detik itu, Alan berlalu pergi meninggalkan Ghea yang masih bergeming di tempatnya.

Sepertinya hari ini bakal jadi hari yang indah, batin Ghea.

***

     Setelah seharian dijejali dengan angka-angka, akhirnya bel pulang sekolah berbunyi. Gadis dengan rambut sebahu itu dengan segera memasukan peralatan sekolahnya ke dalam tas berwarna navy. Sesekali, dia bersiul-siul, wajahnya pun nampak cerah—tidak seperti air muka teman sebangkunya, yang sangat sukar didefinisikan karena habis dijejali rumus akuntansi.

       “Lo kenapa, sih? Aneh banget hari ini,” kata gadis yang menyenderkan kepalanya di atas meja.

Ghea menoleh, senyumnya sedikit memudar. Dia menatap malas ke arah Rachel yang masih saja menelungkupkan kepalanya di atas meja.

       “Lo yang kenapa? Ini kelas udah sepi dan lo masih aja leha-leha!” Ghea menoyor kepala Rachel.

Gadis itu mendongak, membuka kelopak matanya yang sejak tadi terpejam. Dia mendecih, menatap Ghea tanpa minat.

      “Gue ngantuk, pala gue rasanya ke luar asap gara-gara akuntansi,” gumam Rachel.

Dia kembali menenggelamkan kepalanya di antara lengan yang dia lipat.
Karena tidak tega melihat sahabatnya yang nampak sangat kelelahan itu, Ghea memutuskan untuk kembali duduk di bangkunya. Dia mendesah pelan, niat yang sejak tadi sudah dia rencanakan, sepertinya harus dia gagalkan.

Drttt ... Drttt ....

Suara getaran ponsel yang berasal dari saku bajunya, membuat Ghea mengalihkan sejenak fokus matanya, ke arah benda berwarna gold rose itu.

Olimpiade Ekonomi

Williams
Hr in kt pk jko ad tmbhn mtr. Kmpl di ruang olmp.

Arka Frnd
Okey. Gw nanti langsung cus ke sana..
Ghea, jgn lupa ya. See u guys!❤

Ghea Antsy
Lo ngetik apaan Will? Gue kagak ngerti.
Hah? Jgn lupa apa, Ka?

Setelah membalas pesan dari grup olimpiade, Ghea menutup aplikasi chatting-nya. Dia sempat bingung saat membaca pesan yang William kirim. Namun, selama hampir satu bulan mereka menjadi partner dalam olimpiade nanti, Ghea sudah paham tabiat William yang sangat suka mengetik pesan disingkat-singkat. Padahal, biaya mengirim pesan tidak lagi dihitung per karakter, tetapi entah kenapa laki-laki berwajah keturunan Chinese itu gemar sekali mengetik pesan seperti itu.

Ghea jadi ingat saat dirinya bilang akan mengundurkan diri dari olimpiade. Malam harinya, William mengirimi dia pesan singkat, yang mengatakan bahwa dia minta maaf sudah bertindak menyebalkan dipertemuan pertama mereka.

Williams
Gw mnt mf. Gw gd mksd bwt bkn l ksl. So, gw hrp l jgn ngndrn dr dri olmp. Skl lg srry.

Ghea mengernyit, menatap bingung chat yang baru saja dia terima. Display name yang tertera menunjukan bahwa itu adalah William, laki-laki menyebalkan yang sudah membuat suasana hatinya buruk tadi siang. Dia masih tidak paham, apa yang diketik oleh William. Bahasa yang singkat-singkat dan tidak terlihat sekali ingin meminta maaf dengan sungguh-sungguh.

Williams
Ok, Krn l gk bls cht gw, gw anggp l udh mf.n gw. Gw tggu bsk d prpstkn, kl gk mw gw seret l. Bye cebol.

Ghea menggeram membaca pesan yang baru saja dia terima. Dia meremas-remas selimut bermotif Doraemon miliknya. Bukan hanya menyebalkan, William ternyata juga sangat pemaksa. Lihat saja, pesan yang baru saja dia kirim, padahal belum tentu juga Ghea akan memaafkan cowok menjengkelkan itu.

