DAMIAN

Gadis berpawakan mungil, dengan rambut sebahu yang tergerai, melangkahkan kaki dengan wajah kusut. Ekspresi ceria yang biasanya melekat di tampangnya, kini mendadak lenyap karena mood-nya mendadak hancur karena tingkah salah satu mantan partner-nya dalam olimpiade yang seharusnya Ghea ikuti beberapa bulan ke depan. Namun, sayangnya dia tidak akan pernah mengikuti perlombaan ekonomi itu, karena dia sudah mengundurkan diri.

Seperti biasa, koridor SMA Pelita Bangsa, berisi siswa yang sedang berlalu lalang. Ghea mendesah pelan, hanya ada satu yang bisa membuat mood-nya kembali baik. Yaitu, senyum semanis madu asli dari sosok berkacamata dengan tahi lalat kecil di puncak hidungnya.

Ghea butuh lengkungan bibir yang terangkat itu dari Alan. Ya! Alan adalah sumber segala kebaikan suasana hatinya. Dia hanya butuh Alan saat ini, andai dia punya alat ajaib yang bisa memanggil Alan dalam hitungan detik, pasti dia sudah memunculkan laki-laki yang mempunyai tubuh jangkung itu.

"Ghea!" seru seseorang dari belakang tubuhnya.

Suara berat itu, Ghea sangat mengenalinya. Dia menoleh, satu detik berikutnya dia tersenyum lebar, tatkala menatap laki-laki berpawakan tinggi, dan mempunyai tubuh atletis.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Ghea sinis.

Berbeda dengan perasaannya yang mendadak senang melihat siapa yang sedang berhadapan dengannya.

Ternyata, ada satu lagi seseorang yang bisa membuat suasana hatinya membaik selain Alan. Ya, salah satunya adalah lelaki yang sedang tersenyum simpul di depannya.

"Hari ini kan pengumuman kelulusan, lagian gue juga masih menjabat sebagai cogan di Pelita." Cowok itu menepuk-nepuk rambut Ghea dengan gemas.

"Ish! Rambut gue ya Tuhan ...." Ghea mengerucutkan bibirnya. Memasang ekspresi merajuk.

Hal itu membuat laki-laki itu terkekeh melihat gadis cebol di hadapannya. "Mau tanda tangan di baju gue? You are the first!"

Ghea menampilkan senyum mengejek, "Yakin lulus, Bang?"

"Sejuta persen gue yakin!" Cowok itu menyahuti dengan dagu yang terangkat. Sombong adalah ciri khasnya.

Orang ganteng mah bebas!

"Ck! Yain deh biar fast! Terus lo lanjut di mana?"

Senyum yang sejak tadi merekah di bibir lawan bicara Ghea mendadak lenyap. Suasana yang semula mencair mendadak membeku karena pertanyaan Ghea.

Cowok yang mempunyai jambul itu, menghela napas berat, "G ... kita kan udah bahas ini, dan lo tahu apa keputusan gue."

Ghea menatap laki-laki yang menjabat sebagai seniornya dengan tatapan memelas, berharap dia bisa mengubah keputusan yang sudah dibuat oleh lelaki itu.

"Tapi, Bang! Mama ...." Ghea tidak melanjutkan kata-katanya. Mata gadis itu nampak berkaca-kaca.

Cowok dengan tinggi badan hampir mencapai angka 185 cm adalah Damian Putra Setiawan. Seseorang yang sudah Ghea anggap sebagai patner in crime-nya.

"Jadi tanda tangan gak? Gue mau cabut nih, ketemu anak-anak." Damian menyerahkan spidol berwarna biru.

Selalu saja, cowok yang mempunyai marga Setiawan itu mengalihkan pembicaraan. Ghea mendesah kecewa, kemudian meraih benda berbentuk seperti tabung yang mempunyai tinta itu.

"Terserah kan mau di mana?" Wajah Ghea kembali semringah seperti saat pertama kali mereka bertemu. Berusaha menyembunyikan setitik rasa kecewa yang bersarang di benaknya.

"Sesuka lo cebol!" Damian kembali mengacak rambut Ghea dengan gemas.

Ghea mengembungkan pipinya, terlihat menggemaskan di mata Damian.

