DUUH

Sahabatan ya sahabatan aja. Jangan dibumbui pakai cinta.

-Ghea Anastasya

****

       Suasana kantin di jam istirahat kedua memang tidak terlalu ramai, berbeda saat bel yang pertama.
Ghea dan teman-temannya—Rachel, Jonathan, dan Rama terduduk di bangku yang ada di pojok kantin.

       Rama sibuk mengupas kulit kuaci, Rachel asik membuat Boomerang di Instagram, sedangkan Ghea dan Jonathan sedang merasakan nikmat dari makan bakso dicuaca terik ditemani segelas es jeruk. Benar-benar kenikmatan duniawi yang tidak bisa didustai.

"G?" Suara Rama terdengar untuk memecah keheningan yang sejak beberapa detik lalu tercipta.

"Hmm." Fokus mata Ghea tetap terarah pada mangkuk bakso.

"Mau nanya, boleh?"

Ghea mendongak, dia memutar bola matanya ke atas. Sedetik kemudian dia menganggukkan kepalanya.

"Biasanya juga lo langsung ngebacot, Ram," celetuk Rachel sambil mengambil kuaci yang sudah dikupas oleh Rama.

Sang empu hanya mendengkus kesal melihat gadis berambut ikal yang sudah mencomot kuncinya tanpa izin.

"Sesungguhnya mengambil tanpa izin adalah ma-li-ng." Rama menekan kalimat terakhirnya.

"Orang pelit kuburannya sempit tau!"

"Kalau di dalam kubur tempatnya luas, gue bisa bawa tv, kasur, kulkas, meja, sekalian gue main PS deh," sahut Rama tidak mau kalah.

Ghea dan Jonathan hanya diam, mereka berdua tidak mau mengambil pusing melihat tingkah Rachel dan Rama yang sering kali adu mulut. Bukan rahasia umum lagi kalau Rachel dan Rama akan meributkan hal sepele.

"G?" Rama memanggil Ghea sekali lagi.

"Apa?" sahut Ghea ogah-ogahan.

"Makan bakso tiap hari bisa bikin pintar, ya?" tanya Rama seraya memakan kuaci bunga mataharinya.

Hampir saja Ghea tersedak mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Rama. Terkadang Rama itu menyebalkan karena sifat pelitnya, kadang pula dia itu bisa seperti laki-laki lugu. Entah itu dia benar-benar polos atau hanya sedang berpura-pura.

"Seriusan? Emang gitu ya, G?" tanya Rachel antusias, "Kok gue baru tahu sih? Kalau beneran, gue mau deh makan bakso tiap hari. Tapi lo yang bayarin, Jo!"

Ghea mengehela napas panjang. Ya Tuhan! Sebenarnya mereka berdua itu makhluk yang berasal dari mana? Kenapa terkesan begitu idiot?

"Kok gue?" Jonathan menggeser mangkuk baksonya yang sudah kosong.

"Lo kan anak CEO. Jangan pelit sama sahabat sendiri," sahut Rachel.

"Sejak kapan lo jadi sahabat gue?" sahut Jonathan dengan ekspresi datar.

"Sejak es kepal milo booming!" Suara Rachel mulai terdengar kesal.

"Kenapa lo berdua jadi berantem?" sindir Rama, mungkin dia sudah merasa pusing mendengar perdebatan yang tidak akan berujung.

"Bacot!" Rachel dan Jonathan menjawab dengan kompak.

Rama mendengkus seraya memalingkan wajahnya dari Rachel dan Jonathan yang sedang beradu pandang. Seolah-olah tatapan mereka bisa saling membunuh.

"Oke, terserah lo berdua. Jadi, gimana, G?" Rama mengulangi pertanyaannya.

"Apanya?" sahut Ghea tanpa mengalihkan perhatiannya dari mangkuk bakso.

"Dari tadi lo gak dengerin gue ngomong!?" ketus Rama.

Ghea menganggukkan kepalanya, "Denger kok."

"Jadi jawabannya apa?"

"Gak," sahut Ghea tanpa pikir panjang.

Memangnya dia akan menjawab seperti apa lagi pertanyaan bodoh itu? Ghea yakin, bukan hanya dia yang akan menganggap itu adalah sebuah pertanyaan absurd.

"Bisa kali panjangin dikit kalimatnya?"

Ghea mendongak, menatap tajam ke arah Rama yang sedang menampakkan senyum bodoh andalannya.
Dia mengehela napas berat, perasaan gondok mulai berkecamuk di hatinya. Kenapa selalu saja ada orang-orang yang mengganggu kegiatan makan siangnya?

"Kecerdasan itu bisa berasal dari gen atau keturunan orang tua, dan bisa juga karena otak kita sering diasah." Ghea menyesap es jeruknya yang tinggal setengah.

"Banyakin latihan soal, bukan makan bakso abis tiga mangkuk tapi ngutang," sambung Ghea.

