Jaman Edan!

Seperti hari-hari biasanya, koridor SMA Pelita Bangsa dipadati oleh siswa-siswinya.
Cewek dengan rambut sebahu itu melangkah dengan sedikit tergesa. Suasana yang sesak, membuat dia tanpa sengaja menyenggol beberapa bahu yang sama-sama sedang bersimpangan.

Setiap ketuk langkahnya, membawa ingatan cewek itu pada percakapannya semalam, dengan dua orang terdekatnya.

"Yang perlu lo lakuin, ya bersikap biasa aja. Nggak usah menghindar, anggap aja dia teman lo. Kayak lo anggap kita berdua."

Lalu, kalimat-kalimat yang lain pun ikut berputar pada rotasi otaknya. Entah mencari jawaban atau sekadar ingin membuat pusing sang empunya.

"Gue nggak nyuruh lo buat lupain dia, tapi ya ... sama yang kayak dulu gue pernah bilang; dengan atau tanpa dia hidup lo harus tetap berjalan."

"Hmm, fokus sama olimpiade saja, sih. Minimal, biar yang suka ngejek lo jadi kicep, pas lihat lo bawa pulang piala sama medali."

Gadis itu menghela napas perlahan. Kenapa masalah seperti ini saja bisa membuatnya tidak tidur nyenyak?

Langkah cewek dengan sepatu kets kesayangannya itu sampai pada pintu kantin. Seperti biasa, suasana tidak ubah bak pasar--dengan berbagai macam tingkahnya.

Mata sipit itu mengedarkan pandangannya, mencari-cari keberadaan teman-temannya. Dia mengeluarkan ponsel yang sejak pagi belum sempat dia buka. Jari mungilnya lincah berselancar di atas layar benda pipih itu.

"Auwh!" ringisnya saat merasakan jidatnya menabrak punggung seseorang.

Untung HP gue nggak jatuh, batinnya.

"Ghea?" Panggil sebuah suara.

Tubuh cewek pendek itu membatu, dia merutuki dirinya sendiri yang sudah menabrak siapa pemilik punggung itu--tanpa dia melihat pun dia sudah tahu siapa yang dia tabrak. Apalagi mendengar suara itu membuat hatinya kembali bergetar.

"Sorry, Lan." Ghea mengucapkannya sembari berkedip-kedip lucu.

Alan menganggukkan kepala seraya tersenyum. Tanpa sengaja iris cokelat terang milik Ghea menangkap seorang gadis dengan rambut yang dikucir kuda, berdiri tidak jauh dari tempat Alan sekarang.

Perasaan resah yang mulai menjalar dalam benak Ghea, kini tergeser oleh ucapan Damian tadi malam.

"Lagian, ya, G, hidup itu nggak melulu soal cinta. Atau, tentang perasaan kita berbalas apa enggak. Tapi, lebih ke arah, kalau lo liat dia orang yang lo suka bahagia, atau minimal senyum, lo ikut merasakan hal yang sama."

Tetapi bukankah munafik jika dia mengatakan bahwa perasaanya biasa saja saat melihat ini semua? Padahal hatinya kembali bergejolak, apalagi logika yang lagi-lagi mengejek.

"Dengar ya, Ghea Anastasya ... lo nggak harus milikin apa yang lo suka. Ibaratnya, lo pengen beli PS-3, tapi nyokap nggak ngebolehin. Sama halnya kayak perasaan lo ke Alan, lo pengen dia sama lo. Tapi, Tuhan nggak ngijinin lo terjebak sama perasaan yang salah. Dan, ending-nya sakit hati sendiri sama nyalahin takdir. Nggak bisa memiliki bukan berarti harus membenci, kan? Lo masih bisa jadi teman buat dia, gue rasa pertemanan lebih abadi daripada pacar-pacaran."

"Bersikap biasa saja, G. Jangan dikejar, nanti dia tambah jauh. Anggap dia teman lo, oke?"

Kalimat-kalimat yang Damian ucapkan masih saja bergerak berputar-putar--layaknya komidi putar.

"G! Sini!" Seru Rachel dari meja yang berada di tengah-tengah kantin.

Ghea melirik Alan yang masih berdiri di sampingnya, senyum merekah itu masih saja bertengger dalam parasnya.

"Gue ke sana dulu. Bye!"

Alan mengangguk sembari tersenyum--seperti biasanya.

Ghea mendesah lega, dia tidak perlu bingung akan bersikap seperti apa di hadapan Alan.

"Wagelaseh, serius ini? Bukan hoax, kan?" Itu suara Satria.

"Yoi! Ini lagi jadi tranding topic sama anak ML." Suara Rama terdengar.

"Ini bukannya anak SMA Negeri, ya?" tanya Jonathan.

Ghea yang baru saja sampai di meja bagian tengah, mendengar percakapan seperti itu mendadak diliputi rasa penasaran.

"Apaan?" tanya Ghea sembari melongokkan kepala di antara beberapa anak cowok yang sedang mengitari meja.

"Ini anak sekolah sebelah foto bugil demi dapetin skin ML." Rezki yang berada di samping Ghea menjawab pertanyaannya.

"Hoax, kali!" ucap Ghea tidak percaya.

