(Bonus Part) Angkringan Lele

Angkringan menjadi pilihan kami karena aku sedang ingin makan pecel ayam dan Aiden ingin makan nasi uduk. Pas, kalau gitu. Kabarnya juga angkringan dekat RS Mitra lumayan enak dan tidak mengecewakan. Jadi, aku tidak perlu menyesal merogoh dompet hasil royalti bulan ini.

Sesampainya disana, ternyata malam yang belum larut membuat tempat ini agak ramai. Disana, aku memesan pecel ayam dan nasi uduk, sementara Aiden memesan nasi uduk dan lele goreng ekstra sambal.

"Tadi Miko kebaret pas lo baru nyampe, atau pas lo udah disana?" tanyaku sambil menunggu pesanan kami.

"Pas gue udah nyampe. Gue tinggal ke kamar mandi, terus pas selesai menunaikan tugas, dia udah luka sampe bedarah banyak. Langsung aja gue telepon ambulans. Lo harus tahu betapa shakednya gue dan betapa merindingnya gue melihat that red things menggenang di lantai, sementara gue harus menyelamatkan nyawa sahabat gue!" Aiden masih bergidik.

"Ngerti gue, Den," jawabku. "Gue juga takut kecoak. Nyokap pernah kepeleset di kamar mandi dan di sebelah beliau, ada kecoak mejeng dengan jumawa. I faced that fear for my beloved mom. Meski sampe sekarang masih ilfeel sih... hehehe."

Aiden terkekeh. "Untung ada elo ya, Jess?" katanya sambil tersenyum.

Sekilas, senyuman itu menular padaku. "Iyalah, untung ada gue!" jawabku. "Enak kan, ditraktir makan malem-malem?" candaku sok galak.

Aiden memukul dahiku dengan sedotan. "Gitu aja ngambek!" sungutnya.

Kami berdua sama-sama diam. Sejenis awkward silence. Aiden memainkan sedotannya, sedangkan aku sibuk memperhatikan etalase kaca yang dibaliknya ada si tukang nasi uduk sedang merames nasi untuk pembeli sebelum kami. Kayaknya bakalan lama, nih...

"Eh, Jess!"

"Eh, Den!"

Sapaan yang bersamaan dan jinx itu membuat tawa kami berdua meledak, sampai semua perhatian tertuju pada kami. Dengan malu, aku buru-buru membekap mulut Aiden dan tertawa kecil di depan mukanya.

"Kok bisa barengan, ya?" Aiden terkekeh.

Aku menggeleng. "Gak tahu. Absurd abis. Kita jodoh, kali!" candaku.

Seketika, Aiden tersenyum ke arahku. "Maybe?" kerlingnya usil. "Ah, jangan. Tar Daniel jealous sama gue!" dia terkekeh.

BUGH! Nama itu seperti bogem menghantam ulu hatiku. Kenapa kamu harus bawa-bawa nama itu, Aiden Putra Setiawan? Aku merasakan pembuluh darah di pipiku mati semua. Wajahku pasti pucat pasi.

Demi pembaca, demi pembaca, demi pembaca! Aku merapal mantra itu dalam hatiku. "Hahaha. Dia sibuk kuliah! Mana sempet jealous sama lo?" aku tertawa hambar.

Aiden terkekeh. "Okay, bagus kalau gitu. Jadi gue gak akan disambit bola basket kecepatan tinggi dari Swiss!" candanya.

"Lebay!" semburku.

Makanan yang diantar asisten si 'koki' itu memecah obrolan kami. Asap dari nasi dan ayam serta lele mengebul, membuat aku dan Aiden ngiler dan melupakan obrolan kami. Kami berdua pun kembali sibuk sendiri—sibuk mengenyangkan perut kami berdua.

"Lo tipe orang yang jijik sama lele atau yang enggak, Jess?" tanya Aiden saat piring kami berdua hampir bersih.

Aku berpikir sebentar. "Jarang makan lele sih. Tapi dagingnya enak dan lembut. Cuman, masih agak terrified aja nginget fakta bahwa dia..."

"...eats poop?" Aiden terkekeh. "Udah dibersihin kali, Jess!" sanggah Aiden.

Aku memperhatikan muka Aiden yang jenaka, kemudian tertawa. "Lu tuh pecinta lele garis keras atau gimana sih?" kataku di sela tawa.

Dia menyendokkan suapan terakhirnya dan mengangkat bahu sambil mengunyah. "I dont know. But I love this fish. The 'Tukulfish'!" Aiden terkekeh.

"Hah? Tukul tuh Arwana kali, Den. Kok jadi lele?" selaku.

"Tapi gue tetep mikir kumis Tukul lebih mirip Lele daripada Arwana, oke?" Aiden mengangkat kedua tangannya. "Please, respect my opinion!" candanya.

Aku meraih sebuah sedotan dan memukul Aiden. "Sarap!" ejekku.

Sepanjang malam itu, aku dan Aiden menghabiskan waktu dengan bercanda dan mengobrol tentang hal-hal absurd yang melintas begitu saja dalam kepala kami: ban dan alurnya, pohon beringin yang katanya dihuni kuntilanak... sampai kumis Pak Joko dan kemungkinan supirku tercinta itu akan menggantikan posisi Jokowi suatu hari nanti.

