Kok Jadi Baper-baperan?
Sepasang kaki mungil melangkah menyusuri koridor sekolah yang mulai sepi. Dengan sengaja ia keluar kelas paling akhir, ia hanya sedang malas untuk berdesak-desakan untuk segera pulang. Ia lelah, bukan hanya sekadar fisik, tetapi emosinya pun kacau.
Ghea merasa permasalahan yang sedang ia hadapi sekarang lebih pelik tentang perasaannya terhadap Alan. Apalagi mengingat perkataan Rama saat istirahat tadi, membuat pikirannya semakin kacau. Bahkan ia mangkir dari bimbingan rutin pra-olimpiade, ia butuh jeda; untuk sekadar mengistirahtkan tubuh dan otaknya.
Suasana sekolah yang sudah cukup sepi membuat perkataan Rama terdengar jelas dalam ruang pikirannya. Kalimat-kalimat itu seperti sedang menghakimi dirinya, meminta pertanggung jawaban atas sikapnya yang tidak tegas. Ghea benci dengan keadaan ini, amat sangat. Rasanya seperti ada yang mengganjal dalam benaknya; ada sisi yang hilang dari hidupnya. Dan, ia rindu dengan lingkaran pertemannya yang dulu.
"Ram, Jonathan kenapa?" tanya Ghea saat ia melihat Jonathan keluar kelas tanpa menoleh ke arahnya.
Rama yang sejak pelajaran Ekonomi sibuk berkutat dengan pensil dan kertas itu hanya menoleh sekilas ke arah Ghea, kemudian kembali berkutat dengan arsiran lukisannya.
"Apanya yang kenapa?" Rama balik bertanya.
Ghea menghela napas, kemudian menggigit ujung tutup belpoinnya. "Kok jadi beda? Kayak jaga jarak sama gue. Ya lo tahu, sebelum ini dia nggak pernah secuek itu sama gue."
"Jadi lo pengen diperhatiin sama si Jo?" Bukannya menjawab, Rama justru terus menerus mengajukan pertanyaan.
Melihat Rama yang sepertinya enggan menanggapi pertanyaanny dengan serius, membuat Ghea kesal sendiri melihat sikap menyebalkan dari temannya itu.
"Bukan gitu, bege!" Ghea menepuk lengan Rama dengan pulpen yang sejak tadi ia gigiti tutupnya. "Lo lihat kan tadi? Dia noleh ke gue aja kayak nggak sudi gitu. Misalnya gue punya salah atau ngelakuin kesalahan ya diomongin lah sama gue. Bukan kayak gini, diem-dieman kayak orang nahan boker."
Rama tertawa renyah, cowok itu menggelengkan kepalanya. Detik berikutnya cowok itu menatap Ghea dengan sorot yang dibuat seserius mungkin.
"Emang lo nggak nyadar ya, G?" tanya Rama.
Ghea menggelengkan kepalnya, sepasang alis tebal miliknya menukik. "Apaan sih?"
"Ish, peka dikit dong jadi cewek." Rama memutar-mutar pensil miliknya. "Lo inget nggak yang pas si Jo bilang suka atau sayang gitu ke lo pas di kantin?"
Ingatan dalam otaknya mencoba mengingatnya, mencari ke setiap sudut ruangan yang biasa ia gunakan untuk berpikir.
"Kalau gue beneran sayang sama lo gimana, G?" katanya waktu itu.
Ghea mengangguk. Ia ingat betul dengan kejadian akward yang mendadak terjadi di antara mereka. Dan, saat itu pula ia langsung meninggalkan Jonathan di kantin karena dipanggil oleh Pak Joko untuk melakukan bimbingan olimpiade.
"Lo pikir dia becanda?" tanya Rama.
Ghea mengangguk. Suasana kelas yang sudah sepi, membuat keduanya lebih leluasa dalam mengobrol. Lagipula Ghea merasa perlu menyelesaikan masalah ini secepatnya. Ia tidak ingin ini menjadi larut.
"Ya lagian kita itu teman, Ram. Kok malah jadi baper-baperan?" Suara Ghea terdengar kesal. "Temenan ya temenan aja, nggak perlulah dibumbui pake cinta."
Cewek itu meremas pulpen yang tadi ia gunakan untuk memukul Rama. Cowok itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Berusaha memahami pemikiran cewek, tetapi semakin ia memncoba maka akan semakin pusing. Nyatanya, cewek itu lebih rumit dari soal matematika.
"Tapi, G ... perasaan kan nggak ada yang tahu mau datang kapan, buat siapa." Rama mencoba mengungkapkan pendapatnya.
"Iya, kayak lo sama Rachel diem-diem pacaran. Iya kan?" tuduh Ghea.
Rama terlihat salah tingkah, ditambah Ghea mengatakannya dengan cukup keras membuat beberapa murid yang masih menetap di dalam kelas mengalihkan perhatiannya pada mereka berdua.
"Ini opini gue ya, menurut gue Jonathan tahu kalau lo lagi suka sama orang lain, jadi dia jaga jarak gitu. Anggap aja si Jo lagi patah hati, atau kalau lo pengen clear ya tanyain sama doi." Rama menepuk pundak Ghea seraya beranjak keluar kelas.