Tangan mungil Ghea bersiap mencoretkan tanda tangannya, iris cokelat terang Ghea membidik, memilih bagian mana yang pas untuk tempat tanda tangannya.

Jari lentik Ghea bergerak lincah, mencoretkan bentuk abstrak sebagai bentuk tanda tangannya, tepat di bagian dada sebelah kiri Damian.

"Kena puting gue sialan!"

Mereka berdua terbahak, terlebih pipi Ghea yang sudah memerah mendengar kalimat yang meluncur tanpa difilter terlebih dulu.

"Anjirr, geli lol." Damian kembali tertawa.

Ghea mencubit perut six pack Damian dengan gemas. Seandainya ada tang pembuka tutup botol pun Ghea ingin menautkannya di bibir sexy yang sedikit berwarna hitam itu karena setiap perkataannya yang diucapkannya tidak pernah disaring terlebih dahulu.

Tetapi, Ghea selalu senang jika berbicara dengan Damian, berbincang banyak hal, mulai dari yang penting sampai sesuatu yang remeh temeh. Misalnya; kenapa abjad dalam huruf harus diawali dengan huruf A, atau membicarakan game terbaru yang berhasil merebut posisi Dota 2, yang pernah jaya pada masanya.

Semuanya jika dengan Damian, obrolan ringan itu terasa menyenangkan. Sudah lama dia tidak tertawa seperti ini, bahkan sebentar lagi mereka akan sangat jarang untuk bisa seperti sekarang. Saling menikmati seulas senyuman, dan menganggap santai semua masalah yang ada.

Ah, rasanya Ghea akan benar-benar merindukan laki-laki menyebalkan, dengan tingkat keras kepala yang sudah mencapai level akut ini.

"Udah lama ya, Bang kita gak ketawa gini," celetuk Ghea.

Dia masih ingin menikmati setiap detiknya bersama Damian. Jika dia bisa menghentikan waktu, ingin rasanya dia mem-pause detik jam saat ini juga.

Ghea butuh teman berbincang seperti Damian, atau sekadar partner untuk bermain game sampai berjam-jam.

"Yaelah, baru minggu lalu lo main ke warnet." Damian memutar bola matanya.

Ghea berdecak kesal, selalu saja Damian bersikap seperti ini. Tidak bisakah dia mengikuti drama yang sedang Ghea buat?

"Dasar tae ayam! Gak bisa amat lo diajak ngedrama!" ketus Ghea.

Cowok yang sebentar lagi akan menjadi alumni SMA Pelita itu tertawa gemas melihat tingkah adik kelasnya itu.
Di mata Damian, Ghea adalah gadis yang unik. Jika pada umumnya, anak perempuan seumuran Ghea akan lebih suka menghabiskan waktu untuk berbelanja di mall, atau mempercantik diri di salon. Maka, Ghea tidak. Dia akan lebih memilih menghabiskan uangnya untuk bermain game di warnet atau membeli jajan sebanyak yang dia mau.

Damian tahu betul, apa alasan dibalik Ghea sering berkunjung ke warnet untuk bermain game. Karena sang ibu melarang keras Ghea bermain game, dan juga takut jika anak gadisnya akan bertambah bangor. Harusnya Ghea menjadi gadis yang anggun, karena wajahnya yang terbilang imut, dengan satu gigi gingsul dan lesung pipi tipis.

Yang kurang hanya satu ... Ghea itu kurang tinggi.

"Mana cowok yang bikin lo jadi semangat ke sekolah?" tanya Damian tiba-tiba.

Ghea menahan napas saat mendengar pertanyaan itu. Kenapa Damian bisa menanyakan hal seperti ini secara mendadak?

Ghea tersenyum kikuk, "Hnggg ... ada bakso enak loh, Bang."

Ghea berusaha mengalihkan pembicaraan, dan sialnya gagal. Karena Damian malah memutar bola matanya.

"Suruh dia buat nemuin gue."

Damian melenggang pergi setelah menepuk puncak kepala Ghea beberapa kali. Sedangkan, Ghea hanya menghela napas pasrah.

***
Part ini khusus buat Ghea dan Damian.
Siapa Damian? Next part ya❤

Sini peluk sayang dulu, oke see you bosku🐼

[22.05]

Magelang, dengan taburan bintang di langit kelam.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top