“Tapi, kalau dilihat-lihat, si Will juga ganteng,” gumam Ghea.

Kemudian, bayangan wajah Chinese itu muncul di pikirannya. Mata sipit, bibir tipis berwarna merah jambu, kumis tipisnya, dan jangan lupakan juga lesung pipi tipis yang menghiasi pipi kirinya.

“Dih jijik gue! Gantengan juga Alan. Manis, murah senyum, dan gak nyebelin juga.” Ghea memukul kepalanya sendiri.

Malam itu Ghea terlelap dengan tidak nyenyak. Dia membayangkan besok akan diseret oleh William untuk mengikuti tambahan materi olimpiade.
Dan, benar saja. Laki-laki itu tidak main-main dengan perkataannya. Di jam istirahat kedua, cowok itu menarik lengan Ghea untuk dibawa ke perpustakaan.

“G, lo gak mau pulang?” kata sebuah suara yang dia kenali.

Kilasan tentang kejadian yang pernah dia alami dengan William, dalam sekejap menghilang karena suara itu. Dia menoleh, menatap Rachel yang sudah berdiri dengan tas gendongnya. Gadis itu sudah siap untuk bergegas pulang.

Ini semua gara-gara si Will gue jadi ngelamun, gerutu Ghea dalam hati.

Dia juga buru-buru menyambar ranselnya yang tergeletak di atas meja, saat melihat Rachel sudah lebih dulu melangkah ke luar kelas.
Kaki mungilnya, berusaha menyeimbangi langkah panjang Rachel—yang memiliki tinggi badan ideal. Kaki jenjangnya yang mulus, serta tubuh ramping, membuat gadis itu pantas menjadi selebgram. Iya orang tinggi mah kalau jalan cepet.

Ghea menepuk jidatnya, dia lupa jika hari ini harus mengikuti materi tambahan untuk olimpiade nanti.

“Chel, gue gak bisa balik bareng lo. Gue harus ke ruang olimpiade,” ucap Ghea.

Rachel menghentikan langkahnya, dia menoleh ke arah Ghea. Gadis itu berdecak, kemudian menatap Ghea dengan wajah sinis.

“Gue ikut lo aja deh, gak apa-apa, ‘kan? Gue males balik sendiri,” sahut Rachel sembari menyeret lengan Ghea.

Selalu aja gini. Belum sempat Ghea menjawab, tangannya sudah ditarik oleh cewek blasteran, yang mempunyai sifat sedikit menyebalkan dan selalu mengambil keputusan secara sepihak.

Embusan napas panjang terdengar dari hidung bangir Ghea. Mau tidak mau dia membiarkan Rachel berbuat semaunya. Daripada dia harus mendengar cewek itu merengek, seperti bayi yang belum diberi ASI.

Mendadak, bola mata Ghea menangkap sesuatu yang mengganggu pemandangan. Dia menatap ke arah halaman sekolah sekali lagi, mencoba memastikan jika itu hanya fatamorgana saja.
Jantung Ghea berdegup kencang, di depan sana postur tubuh laki-laki yang amat sangat dia kenali sedang berjalan dengan seorang gadis berambut panjang yang digerai. Dilihatnya, mereka berdua saling melempar tawa.

Hati Ghea mencelos, ada perasaan sesak yang tidak bisa dipungkiri. Langkah kakinya tak lagi seimbang, membuat tubuh mungilnya limbung.
Melihat sahabatnya yang kehilangan fokus saat berjalan, membuat Rachel berhenti sejenak sembari memegang lengan Ghea—supaya tidak terjatuh.

“G, lo kenapa?” Suara Rachel terdengar khawatir.

Ghea masih bergeming, dia menatap lurus dengan pandangan kosong. Kerisauan Rachel semakin menjadi-jadi, kala melihat mata sipit Ghea mulai berkaca-kaca.

Sebenarnya siapa cewek yang bareng Alan tadi?

🐼🐼🐼

To be continue ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top