"Ya, lu bayangin aja, Jess, apa slogan kampanye Pak Joko nanti!" Aiden mulai lagi dengan ide absurdnya.

"Apaan emang?" tanyaku.

Aiden menerawang keatas dan merentangkan tangannya. "Pilih nomor 3, Joko Suprapto. Indonesia asri, Indonesia berdendang!"

Tawaku langsung menyembur begitu saja. Slogan itu memang pas untuk supirku yang terobsesi jadi finalis Indonesian Idol dan hobi nyanyi meski suaranya naujubileh itu.

"Berisik ah, Jess! Kita udah di dalem rumah sakit, nih!" Aiden berbisik sambil memegang lenganku.

Aku menoyor wajahnya. "Lo duluan yang bikin ketawa, cumi!" balasku.

Tanpa kami ketahui, Tante Ira ada di depan kami dan memperhatikan kami berdua yang asyik ketawa-ketawa dan siap ditendang satpam.

"Kalian udah balik rupanya. Mau nengokin Miko? Dia di VIP lorong ujung, oke?" Tante Ira tersenyum padaku, kemudian beralih pada Aiden. "Den, Tante pulang bentar ya, ambil baju-baju Miko." Dia pun berlalu.

Kami berdua sama-sama berjalan menuju ke kamar tempat Miko dirawat.

"Hey, bro!" sapa Aiden.

Miko terbaring lemah dengan pergelangan tangan kanan diperban dan punggung tangan diinfus. Dia menggerakkan sedikit tangan kirinya. Matanya langsung tertumbuk padaku dan matanya membelalak.

"Jessica?!" serunya lemah.

"Hai, Miko. Long time no see!" Aku tersenyum dan menghampiri kasurnya. Miko langsung merentangkan tangan kirinya, dan aku memeluknya singkat.

"Tambah cantik ya lo sekarang, Jess...." Miko tersenyum dan matanya berkilat usil.

Aku terbahak. "Najis. Jangan sok flirting pas lagi sakit gini deh. Tar tangan lu gue peres, darah lu abis lagi!" ancamku.

"Wes, maap, Nona!" Miko pura-pura takut, kemudian tertawa. "Lo tetep galak kayak dulu, ya?" Miko tersenyum. Matanya penuh kenangan.

Perasaanku ikut-ikutan mellow. "Lo juga tetep bermuka usil dan childish kayak dulu, Mik...." Aku tersenyum pada sahabat kecilku itu. "Eh, lu udah makan?" tanyaku.

Miko mengangguk. "Sebelum sakit udah makan, kok." jawabnya.

"Balik kapan?" tanyaku lagi.

Miko memandangi langit-langit. Menimbang-nimbang. "Besok siang bisa diusahain kali, ya?" pikirnya. "Kalau besok gue boleh pulang, ke rumah gue yuk, Jess. Kita mengenang lagi kisah-kisah cinta kita yang lalu itu!" Miko lagi-lagi mengerling usil kearahku.

"Najis ah, Miko! Apaan sih?!" aku terbahak-bahak dan menoyornya.

"Aduh, sakit! Adudududuuh...!" Miko pura-pura kesakitan.

"Eh, lo pikir gue bego? Yang luka kan tangan lo!" Aku menjulurkan lidah dan meledek Miko. Cowok itu cuma bisa garuk-garuk kepala.

Sedang asyik mengobrol dengan Miko, tiba-tiba Aiden berdehem keras. "Ehem! Jess, udah malem. Lo gak balik? Mau gue anter?" tawarnya.

Aku melirik Aiden dan menggeleng. "Gak usah, Den. Pak Joko masih di parkiran, kok!" Aku merapihkan posisi tas di bahuku dan tersenyum pada Miko. "Cepet sembuh ya, Nyet!" ledekku.

"Thanks, babe!" jawabnya.

"IH. UDAH AH MIKO!" seruku dongkol. "Gue balik, ya!" Aku melambai ke arah Miko dan berjalan keluar dari ruangan, disusul oleh Aiden yang inisiatif mengantarku ke parkiran.

Sesampainya di dalam mobil, aku menutup pintu dan membuka jendela. "Lo mau nginep disini, Den?" tanyaku.

Aiden mengangguk. "Nanti abis Tante Ira nganter baju, gue akan anter dia pulang. Biar gue aja yang jagain Miko." Dia tersenyum. Tangan Aiden terangkat dan dia melambai ringan.

"Oke. Dadah, Aiden!" Aku membalas lambaiannya.

"Makasih ya, Jess, udah dateng disaat gue butuh lo!" Kata-kata itu kutangkap dari mulut Aiden sebelum mobilku menjauh.

Di perjalanan, aku jatuh tertidur karena kelelahan. Hari yang panjang, satu lagi keseruan dengan Aiden, dan kembalinya childhood bestfriendku yang usil dan sekarang jadi mas-mas geli tukang modus. Ternyata hidup ini manis juga.

***

A/n: readers, kalo gue bilang mandet ide untuk update GOY, JANGAN PERCAYA! Karena GOY sekarang udah part 38 di Word laptop gue dan selama ini update-an gue cuma tinggal copy paste xD

Doakan gue terus konsisten nulis dengan 4 cerita yang masih ongoing dan 1 cerita yang niat dihidupkan kembali yah :"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top