"DOORRR!" suara cempreng seorang gadis membuat Ghea keluar dari lamunannya.
Ghea mendongak, menatap malas ke arah pemilik suara itu. Siapa lagi kalau bukan teman sebangkunya—Rachel. Cewek itu datang bersama Rama dari arah kantin, ia pikir mereka berdua sudah pulang, melihat keduanya keluar kelas paling cepat.
Gadis dengan tinggi badan hampir mencapai angka 170 cm itu menyodorkan selebaran berwarna kuning. Belum sempat Ghea membaca tulisan apa yang ada di pamflet itu, Rama menahan lengan Rachel sembari tersenyum canggung ke arah Ghea.
Melihat ada yang disembunyikan dari Rama, Ghea menatap mereka dengan tatapan penuh selidik. Apalagi Rachel tampak bernapsu agar ia membaca pengumuman yang ada di kertas itu membuat Ghea merebut paksa dari tangan Rachel.
Cukup beberapa kalimat sudah berhasil membuat suasana hati Ghea semakin memburuk. Ia benci dengan semua ini, apalagi melihat yang melakukan hal ini adalah Rachel—salah satu teman cewek yang begitu akrab dengan dirinya.
Perlombaan Bela Diri Antar SMA Tingkat Kota Jawa Tengah.
Ghea melengos, lantas melannjutkan langkahnya yang terhenti karena Rachel dan Rama. Melihat Ghea akan menghindari pembahasan ini, Rachel buru-buru menahan lengan sahabatnya. Cewek itu menggelengkan kepalanya, kode bahwa Ghea tidak boleh pergi.
"Mau samapai kapan, G?" tanya Rachel.
Ah, lagi-lagi pertanyaan ini, apa mereka tidak bosan? pikirnya.
Ghea menggelengkan kepala, satu permasalahan saja belum selesai ditambah dengan pertanyaan yang berulang kali Rachel ajukan membuatnya semakin pening. Ia ingin segera pulang untuk mandi dan lekas beristirahat.
"Gue udah cukup sibuk sama persiapan olimpiade." Ghea mengangkat bahunya tak acuh.
"Itu cuma alasan lo, G!" tegas Rachel.
Mendengar nada suara Rachel yang berubah sedemikian rupa membuat Ghea terhenyak. Sedikit Ghea merasa beruntung karena suasana sekolah yang sudah cukup sepi--membuat mereka tidak dijadikan tontonan menarik oleh murid lain--walaupun masih terlihat beberapa siswa yang sedang berlalu lalang di halaman sekolah.
Ghea mengusap wajahnya dengan tangan kanan, ia tak bisa mengelak dari perkataan Rachel. Semua itu benar adanya, itu hanya alibi. Bukan karena olimpiade, tapi karena kejadiaan yang benar-benar tidak pernah diinginkannya terjadi begitu saja. Dan, semenjak saat itu ia memutuskan untuk berhenti, pun menjauh dari semua hal yang menyangkut tentang bela diri.
"Ini udah hampir dua tahun, G! Mau sampai kapan lo lari?" tanya Rachel tanpa menurunkan nada suaranya.
Rama yang melihat Ghea tidak berkutik, mencoba memberi kode lewat tatapan matanya, tetapi Rachel tak mengindahkan hal itu. Rama tahu, bahwa Rachel punya niat baik. Apalagi kalau bukan demi kebaikan Ghea—cewek yang sudah seperti suadaranya sendiri.
"Lo atau kita udah bukan anak kecil lagi, G. Udah bukan saatnya kita lari dari permasalahan, setiap tindakan itu pasti ada risiko yang perlu dipertanggung jawabin. Gue benar-benar nggak tahu gimana pola pikir lo. Emang dengan lo berhenti, apa yang lo alamin bakal hilang gitu aja? Kenangan ada itu bukan untuk dikenang, tapi buat dijadiin pelajaran buat kehidupan kita selanjutnya."
Lidah Ghea semakin kelu, ia tidak punya lagi kalimat-kalimat pembelaan yang kerap ia lontarkan saat seseorang menanyakan alasan ia berhenti menekuni bela diri. Yang biasa ia katakan adalah alasan-alasan yang ia buat demi membenarkan dirinya atas pilihan yang ia pilih.
"Chel, please!" Rama memegang lengan Rachel.
Cewek yang rambutnya ia biarkan tergerai itu mundur beberapa langkah, kemudian tersenyum simpul.
"Gue harap lo pikirin kata-kata gue. Jangan sampai lo nyesel, karena saat lo ngalamin hal itu yang bisa nyelamatin ya cuma diri lo sendiri. Bukan orang lain. Pilihan tetap di tangan lo, maju untuk memaafkan atau mundur untuk mengenang masa lalu."
Rachel mulai melangkahkan kakinya, meninggalkan Ghea dengan hati dan pikiran yang berkecamuk. Sepenuhnya ia membenarkan perkataan Rachel, tidak ada lagi pembelaan-pembelaan yang keluar dari mulutnya. Yang ada hanya pilihan-pilihan yang akan ia buat, dan salah satu tugasnya adalah; jangan sampai menyesal saat pilihan itu sudah ia pilih.
🐒🐒🐒
Hope u like it, baby♥️
Next?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top