"Nih, lihat." Aga menyodorkan ponsel yang sedari tadi menjadi pusat perhatian.

Ghea menutup mulutnya dengan telapak tangan. Dia menatap tidak percaya pemandangan di hadapannya. Rachel yang sejak tadi sibuk dengan akun Instagramnya pun ikut melongokkan kepala, apalagi setelah melihat ekspresi terkejut yang tercetak jelas di wajah Ghea.

"Eh, anju! Ini sih anak SMP 13. Gue sering lihat dia!" seru Rachel heboh.

"Serius lo dia anak SMP?" tanya Jonathan.

"Iya, ya Tuhan. Gue beberapa kali ketemu ini anak di G-Now kafe." Rachel berkata mantap.

Ghea masih bergeming di tempatnya, dia memandang tidak percaya apa yang baru saja dia lihat. Bayangkan saja, demi skin permainan analog seperti itu bisa membuat seseorang menurunkan harga dirinya sendiri.
Ghea menggeleng tidak percaya, apalagi jika benar yang melakukan hal ini adalah anak SMP.

"Ya gue sih nggak heran, ya. Skin kan cuma buat orang-orang yang kelebihan duit." Aga bersuara.

Beberapa anak yang tadi bergerombol mengitari meja, kini sudah duduk di tempatnya lagi. Pun dengan Ghea yang bergerak dari tempatnya dan memilih duduk di samping Aga.

"Ya, tapi kan nggak dengan cara gitu juga, Ga," kata Ghea dengan sisa-sisa keterkejutan.

"Berapa sih harganya?" tanya Rachel penasaran.

"Sekitar 100 ribu sampai 3 jutaan, sih kalau nggak salah," sahut Rezki.

Cewek yang memiliki rambut cokelat gelap itu, membulatkan matanya. Dia tidak percaya, bahwa harga yang dipatok bisa sedemikian mahalnya.

"Fu-fungsinya buat apa?" tanya Rachel terbata-bata.

"Nggak ada. Itu kayak cuma ada kebanggaan tersendiri saja, sih." Jonathan mengangkat bahu tak peduli.

"Serius, ya gue nggak nyangka harganya bisa semahal itu. Buat gue, duit segitu bisa buat nyalon. Seenggaknya berfaedah buat mempercantik diri, bukan buat ngerendahin diri," celoteh Rachel.

Di antara mereka berenam mungkin yang tidak bermain game online hanya Rachel. Karena bagi cewek kekinian seperti dia, bermain game bukanlah hal yang menyenangkan.

Satria dan Rama masih belum terdengar suaranya. Kedua cowok itu masih memperhatikan layar ponsel. Keduanya sama-sama terdiam dengan mata yang tidak berhenti bergerak.

"Heh, homo! Kedip! Lihat gitu doang lo turn on?" Ghea melemparkan kulit kuaci ke arah mereka berdua.

Satria mendongak, kemudian menatap satu per satu mereka yang sedang duduk di satu bangku panjang dengannya. Cowok itu menggaruk tengkuknya, salah tingkah.

"Boro-boro napsu, lihatnya saja mual!" ketus Rama.

Satria mengamini, dia menyeruput teh botolnya. Di antara mereka yang menggunakan badge IPA hanya Satria, tetapi cowok itu tetap terlihat santai. Pun dengan keempat cowok yang memakai badge IPS tidak terlalu memusingkan hal tersebut. Toh, pada dasarnya mereka sama. Sama-sama murid Pelita Bangsa.

"Tapi gini, deh. Kalau dia beneran anak SMP, masa iya body dia sebegitunya?" Satria berpikir logis.

"I don't know, sih. Mungkin nih, ya mungkin udah sering dipakai?" Aga berkata sedikit frontal.

"Hus! Nggak boleh su'uzon." Rezki mengingatkan.

"Lo lihat deh tubuhnya, anak SMP, man. Masa iya lekuk tubuhnya sebegini?" Aga masih kukuh dengan pendapatnya.

Rama mengiyakan. "Iya, sih kalau dipikir-pikir, ini jaman udah edan!"
(Baca: gila)

Ghea dan Rachel memilih diam karena mereka itu cewek, yang pasti melihat sesama kaumnya bertingkah seperti itu membuat keduanya malu--meskipun bukan dia yang melakukan hal tabu itu.

"Hmm, sekarang kan gaya hidup lebih mahal daripada harga diri," celetuk Jonathan.

"Udahlah, anak SMA tidur sama om-om juga udah jadi hal biasa. Anak umur 13 tahun nikah juga ada, anak SD dihamili sama bokapnya sendiri ada. Anak tega bunuh nyokapnya karena pengen beli HP juga ada, kan?" Satria kembali bersuara.

Mereka semua mengamini. Jam istirahat Ghea diisi dengan obrolan seputar generasi milenial saat ini. Berbagai macam persoalan yang sedang dihadapi remaja saat ini. Apalagi, mereka hidup di zaman serba modern.

Sampai bel berbunyi tanda istirahat sudah habis obrolan mereka masih belum juga selesai. Dan, Ghea pun lupa jika dia belum mengisi perutnya dengan makanan--selain kuaci yang tadi ada di meja.

***
To be continue....
Jangan lupa tinggalkan jejak🌟

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top