"Tapi gue lihat lo gak pernah belajar," sahut Rachel yang sejak tadi hanya diam menyimak pembicaraan Ghea dan Rama.

Tiba-tiba suara keributan terdengar, dan  berasal dari arah pintu kantin, membuat mereka berempat mengalihkan pandangannya sejenak. Ghea mengembuskan napas lelah, melihat siapa yang datang.

"Geng ayam tuh, G." Suara Jonathan membuat Ghea mencibir tanpa suara.

Selalu saja, jika ada mereka pasti akan ada keributan. Siapa lagi jika bukan Mutia dan kawan-kawannya, yang mempunyai rambut berwarna-warni. Seperti ayam yang dijual di alun-alun kota.

"Emang iya." Ghea bersiap menghabiskan sisa baksonya.

"Jadi, otak encer lo dapat dari mana?" tanya Rama.

Suara Rama terdengar lagi membuat Ghea menggeram kesal, tidak bisakah teman-temannya tidak menganggu dia sebentar saja? Dia ingin memakan bakso dengan tenang. Tanpa gangguan, dan hambatan.

"Isi ulang di pom bensin!" ketus Ghea.

Nampaknya, siang ini kesabaran dia sedang diuji oleh yang Maha Kuasa. Ghea merasakan jengkel yang amat sangat, selain karena pertanyaan konyol dari Rama, namun juga karena ulah Mutia yang sedang heboh karena postingan Instagramnya di-like oleh anak selebgram sekolah sebelah.

"Serius, G! Gue mutilasi juga lo lama-lama!" Rama berkata dengan nada kesal.

Ghea bingung, entah kenapa hari ini Rama mendadak banyak bertanya.
Hal itu membuat Ghea mengembuskan napas berat yang entah sudah keberapa kali di siang ini.

Sabar, G sabar. Orang sabar disayang Alan.

Ghea mengusap dada dengan telapak tangan kanannya.

"Gue setuju 1000℅!!!" seru Jonathan.

"Nyambung aja lo, kayak kabel." Ghea menatap Jonathan yang sedang sibuk memakan kuaci milik Rama, " Kapan sih gue gak serius?"

"Sering!" Jonathan, Rachel dan Rama menjawab serempak.

Rachel yang sejak tadi sibuk memperhatikan geng ayam, pun ikut menyahuti. Kalau masalah menistakan dirinya, pasti Rachel akan menjadi peserta teraktif dan nomor satu.
Entah, sahabat macam apa yang tega mem-bully temannya sendiri.

"Apa salah dan dosaku sayang, cinta suciku kau buang-buang ...." Ghea bernyanyi dengan wajah yang dia buat sesedih mungkin.

"Malah ngamen."

"Gue gak bakal ngebuang rasa sayang dan cinta lo kok, G." Jonathan berkata diringi seulas senyum yang jarang dia nampakkan.

Kali ini, senyum dan sorot mata laki-laki berkulit kuning langsat itu nampak berbeda.
Lengkungan bibir itu, terlihat ... tulus. Serta, sorot matanya sarat akan sebuah rasa yang membuncah.

Orang lain pasti akan sadar, cara Jonathan menatap Ghea itu berbeda. Tapi kenapa Ghea tidak bisa menyadarinya?

Suasana meja mereka berempat yang awalnya ramai, sekarang mendadak dilingkupi rasa canggung.

"Ekhem, cek sound 1 2 3." Rama memecah keheningan yang mendadak tercipta setelah kalimat sialan itu terlontar dari mulut Jonathan.

Sedangkan Ghea hanya terdiam seribu bahasa ditempatnya. Dia seolah kehilangan kalimat pembelaan yang sudah siap diucapkan sejak tadi.

"Pipi lo jangan merah-merah dong, G. Tomat aja kalah," celetuk Rachel sembari mengedipkan sebelah matanya.

"Gak jelas!" Ghea menenggak es jeruknya hingga tandas.

Ghea bingung dengan dirinya, kenapa dia tidak bisa mengucapkan kata-kata sarkas yang biasa dia katakan? Ke mana hilangnya semua kalimat itu?

Lagi pula, kenapa Jonathan harus melontarkan perkataan seperti itu? Tidak sadarkah dia, jika apa yang dia bilang membuat mereka terjebak dalam moment akward seperti sekarang?

"Kalau gue beneran sayang sama lo gimana, G?" tanya Jonathan.

***

Duh, gimana G?
Persahabatan atau cinta?

Akhirnya aku update juga. Hm, jangan lupa vote dan komen ya❤ Voment dari kalian adalah semangatku.

Ah, Iya. Marhaban ya Ramadhan manteman semua. Selamat menjalankan ibadah puasa buat yang menjalankan.
Mohon maaf apabila daku punya salah sama kalian semua ya❤

Oke see you bosku💜💜

Tertanda,

Orang yang lagi semangat nulis🐼

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top